Chapter 22

564 44 4
                                    

CHAPTER DUA PULUH DUA

Ally terus menggerakkan kakinya. Dua menit, tiga menit, lima menit akhirnya ia bergerak untuk mencatat pesanan mereka dan kembali untuk membawakan minuman yang mereka inginkan. Ally tersenyum tipis dengan aura hangat kemudian mengedarkan pandangan ke klub tersebut. Sejauh ini tidak ada tanda-tanda kehadiran Dante, Ally jadi merasa bodoh karena kalut tanpa alasan. Kalau pun Dante memang muncul, Ally sudah bertekad akan menyibukkan diri.

Aku perempuan yang sudah menikah bahkan sudah memiliki anak. Apakah dia tidak menebak kemungkinan seperti itu?

Ally menggeleng cepat dengan malu. Apa coba yang dipikirkannya? Tentu saja Dante hanya ingin bermain-main dengannya dan meskipun Tuan Erico sudah mengatakan Dante "tertarik" kepadanya, itu bukan hal besar. Dante dapat tertarik dengan Ally bahkan lusinan perempuan di sini.

"Kau di sini."

Ally tersentak hebat dan menoleh. Sepasang matanya membulat. "Ka—kau?"

Dante tersenyum tipis dan memandangi Ally dengan lekat. Malam ini dia mengenakan jas berwarna biru gelap dengan rambutnya disisir menawan. Ah ya, jangan lupakan dengan senyumannya yang tertarik naik, membuat wajahnya kian tampan. "Kau menungguku?"

"Ti—tidak. Maaf, Tuan, aku sibuk."

"Apakah kita tidak bisa mengobrol?"

"Tentang apa? Aku sedang bekerja," katanya cepat.

"Jadi selepas bekerja kau ada waktu?" celetuk Dante santai kemudian melipat bibirnya penuh perhitungan. "Bagaimana kalau di tempatku? Setuju?" Bahkan pria itu tidak nampak gugup atau apapun. "Apakah kau mau?"

Ally menundukkan wajahnya dalam. "Tuan, kau mungkin belum tahu tapi .. tapi aku sudah menikah dan memiliki anak. Entah apapun hubungan ini, aku tidak bisa. Aku tidak mungkin bersamamu jadi permisi." Sesaat Ally hendak berlalu, Dante cepat menangkap tangan Ally.

"Jadi di mana brengsek itu?"

"Hah?"

Dante mendekatkan tubuh mereka kemudian dengan tangan lain mendongakkan dagu Ally. Matanya nampak lebih gelap daripada yang Ally ingat apalagi dengan rahang yang terkatup tegas. "Di mana dia sampai membiarkanku bekerja sampai selarut ini? Apakah dia bajingan tidk bertanggung jawab? Mengapa dia membiarkanmu kelelahan di sini? Apakah .."

Ally berusaha mendorong tubuh Dante. Apalagi ada perasaan ganjil waktu tubuh mereka berhimpitan layaknya tadi. "Ma—maaf, itu bukan urusanmu."

"Kalian sedang dalam hubungan tidak bagus ya?"

"Itu bukan urusanmu, Tuan," sahut wanita itu. Ally mendadak mendengar namanya dipanggil jadi dia pun terburu-buru pamit dari hadapan Dante. Apalagi dengan suasana yang makin tidak nyaman itu, Ally bergegas undur diri.

.

.

"Apakah Alexis belum pulang juga? Kau tampak kacau, Bung," ceracau satu pria di sebelah Dante. Setelah mendapatkan ruang privat mereka, ada sekitar empat gadis yang menemani mereka dan menuangkan minuman. Mereka sangat terlatih dan gemar menggoda tapi Dante menarik diri lantas lebih nyaman menyesap minuman di pojok ruangan, tidak terjangkau.

"Hm, bukan itu."

"Tapi kau selalu seperti ini jika Alexis jauh. Coba hubungi dia dan desak dia untuk segera pulang." Pria itu mengusap jahil dagu gadis penghiburnya kemudian melirik Dante.

"Aku tahu dia sibuk dan aku tidak akan melakukannya."

"Dan apa masalahnya?"

Dante mengerang. Apa ya masalahnya? Tadi suasana hatinya sangat bagus bahkan cenderung begitu bahagia sewaktu dia bersiap di penthousenya untuk datang kemari. Bahkan dia mau repot untuk mandi, memilih jas terbaik dan mematut dirinya di depan cermin agar terlihat tampan. "Aku .. tidak tahu." Boom! Setelah berbicara dengan wanita itu dan mendengar langsung pernyataannya soal dia sudah menikah dan punya anak, Dante langsung kalut.

Tentu saja dia tidak akan berkencan dengan istri orang!

Dante lebih khawatir dengan wanita itu karena dia nampak bekerja sangat keras di sini padahal dia punya keluarga dan juga seorang anak. Dante tidak pernah tahu ada perempuan yang bisa sefleksibel itu. Jadi apa motivasinya? Uang? Anaknya? Dante mengusap dagunya. "Aku sedang tertarik dengan seseorang."

"Oh ya? Astaga? Kau mau berseling.."

"Tutup mulutmu," tukasnya kasar. "Ini bukan urusanmu." Itu bukan urusanmu, Tuan. Mendadak suara wanita tadi terputar lagi bagaikan kaset usang di kepalanya. Bukan urusanmu. Bukan urusanmu. Dante mengepalkan tangannya. Mengapa Erico merekrut sosok itu di sini hingga Dante bisa terus melihatnya? Bagian yang mengesalkan adalah Dante tetap bertemu sosok itu tapi tidak ada apa-apa di tengah mereka karena Dante tidak mampu meraihnya.

.

.

"Mom?"

"Apakah kau akan keluyuran terus menerus? Aku sudah dengar soal Esme yang pindah bersamamu karena katanya kau ada pekerjaan di luar. Jadi katakan kepadaku apakah Jared yang menyuruhmu demikian? Apakah kalian tidak dapat membicarakannya?" Mom Ally terus menyerocos, menghalau angin dingin yang ada di sekitar Ally apalagi seusai mendapatkan bayaran shift malam ini, Ally masih harus sabar menunggu taksi yang lewat.

"Bukan begitu, Mom. Aku hanya mencari tambahan uang saja apalagi Luca masih dalam tahap pemulihan," jawabnya. "Mengapa kau belum tidur? Apakah punggungmu sakit lagi? Kau belum meminum obatnya lagi ya?"

"Jangan mengalihkan topik pembicaraan, Alicia. Katakan kepadaku yang sejujurnya. Apakah ada masalah antara kau dan Jared?"

"Hm, ini bukan hal baru. Kau tahu sendiri.."

"Apakah aku harus datang? Luca sudah membaik kan? Aku akan masak untuk kalian dan membelikan Luca pakaian hangat serta selimut. Kapan kau ada waktu?"

"Mom, ini tidak perlu." Ally pun melihat satu taksi melintas. Sesaat ia hendak menghentikan, satu sosok menjulang sudah muncul lagi di sebelahnya. Sejenak, ia kehilangan kata-kata tapi Mom Ally sudah berbicara di sana. "Aku ..aku akan naik taksi dahulu, nanti aku hubungi lagi, oke?" Setelahnya, ia mengantongi ponselnya dan menatap lurus sosok itu. "Tuan."

"Kau akan pulang?"

"Hm."

"Aku akan mengantarkanmu," jawab Dante. "Tunggu di sini, oke? Mobilku ada di sana." Dante hendak bergegas namun Ally menahannya.

"Aku sudah memberitahumu yang sebenarnya. Apakah kau tidak paham juga?" Ally tidak habis pikir bagaimana pria ini begitu keras kepala. Allu mengatupkan rahangnya tegang. "Aku tidak bisa bersamamu."

"Itu bukan masalah. Aku hanya ingin berteman denganmu."

"Tetap saja.."

Dante berdiri tepat di hadapan Ally. Karena tubuhnya yang lumayan tinggi sedangkan Ally hanya sebatas depan dadanya, mau tidak mau Dante harus menunduk. "Aku tidak berniat jahat atau apapun. Tidak perlu khawatir."

"Bagaimana bisa begitu? Kau tahu, aku juga bukan perempuan gampangan."

"Tidak ada yang menyebutmu perempuan gampangan, aku sangat tulus."

[]

Breaking White (2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang