Lies and Truth (C)

61 11 1
                                    

Radit kesulitan tidur.

Dia selalu bermimpi tentang hari-hari yang sudah lalu dan terlewati. Dia akan dihantui oleh wajah orang yang telah ia bunuh, suara mereka, darah disekitar mereka, ketakutan mereka. Dia tidak akan pernah lupa kelalaian yang ia lakukan disaat tengah menyelesaikan misi melenyapkan Neon lainnya.

Bahkan dalam mimpinya dia tersenyum ketika darah orang tak bersalah berceceran dimana-mana. Mungkin ini yang dirasakan oleh semua pembunuh ketika kelemahan mereka membuat mereka terpaksa untuk melakukan hal yang tidak dimaafkan seperti membunuh dan melukai orang.

Namun disinilah Radit sekarang, terduduk di tempat tidurnya, mencengkeram selimutnya dan menutup matanya, berharap semua yang tercetak dalam pikirannya menguap tanpa bemas dan dia dapat tidur dengan damai. Tetapi itu semua hanyalah mimpi.

Karena masa lalu tidak dapat dihapus begitu saja. Sama dengan ketika ia membunuh adiknya saat itu.

Kakak perempuan yang telah mengadopsinya, tinggal bersama dirinya. Keluarga yang berisikan hanya seorang ayah dan anak telah menganggap Radit sebagai anggota keluarga yang tak tergantikan. Ketika ia bangun dan sadar bahwa ia tidak sendirian, Radit berharap tuhan mengambil nyawanya. Dia tidak berhak akan kasih sayang mereka. Bahkan tidak pernah melakukan apapun yang membuatnya berhak untuk disayang oleh mereka. Dia seperti boneka yang rusak dengan benang yang lusuh dan kotor. Jika mereka menyentuhnya, Radit takut akan mengotori mereka.

Mereka seharusnya meninggalkannya. Pikir Radit.

Radit melihat kearah bulan yang bersinar dengan cantik dan bangganya. Kemudian ia menangis, sepelan mungkin, dalam kesendiriannya.

Esoknya, Radit mencari seorang junior yang baru bergabung dengan klub drama. Orang yang sangat ahli dan lihai memerankan protagonis yang baik hati. Namun, sudah satu jam ia berkeliling dan sampai saat ini tidak ada hasil yang ia dapatkan.

Perut yang awalnya sudah terisi sarapan ringan pagi tadi sekarang meronta-ronta meminta untuk diisi. Lalu ketika Radit sibuk memikirkan akan membeli makanan apa, ia melihat seorang perempuan berjalan didepannya. Radit pun memanggilnya.

"Natasha! Tunggu!"
Dia berhenti ditengah lorong dan berbalik ke arahku.

"Uh-h, H-hai kak Radit. Apa kau perlu sesuatu?"

"Tidak terlalu. Aku hanya perlu bicara denganmu." Radit menjawab dengan santainya. "Apa kamu punya waktu?"

"Uh, baiklah."

Dengan suasana hati yang rumit, Radit mengajak Natasha ke ruangan kelas yang tidak ada murid sama sekali. Tidak ada yang memulai pembicaraan sampai tiba di tujuan. Umumnya, siswi yang diajak oleh kakak kelasnya akan merasa ragu-ragu tetapi untuk suatu alasan dia percaya sekali dengannya.

Lalu kemudian, Radit membuka pintu untuk membiarkan Natasha masuk dan menguncinya setelah ia sendiri sudah didalam.

"Ada apa kak? Apakah ini tentang klub drama?"

"Natasha, aku ingin bertanya kepadamu. Jika ada seseorang yang membutuhkan bantuanmu— tidak lebih tepatnya aku, apakah kamu mau membantuku walaupun nyawamu taruhannya?"

"Tentu saja." Eh?

"Kakak sering membantuku, baik saat orientasi, maupun saat aku dikurung di rumah oleh orangtuaku yang strict. Kakak terus datang untuk memberiku bantuan. Untuk apa sekarang aku menolak tawaran kakak?"

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang