Game Over (3)

1 0 0
                                    

Rayn nampak pucat melihat keadaan manusia yang ia incar di babak sebelumnya muncul dalam keadaan utuh tanpa luka ataupun masih hidup.

Disisi lain, Angga dan Nathan terkejut karena Radit berdiri di hadapan mereka, percaya diri dengan pistol diarahkan pada Rayn. Sedangkan Drew masih bingung bagaimana pistol miliknya berakhir di genggaman laki-laki yang tidak ia sangka masih hidup.

"Kau..!"

"Lama tak jumpa, Rayn." sapa Radit dengan tangan menggenggam benda yang ia tekan dan membentuk kayu yang ia hentakkan ke tanah.

Tak. Tak.

Ia berjalan memukulkan tongkat ke tanah layaknya seorang tuna netra walau pada faktanya Radit sehat dan hanya akhir akhir ini saja menjadi tidak dapat melihat karena ulah Rayn dalam dark game ini.

"Berkat dirimu, efek samping dari kekuatan Kirin mulai bekerja. Tenang saja, setelah kau mati aku akan baik-baik saja."

Kepercayaan diri adalah hal yang tidak pernah Radit ungkapkan di depan siapapun namun kali ini ia tidak menahan dirinya. Sesuatu yang belum pernah terjadi membuat Rayn sadar, ia telah membuat kesalahan.

Dan kesalahan itu sangatlah fatal.

Drip. Drip.

Luka Rayn tidak menghentikan dirinya untuk bertanya.

"Bagaimana kau bisa disini?"

Radit menatap dengan mata kosong seakan melihat kotoran di jalan. Walau pada intinya ia tidak bisa melihat karena efek samping kekuatan Kirin.

Disisi lain, ia senang mendengar darah yang terus mengucur dari bahu Rayn dengan perkiraan arah tembakan yang ia prediksi sebelumnya. Jika saja meleset sedikitpun, si kelinci yang licik dan membuat hidup mereka sengsara akan menghindar dan membuatnya kesulitan.

Walau lelah karena ia harus memaksa dirinya untuk terbiasa dengan kondisinya dalam waktu singkat, ia tidak ingin memberi kepuasan pada Rayn untuk berpikir bahwa ia mulai melemah.

Dan sepertinya itu berhasil mendengar Rayn yang mulai mengerang kesal.

"Jawab aku, manusia rendahan!"

Radit hampir melompat ke belakang karena terkejut mendengar nada tinggi berasal dari sesuatu yang selalu merendahkan mereka.

Jantung yang kembali berdetak dengan normal membuatnya berani tertawa kecil di hadapan Rayn.

"Apakah kau tahu kenapa aku bisa menang, kelinci bodoh?" ujarnya sinis.

Rayn sempat berpikir berani-beraninya manusia memakai nada seperti itu padanya namun lukanya mulai berdenyut karena bekas tembakan yang sama sekali belum tertutup oleh kekuatan penyembuhannya.

Itu semua sia-sia. Ia akan mati di hadapan manusia. Dan ia tidak bisa mati sampai ia tahu dimana letak kesalahannya.

"Apa maksudmu?"

Rayn berjalan ke depan Rayn dengan akurat, agak menyeret bersama tongkat yang selalu mengetuk lantai untuk memastikan keberadaannya.

Ia berhenti tepat di hadapan Rayn dan berkata,

"Apa kau ingat kekuatan game maker milikmu? Kekuatanmu terlihat kuat dan hampir membuatku berpikir akan bisa mendapat keinginanku saat menang. Tapi kau tahu?"

Rayn terdiam.

"Kau terlalu terlena dengan kepercayaan dirimu dan larut dalam kesombongan yang menelanmu secara perlahan. Itulah sebabnya kau kalah."

"Apa?"

Radit berhenti sejenak dan tersenyum seakan menikmati pemandangan Rayn yang tidak bisa bangkit untuk melawan kembali dan tidak berdaya atas kekuatan yang ia anggap rendahan.

"Aku akan jelaskan. Pertama, aturan yang kau tetapkan setiap permainan adalah mutlak dan tidak bisa berubah."

"Lalu kenapa?"

"Pada babak sebelumnya, kau menargetkan aku secara spesifik tapi sayangnya tidak spesifik sama sekali. Kau ingat frasa find the guarded pieces."

"...! Jangan-jangan?!"

"Benar. Dari kalimat itu aku tau bahwa kau tidak tahu jumlah spesifik dari pelindungku."

Rayn mendecakkan lidahnya, tidak suka mendengar apa yang dikatakan Radit.

"Setelah aku membelah jiwaku untuk menjadikan seseorang pelindung kelima, aku mulai menjalankan rencana."

"Lalu kenapa kau susah payah menggunakan keempat pelindungmu hanya untuk bisa lolos?"

Radit tertawa dengan keras. Ia seperti mengantisipasi akan ada pertanyaan seperti itu.

"Jangan bercanda, kelinci sialan." jawabnya dingin. "Aku tidak bisa meremehkan pikiran licikmu itu sekalipun aku percaya diri akan rencanaku. Ironis, bukan? Kau yang menargetkanku tapi aku lah yang membalik keadaan dengan menargetkanmu."

"Ugh!"

Radit kemudian berhenti setelah Nathan bertanya padanya.

"Lalu apa yang kedua?"

"Apa?"

"Kau bilang itu yang pertama."

"Ah, aku lupa. Yang kedua adalah faktor kemenangan."

"..."

"Apa yang terjadi setelah menghancurkan kepingan jiwa milikku? Apakah aku akan kalah ataukah semua menang jika berpartisipasi menghancurkan?"

Drew menjentikkan jarinya seakan mengerti apa yang Radit katakan.

"Tentu saja! Menurut Rayn, mereka yang telah menyelesaikan kondisi untuk menang dapat lolos ke babak selanjutnya."

"Benar. Targetnya adalah aku sehingga penafsiran yang kau lakukan menjadi kabur. Itulah sebabnya kau berakhir di kondisi seperti ini."

Rayn tetap terdiam dan menatap tajam Radit. Ia tidak mampu bangkit untuk melawan atau membalas balik perkataannya. Kekuatan yang ia dapat sebagai kelinci bulan yang mahakuasa telah kalah.

Ia kalah.

"Syukurlah kau bodoh, Rayn. Dengan mereka lolos babak itu, aku yang masih hidup dengan pelindungku yang masih bersembunyi berhak berpartisipasi dengan pelindungku, agar dapat menang. Bagaimana rasanya? Dibodohi oleh manusia rendahan?"

Sial!

Game telah berakhir.

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang