"Mam? Papa?"
Sepertinya hari ini Ona merindukan Kala, satu hari ini Ona bahkan sangat cengeng, sedikit-sedikit menangis dan merengek, bahkan Ona selalu minta digendong oleh Emilly atau Diana, Ona bahkan terus menyebut kata "Papaapa" kata Diana artinya Ona sangat merindukan Kala, kejadian ini pernah terjadi saat Kala sibuk mengurus bisnis dan meninggalkan Ona satu minggu, namun saat itu Diana bergerak cepat untuk melakukan panggilan video dan berhasil, Ona kembali tenang seperti biasa.
Lalu bagaimana untuk saat ini? Kala tidak mungkin bisa melakukan panggilan video, Papanya Ona telah pergi, keluarganya semua pergi, Ona sendirian namun Emilly berjanji menjaga Ona.
"Ibu ada video Bapak? Bagaimana kita putar video Bapak, siapa tahu Ona akan lebih tenang." Saran Diana, Diana merasakan sedih juga karena anak sekecil Ona harus kehilangan Papa dan Mommynya.
"Ah ide bagus, aku sempat video Kala waktu dia lagi bekerja, sebentar, aku cek email dulu, sepertinya aku simpan di email." Emilly menyerahkan Ona pada Diana.
"Baik Bu."
-Hello, Perm-
Emilly menghela nafas, kepalanya berdenyut karena ternyata video itu tidak tersimpan di email, sekarang harus bagaimana lagi? Ona memburuk, badannya panas dan terus menerus memanggil Papanya, ya Tuhan, Emilly harus bagaimana kali ini?
"Lilly, kenapa kamu?"
Emilly mendongkak, Javas sepertinya baru pulang kantor karena tampilannya masih formal, "Hm? Nggak apa, kamu ngapain disini?"
Javas mengambil posisi disebelah Emilly, memegang tangan kecil Emilly, "Ona rewel ya? Tadi aku ketemu Diana di depan."
Emilly mengangguk, "Rindu Kala, jadi nangis terus seharian, kasihan Ona.., aku nggak tahu harus bagaimana, dia aku gendong terus berontak, kata Diana cuma Kala yang bisa membuatnya berhenti menangis."
Javas mengangguk, pantas Lillynya terlihat sedih, ternyata Ona penyebabnya, gadis kecil itu selalu mendapatkan perhatian Emilly seratus persen, apakah Javas harus membunuh gadis itu? Hm, tidak. Javas tidak sejahat itu.
"Kita lihat Ona, kamu semangat dong, kamu kan Mamanya sekarang, jadi Ona harus berhasil kamu tangani."
"Baiklah, aku semangat." Perkataan Emilly berbanding dengan gerakannya yang terlihat lesu dan lemas, Javas tergelak, lucu sekali Emilly.
"Kamu jangan lemes gini, nenangin anak masa nggak bisa? Ayo aku bantu."
Emilly pasrah saat tangannya ditarik keluar, saat ini Emilly juga ikut sedih karena kembali mengingat Kala, bukan karena rasa tidak terima melainkan rasa sedih Ona harus merasakan pilu sejak dini.
"Elona?" Javas tersenyum melihat Ona yang masih merengek dipelukan Diana.
"Ngg?" Jawab Ona, Emilly terkekeh geli, Javas tersenyum lembut menatap Ona.
"Gendong, Yuk? Kita beli mainan, mau?"
Ona tampak tergiur, tangannya terbuka lebar meminta Javas menggendong dan memeluknya, namun isakan pelan masih terdengar,
"Jangan nangis lagi ya? Nanti nggak cantik." Javas mencium puncak kepala Ona dan terus menggendongnya.
"Ngg? Dadadadada?"
Javas terkekeh, "Yes, Dada dan Daddy sama, jadi bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan?"
"Yachhh!! Lan lan lan..."
Emilly terus memperhatikan keduanya hingga Javas dan Ona hilang dari penglihatannya karena mereka menuju ruang tamu, dalam hati Emilly bersyukur Javas menerima anak itu, hatinya menghangat karena perlakuan manis Javas, mungkinkah nanti jika mereka memiliki anak Javas semanis itu? Mungkinkah rasa sayang Javas terhadap Ona akan berkurang karena memiliki anak kandung?
-Hello, Perm-
Mereka terlihat seperti keluarga bahagia, Ona berada di tengah menggenggam tangan Javas dan Emilly, ketiganya bahkan beberapa kali mendapat tatapan kagum dari pengunjung mall.
Ona yang sejak pagi merengek pun kini tersenyum ceria seakan kesedihannya meluap bersama angin, Emilly bersyukur karena Ona melupakan rasa sedihnya, berterima kasih pada Javas karena turut andil untuk membahagiakan Ona.
"Kita makan dulu, aku lapar."
Emilly mengangguk, "Okey, Ona juga belum makan dari pagi, pasti dia lapar juga."
"Baiklah, kita makan masakan Indonesia bagaimana? Aku ingi, ada restaurant Indonesia di dekat pintu barat 3."
"Aku juga rindu masakan Indonesia."
"Dadada? Dongggggg.." Ona menjulurkan tangannya meminta di gendong, dengan senang hati Javas mengangkat tubuh kecil Ona, senyumnya mengembang karena Ona mencium pipi Javas.
"Aku ke toilet, kamu duluan aja ya sama Ona?" Emilly berkata dengan gelisah, tiba-tiba ia ingin segera ke Toilet.
"Kamu bisa hubungi aku kalau kamu nggak tahu tempatnya, Okey?"
Emilly mengangguk, "Okey, aku bisa tanya. Apa nama restaurantnya?"
"Neraya Restaurant."
"Okey."
-Hello, Perm-
Bruk
Emilly terjatuh karena berjalan tanpa melihat arah, badannya cukup sakit karena marmer Mal yang keras, ingin marah namun ini adalah kesalahan Emilly yang tidak lihat jalan, dengan gerakan perlahan Emilly mendongkak untuk melihat siapa yang ia tabrak, jika dilihat sepertinya pria karena sepatunya besar dan tubuhnya keras dan tegap.
Mata Emilly melebar, bahkan jantungnya ikut berdebar saat manik matanya menatap pria yang ia tabrak, apakah ini mimpi? Mengapa terasa sangat nyata?
"Kala? Benarkah itu kamu?"
-tbc-
Aku mau kasih target untuk buka chapter selanjutnya, 400 vote dan 50 komen bisa nggak ya?
Jumlah pembaca dan vote sangat berbeda jauh, aku nggak masalah sebenarnya, tapi aku targetin karena kebetulan juga ada urusan dan aku yakin kalau pasti lama mencapai targetnya hehe><
Sehat-sehat semuanya❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Perm [END]
Chick-Lit[Sequel Ruang Rindu] / REVISI BERJALAN Perm. Sebuah Kota yang terletak di tepi sungai Kama, di kaki Pegunungan Ural. Kota dengan jumlah penduduk yang cukup padat di Negeri Beruang Putih. Pertemuan tidak sengaja membuat Emilly Vathya kembali dihada...