🍎Wedding

1.9K 210 12
                                    

Hamparan taman luas dengan banyak bunga-bunga senada berwarna putih, karpet putih terbentang panjang, taman Kamchka yang biasanya terlihat sepi kini ramai dan di dekor sedemikian rupa hingga terlihat sangat cantik.

Pelaminan dengan latar Pegunungan Ural Barat dan Sungai Kama menambah kesan romantis, pernikahan hari ini terkesan sederhana dengan tema putih dan coklat, ada beberapa ornamen kayu dan lukisan-lukisan alam dan abstrak, foto-foto Emilly yang diambil diam-diam oleh Javas.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, mereka tidak mengadakan pernikahan yang mewah dan besar, hanya ada beberapa rekan kerja dan sahabat Javas yang menetap di Perm. Walaupun persiapan pernikahan hari ini cukup singkat namun penjagaan lebih diperketat dan berlapis, Javas tidak ingin mengulang kesalahan yang lalu, jika batal menikah satu kali masih bisa ditoleransi, namun jika untuk kedua kalinya gagal? Bukankah itu pertanda dari Tuhan jika keduanya tidak berjodoh? Javas tidak ingin, Javas adalah Jodoh Emilly, ia yakin dan mengharuskan.

04 Mei xx, tanggal yang akan selalu Javas dan Emilly ingat hingga mereka menua, tanggal dimana Javas resmi menjadikan Emilly sebagai istrinya.

Untuk mendapatkan izin pernikahan kali ini cukup sulit mengingat keduanya pernah batal menikah dalam waktu kurang dari dua bulan dan mereka bukan penduduk asli Perm, Rusia melaikan pendatang dari Indonesia, perbedaan kultur dan agama juga mempersulit keduanya, karena penduduk Perm menikah di Gereja dan disini tidak ada penghulu, dengan kekuasaan Javas, ia berhasil menerbangkan penghulu dan saksi-saksi dari Indonesia. Dengan uang dan kekuasaan, semua jauh lebih mudah.

Jo mendarat di Rusia kemarin malam untuk menghadiri pernikahan Emilly dan Javas, Jo bahkan belum tidur, kemarin ia terpaksa melakukan meeting di pesawat yang menerbangkannya ke Perm, bahkan Emilly memarahinya karena terlihat sangat kelelahan dan sedikit kurus, tetap tampan namun sedikit berkurang kadar tampannya.

"Berapa jumlah pengawal hari ini?" Jo memutar arlojinya yang terlihat berkilau.

"1.000 pengawal, 300 pengawal samaran, 35 penembak jitu." Memang seketat itu pengamanan acara pernikahan hari ini, semua di bawah kendali Javas Naja Parviz.

Jo mengangguk, "Ada orangku kira-kira 70 orang," Jo menghela nafas, "Akhirnya hari ini tiba."

"Hm, Terima Kasih karena berbaik hati mengizinkan saya menikahi Lilly."

"Sure, jika kamu menyakitinya maka saya akan mengambilnya tanpa persetujuan kamu, ini bukan sekedar bualan, kamu kenal saya bukan, Javas?" Aura intimidasi dan dominan melekat pada Jo membuat Javas mengangguk,

"Tentu, kamu bisa penggal kepalaku jika Emilly merasa tidak bahagia."

"Tuan, semua sudah siap." Januari Langgara, tangan kanan Javas. Januari baru berusia 20 tahun namun sangat disiplin dalam pekerjaan dan mempunyai perawakan tegap dan tinggi, kemampuannya tidak perlu lagi diragukan.

"Terima Kasih, Ja." Javas tersenyum kecil, Januari pamit untuk keluar ruangan, memastikan acara hari ini berjalan dengan lancar dan aman.

"Saya ke Emilly." Jo berjalan menjauh untuk melihat Emilly, ah membayangkan adiknya pasti sangat cantik dengan gaun pernikahan.

-Hello, Perm-

"Adiknya Abang yang cantik." Jo menatap Emilly dengan tatapan haru, hari ini tugasnya menjaga Emilly berpindah setengah pada Javas, tidak sepenuhnya karena Jo akan selamanya menjaga Emilly.

"Abang, Em cantik?"

Jo mengangguk cepat, "Cantik sekali, bidadari kayangan turun dari langit." Jo terkekeh, Emilly tampak gugup dan gelisah.

"Em takut... Apa hari ini akan aman?" Jo menangkap tatapan ketakutan, wajar Emilly takut, peristiwa mencekam itu terjadi di hadapannya.

"Semua aman, Abang pastiin hari ini kamu jadi istri Javas, menjadi nyonya Parviz, are you happy, Emilly?"

"Sangat, dulu waktu Em menikah dengan Kala, hanya ada hampa, bahkan tidak ada gaun dan bunga-bunga yang cantik." Ingatan Emilly melayang jauh pada peristiwa beberapa tahun lalu, sangat jauh berbeda dengan hari ini. Menurut Emilly, ini seperti pernikahan pertamanya.

"Jangan sedih, Javas akan Ijab Kabul sebentar lagi. Nanti kamu harus jadi istri yang baik ya? Kalau Javas jahat, laporkan sama Abang. Satu lagi, gadis kecil itu... Apa kamu akan merawatnya?"

"Ona? Elona?" Emilly sebenarnya paham, namun ia sengaja memancing Jo menyebutkan nama anaknya.

"Hm iya dia, Elona." Dengan suara yang memelan, namun masih terdengar jelas untuk Emilly, ia tersenyum kecil, akhirnya untuk pertama kali Jo menyebut nama anaknya.

"Tentu, Javas mencintai Ona seperti anaknya sendiri, Abang juga anggap Ona keluarga kan?"

"Hm," Jo menjawab dengan pelan, matanya melirik apapun untuk menghindari tatapan maut Emilly, bukan Jo tidak bisa menerima Ona, hanya belum waktunya, kapan? Jo juga belum tahu, lihat saja nanti.

"Hih, Abang yang bikin Ona hadir di dunia, jangan benci anak aku!"

Jo mengangguk pasrah, "Terserah."

"SAH"

"SAH"

Emilly memeluk Jo dengan air mata yang menetes, beberapa detik lalu ia resmi menjadi istri sah Javas, statusnya kini berubah menjadi istri, ya Tuhan, semoga ini adalah awal kebahagiaan.

"Selamat sayang, jangan menangis. Make up kamu luntur, sekarang ke luar yuk? Suami kamu pasti nungguin." Jo mengecup dahi Emilly berkali-kali, setelah ini Jo pasti sulit mengecup Emilly, Kan?

"Pegang tangan Abang, Abang nggak akan biarin kamu jatuh."

Em mengangguk, ia mengeratkan pegangannya pada tangan kokoh Jo, "Em sayang Abang, Abang tetap menjadi cinta Em."

"Love you more, Em."

-Hello, Perm-

"Kamu sangat cantik." Javas menatap penuh damba pada Emilly, ia masih berpikir kalau ini adalah mimpi, ah jika mimpi ia tidak ingin segera bangun.

"Makasih, aku jadi malu." Em menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, mereka berdua duduk di bangku taman, memandang Sungai Kama yang bersih dan sunset yang mulai tenggelam di Ural.

"Ini seperti mimpi, wanita yang aku perjuangkan kini menjadi istri aku, Lilly, terima kasih karena mau hidup bersamaku."

"Aku yang harusnya berterima kasih, karena kamu mau menerima masa lalu dan anaku, Elona."

"Ck, dia anaku juga! Aku pernah berbuat kesalahan fatal, namun kamu dengan besar hati memberikan maaf, kamu bidadari, Lilly."

"Jangan kecewakan aku ya? Jangan pernah meninggalkan aku, karena trauma tentang pernikahan masih tinggal walaupun sedikit."

Javas mencium punggung tangan Emilly, "Tentu, kamu adalah nafasku, bagaimana mungkin aku meninggalkan kamu?"

"Ya---"

"Dadaa!! Mammm!!" Ona berlarian menghampiri mereka, sepertinya Ona baru bangun tidur karena ada ceplakan bantal di wajahnya.

"Sini sayang.."

Ona mengangguk, "Yangg mam and dada,"

Javas dan Emilly memeluk Ona, gadis kecil itu tertawa riang, "Love," Ona mencium pipi Emilly dan Javas bergantian, walaupun ia belum mengerti namun jika sekitarnya merasa bahagia, Ona pun merasakan hal yang sama, bahagia.

"Daddy sayang Ona." Javas mencium puncak kepala Ona dengan sayang, lalu matanya beralih pada bibir ranum Emilly, dengan cepat ia meraih tengkuk Emilly,

Cup

"Dan mencintaimu, Mama."

-tbc-

Hello, Perm [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang