🍎Gallery&Gastroport

5.5K 353 8
                                    

"Love is like a war. Easy to begin but hard to stop."

- H L Mencken
_________

Perm State Art Gallery dibuka untuk umum sejak musim semi tahun 2009. Merupakan salah satu Museum terbesar di wilayah Ural, Koleksi di Gallery ini terdiri dari sekitar 43.000 item termasuk karya seni Rusia dan Eropa Barat dari berbagai sekolah artistik.

Selain karya lukisan, patung, dekorasi dan keramik di Perm State Art Gallery juga menyimpan beberapa koleksi pribadi para Tokoh budaya. Design bangunan Gallery ini juga sangat memanjakan mata.

Emilly terlihat sangat tertarik pada salah satu lukisan cantik di depannya, satu jam lamanya Em telah berkeliling menghabiskan waktu di Gallery ini, tersisa beberapa menit lagi untuk Em pergi karena harus makan siang, ada salah satu restaurant yang sangat ingin Em kunjungi.

-Hello, Perm-

Sepertinya hari ini Em kurang beruntung, seluruh meja di restaurant Gastroport telah ter-isi, jam makan siang kali ini masyarakat kerap kali memilih makanan Seafood dan Steak. Lokasi yang berdiri tepat di dekat Sungai Kama yang indah merupakan asalan beberapa masyarakat memilih Gastroport sebagai tempat makan siang atau makan malam mereka.

Perut Em benar-benar lapar, Em harus segera mengisi ulang perutnya atau ia akan terkena maag. Ingin memutuskan untuk mencari tempat lain namun hatinya sangat ingin makan di tempat ini, matanya menyusuri betapa nikmatnya bisa duduk lalu makan udang dan cumi di dekat Sungai Kama.

Satu tepukan pelan pada bahu Em membuat ia mengalihkan tatapannya ke belakang, lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak padanya, kembali bertemu Pria Api saat ini adalah bukan waktu yang tepat. Perutnya yang kosong membuatnya tidak bisa membalas perkataan ketus pria api.

"Hallo, Saya terus bertemu kamu, atau kamu mengikuti saya? Kamu penguntit ya?."

Em mendelik, Penguntit? Apa Em terlihat seperti kriminal? Lagipula jika harus menguntit lebih baik Em memilih pria lain, bisa terbakar dirinya jika menguntit pria api ini.

"Kamu ikutin saya! Udah deh, saya nggak ada waktu ladeni kamu, saya laper. Pergi sana." Tangan Em terangkat untuk mengusir pria itu. Sangat mengganggu dan tambah merusak mood Em.

"Emilly Vathya, saya Javas Naja Parviz."

Siapa yang nanya. Pikir Em melihat tangan pria itu terulur ke arahnya, dengan malas Em menyambut uluran tangan itu. Berharap dia segera pergi atau Em saja yang pergi? Sepertinya itu ide cemerlang.

"Kamu penguntit, kamu tau namaku. Pria api aneh."

Em menarik tangannya lalu bersiap pergi, Em memutuskan untuk mencari restaurant lain karena perutnya mulai demo. Kasihan anak cacing di dalam perutnya butuh nutrisi, cacing cacing bisa mati jika Em telat makan.

Javas yang melihat gelagat Em ingin beranjak pun dengan cepat mengambil sebelah tangan Em untuk di genggam lalu menariknya masuk ke dalam restaurant tanpa peduli Em yang terus meronta kasar dalam genggamannya.

"Ih! Ngapain sih? Aneh banget! Jangan pegang ya, Saya bisa laporin kamu nih! Pelecehan!!!"

Em merasa marah diperlakukan seperti ini, tubuh Em yang kecil dengan mudah terseret Javas yang tubuhnya besar dan tinggi. Pria ini sudah gila pikir Em, apakah dia buta? Jelas terlihat restaurant ini penuh, namun Javas terus menarik paksa Em memasuki restaurant.

"Duduk, sebentar lagi makanan akan datang."

Javas mendudukan Em di meja yang berada di atas restaurant. Em berdecak kagum melihat pemandangan Sungai Kama, sebelumnya Em tidak pernah tau bahwa tempat di atas sini boleh dipesan, atau jangan bilang Javas mempunyai akses kesini?

Javas terkekeh melihat raut bingung Em, sepertinya Em ingin tau bagaimana bisa Javas dengan mudah bisa duduk di atas sini.

"Gastroport restaurant milik sahabat saya, tempat makan di atas sini memang bukan untuk umum. Hanya sahabat dan beberapa teman saya yang bisa makan disini, sekarang kamu bisa makan disini tanpa harus mengantre. Saya menunggu ucapan terima kasih." Bangga Javas, senyum merekah terus terlihat di wajahnya.

Em ternganga, jika sahabat pria ini memiliki Gastroport maka dipastikan dia sangat kaya, jadi pria ini juga pasti sangat kaya. Sejujurnya Em masih trauma dengan pria kaya yang menurut Em selalu bersikap semaunya seperti...

"Makasih...," Em berujar dengan nada pelan namun terdengar tulus, untuk saat ini biarlah ia menikmati suasana indah siang di Sungai Kama, mengingat kesempatan seperti ini tidak akan datang lagi.

Berbeda dengan Javas yang sedari tadi fokus melihat ke arah Em, mengapa dia baru dipertemukan wanita cantik seperti Em disaat usianya menginjak 35 Tahun? Apakah memang Tuhan selalu menyembunyikan ciptaannya yang sempurna?

"Kamu nggak ada alergi kan? Aku pesan hidangan laut, Steaknya hanya pesan 1 karena kehabisan."

Em menggeleng, tujuan Em makan disini memang ingin makan seafood.
"Tidak, aku suka udang, cumi dan lobster."

Javas mengangguk lega, "Kalau begitu kamu bisa makan sepuasnya. Jadi karena aku traktir kamu, bisa kita berteman?,"

"Baiklah, asal kamu jangan menyebalkan."

Javas terkekeh, "Kamu yang menyebalkan--"

Pembicaraan mereka harus terpotong karena makanan telah datang, meja makan harus ditambah karena Javas memesan hampir semua hidangan laut dengan beraneka jenis. Ada beberapa dessert juga yang dipesan Javas.

Semua hidangan disini membuat Em ingin segera menyantapnya, benar-benar menggiurkan. Em sangat lapar sekarang, cacing di perut Em juga sepertinya ikut menari karena mendapat makanan enak.

Tatapan Em yang berbinar membuat Javas tersenyum kecil, jika wanita sebelumnya hanya berbinar dengan perhiasan atau tas mahal, Wanita di depannya ini menunjukan binar bahagia saat melihat hidangan laut.

"Selamat Makan, Javas...,"

Javas mengangguk, "Selamat Makan, Lilly.." Tangan Javas terulur untuk memberikan ikat rambut, rambut Emilly yang panjang menyusahkan jika nanti akan makan.

"Makasih lagi Javas, Hehe..," Em mengikat rambutnya, semua itu tidak pernah lepas dari tatapan dalam Javas, leher putih jenjang Em seakan memanggil Javas.

Baru akan mengambil makanan, suara Javas membuat pipi Em merona, ia seperti sapi kelaparan sekarang, "Baca doa lebih dulu, Lilly."

Gerakan tangan Em yang ingin mengambil udang terhenti, ia menatap Javas yang tengah berdoa dengan mata terpejam.

"Aamiin. Makan yang banyak, Lilly."

Javas lebih dulu mengambil satu potong buah apel merah, Javas memang terbiasa memakan satu potong buah sebelum memakan makanan, "Manis, seperti kamu." Lalu dengan cueknya tanpa melihat Em yang hampir tersedak, Javas kembali melanjutkan makannya.

-tbc-

Hello, Perm [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang