Hunt (2)

11 1 0
                                    

Langit siang itu terlihat cerah dan hanya terlihat sedikit awan. Di bawah langit yang sama, empat orang manusia yang diberi berkah sebuah kekuatan spesial tengah berkumpul di taman bermain anak-anak.

Tiana, gadis yang memiliki kemampuan meniru fisik lawan sedang duduk di atas bak pasir bersama Natasha. Ray sedang berdiri bersandar pada tiang ayunan di kedua sisi yang berbeda. Rena terlihat duduk di ayunan sembari mengayunkan ayunan tersebut dengan perlahan. Satu lagi, Radit, dia tengah berdiri di tengah-tengah keempat pelindungnya dengan tatapan sedih.

Dirinya memandang jauh ke arah langit, mengingat kembali perbincangan dirinya dengan sang kelinci licik yang mengendalikan permainan, Rayn.~

***
Saat itu semua orang telah meninggalkan arena pertempuran pada saat berakhirnya babak keempat. Misi babak keempat kali ini telah selesai dengan dua tubuh yang harus meregang nyawanya, Dyrga dan Irene. Saat tak sadarkan diri, Radit melihat dirinya sedang terbaring lemas di arena tersebut sedangkan Rayn sang kelinci menyengir menatap dirinya, membuatnya kesal dan ingin memukul wajahnya.

Radit, mengabaikan Rayn sampai tiba-tiba saja, kelinci yang sama berhenti di hadapannya untuk menarik perhatian Radit. "Radit, aku ingin memberitahumu jika babak selanjutnya akan membahayakan nyawa keempat pelindung jiwamu, haha--, semoga berhasil," ujar kelinci tersebut setengah tertawa dengan menutup mulutnya dengan tangan berbulu miliknya.

Radit yang mendengar hal tersebut begitu terkejut sekaligus marah terhadap apa yang baru saja diucapkan oleh Rayn. "Tunggu! Apa maksudmu?! Kenapa harus melibatkan mereka juga?!" seru Radit setengah berteriak kepada Rayn. Kelinci itu langsung menutup telinganya saat Radit berseru seperti itu.

"Itu hak ku sebagai penyelenggara permainan ini. Aku sudah memberimu bocoran tentang hal ini, kau seharusnya bersyukur." jawab sang kelinci seakan tak berdosa dengan tiap untaian kata yang keluar dari mulutnya.

Radit tentu saja semakin kesal, ia mengeratkan kepalan tangannya hendak memukul Rayn namun segera ia urungkan. Ia tahu, bukan keputusan bijak jika harus menghajar kelinci itu. "Baiklah, tapi aku ingin minta kesepakatan. Jangan sampai mereka terbunuh, aku mohon," pinta Radit dengan ekspresi yang penuh kekhawatiran.

Kelinci itu hampir saja tertawa merasa jika rencananya tersebut berhasil, ia pun menyunggingkan sebuah senyuman licik ke arah Radit. "Baiklah baik. Karena aku memiliki hati yang baik, bagaimana jika kubuat mereka sekedar hilang ingatan mengenai Dark Game ini?" tawar sang kelinci.

Radit terlihat berpikir sejenak, ia menggigit bibir bagian bawahnya untuk mencegah emosi dari dalam dirinya yang semakin meluap. "Baiklah, aku setuju. Aku benar-benar mulai membencimu kelinci licik," jawab Radit. Rayn hanya tersenyum bangga dan senang melihat reaksi Radit seakan semua yang ia inginkan berjalan lancar.

"Halo, Radit? Kenapa kau melamun?" Tiana tiba-tiba saja menyadarkan Radit dari lamunannya.

"Eh, iya. Maafkan aku."

"Jadi Radit, apa yang ingin kau bicarakan dengan kami?"

"Apa hal buruk telah terjadi, Kak? Wajahmu terlihat pucat daritadi," Kini, Natasha yang sedari tadi terdiam mulai berani mengutarakan pendapatnya.

Radit hanya menundukkan kepalanya dengan mimik wajah yang penuh kekhawatiran. Perlahan, ia pun mendongakkan kepalanya dan menatap satu persatu pelindungnya yang telah berkumpul. "Ujian babak kelima telah diumumkan. Misi tersebut adalah..." Radit mengepalkan tangannya, tak kuasa menahan sakit harus memberitahu pelindungnya tentang kenyataan pahit ini. Ia menarik napas dan melanjutkan.

"Mengharuskan setiap peserta menghancurkan benda yang menjadi perwujudan jiwa peserta yang telah melakukan kekuatan khusus." Radit berhenti.

"Bukankah itu...—" sela Natasha. Diikuti Radit yang menjawab.

Secret Of The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang