Chapter 29

370 47 3
                                    

CHAPTER DUA PULUH SEMBILAN

"Kita sudah berakhir, Alexis." Suara Dante terdengar bulat. Dante cepat memandang sosok perempuan yang tadi tidak pernah disangka akan berhadapan langsung. Empat mata dengannya. "Kau tahu itu."

"Apa maksudmu?"Alexis cepat menangkap pergelangan tangan Dante, namun pria itu sudah melewatinya dan memanggil seseorang bernama Rachel. "Dante!"

"Aku akan bicara denganmu nanti."

Setelahnya, Alexis hanya dapat terperangah. Dengan wajah masih lengket karena tergesa-gesa kemari, kemudian menemui sang kekasih. Apa ini yang didapatkan? Alexis melebarkan matanya, terlalu syok. "Pria itu.." Kata-katanya terdengar seperti desisan tajam, sedangkan beberapa pegawai lain memperhatikan Alexis yang terlihat kesal di dekat lift mereka.

Akhirnya, mau tak mau, gadis itu berbalik lalu mulai menekan kembali lift. Apa maksudnya semua ini? Dante resmi mengabaikanku? Dengan mudahnya?! Alexis tertohok di dada. Belum pernah ada pria yang sampai berani mengabakannya apalagi menyingkirkannya! Dengan sikap searogan itu padahal mereka sudah berbagi begitu banyak kenangan indah?! Dante membuangnya?!

.

.

Ally memperhatikan deretan lilin-lilin cantik di atas meja kaca. Dari tadi, Ally bertanya-tanya apakah memang restoran ini sengaja menciptakan atmoster romantis yang kental, sampai dirinya tersenyum. Atau.. ini murni perasaannya saja? Ally bahkan terpukau dengan pelayan-pelayan menakjubkan dalam tuksedo dan menawarkannya minuman dengan logat sopan. Ally merasa perbedaan antara bar, kelab dan restoran mahal terasa mencolok.

Ally mengatur napas seraya menunggu dengan tenang. Ada kursi dan meja yang direservasi khusus oleh Dante untuknya malam ini. Katanya, pria itu rindu dan ingin menemuinya sekaligus menanyakan progres dari perceraian. Well, secara singkat dan terbuka, Ally bisa bilang dia cukup puas. Sejauh ini, semuanya berjalan bagus. Semoga semuanya bertahan sampai akhir.

"Jadi kau.."

Ally langsung bangkit dan terperajat. "Maaf?" Belum sempat Ally berucap apa pun, sosok itu sudah menuangkan satu gelas sampanye untuh ke depan pakaiannya. "Nona."

"Jadi kau yang sekarang bersama Dante? BEGITU?" pekiknya. Bahkan dia belum mau repot-repot mengenalkan diri dan langsung saja mengguyur Ally seolah Ally adalah ikan segar yang butuh air. Alexis mendecih kesal. "Apalah kau pikir kau cukup cantik?"

"Maaf, Nona, kurasa Anda salah paham.." Wajah Ally memanas kala beberapa pengunjung yang baru datang turut memperhatikan. "Ini tidak benar."

"Yah! Dan sialan, jangan dekati Danteku!"

"Apa?"

Alexis sudah menyipitkan matanya sengit, lalu mulai melipat tangan di depan dada. "Kau bahkan tidak sebanding denganku. Kupikir, dengan aku kembali, aku akan dapatkan Dante lagi. Tapi apa? Dia lari dariku untuk bersamamu?" Pandangan Alexis nampak merendahkan kala menilai penampilan Ally dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bahkan Alexis mendengus kasar. "Kau bahkan.. tidak menarik."

"Nona! Anda keterlaluan!" pekik Ally. "Saya bahkan tidak mengerti apa yang Anda bicarakan dan bisa-bisanya Anda bersikap kurang ajar!"

"Jauhi Danteku sialan!"

Belum sempat Ally mundur, Alexis sudah menggapai rambut Ally. Tidak mau kalah dan meras terhina, Ally balas menarik rambut panjang Alexis tidak kalah keras. Kegaduhan itu menyebar cepat bagaikan api, dengan beberapa pelayan ikut dan berusaha susah payah melerai mereka. Ally terbatuk keras, menenang kaki Alexis karena cengkereman teramat kuat dan cakaran di bahu dan wajah, sedangkan Alexis tidak kunjung mengendorkan cakarannya, membiarkan kuku-kuku tajam nan terpolosnya menekan kulit Ally dengan brutal.

.

.

Stella menyingkirkan tisu terakhir, merasa bodoh karena semalaman suntuk ini justru mendapatkan telepon dari polisi. "Apa maksudmu? Bertengkar dengan ibu-ibu?!"

Alexis mendengus, kemudian melemparkan pakaiannya ke udara. "Sialan! Aku bahkan.." Alexis mengerang kala Stella berusaha mengobati sisi wajahnya. "Aku tidak akan tinggal diam."

"Serius, apakah Dante itu buta? Dia memilih wanita itu?"

Alexis meneguk ludah dengan dalam. Kejadian tiga jam tadi bagaikan film paling absurd dalam kehidupan Alexis yang seindah broadway. Sekarang, dia harus menanggung malu karena nama dan wajahnya sudah tersebar di internet karena perkelahian sengit tersebut.

"Aku rasa dia sinting."

Stella mengangguk-angguk bagaikan ayam mengantuk.

Bahkan Dante tidak melihatnya lagi, justru menarik wanita bernama Alicia itu untuk segera pergi sebelum polisi hendak menarik mereka karena sudah membuat keributan besar di tengah restoran ramai. Alexis tidak habis pikir betapa mudahnya Dante mengacuhkannya seolah.. tahun demi tahun mereka.

"Aku tidak akan berhenti."

Stella mengangguk lagi. "Yah, memang. Kalau perlu, Dante itu yang kau tendang juga! Sialan sekali pria itu, brengsek," umpatnya. Apalagi melihat satu sahabatnya, yang kedatangannya harus disambut suka cita justru berakhir tragedi. "Kau tahu apa? Aku akan cari informasi tentang wanita terkutuk itu dan kita akan cari cara untuk menyingkirkannya."

"Kau mau?"

"Kau pikir aku ini akan diam saja setelah melihatmu terluka separah ini?! Lexis, dia akan menyesal telah membuat gara-gara denganmu."

Alexis mencebik. "Yah, seharusnya begitu." Ketika dia mulai bangkit, masih setengah terhuyung, Alexis cepat mengerang marah. Apa-apaan aku ini.. bisa-bisanya sekacau ini karena Dante. Namun, bagaimanapun, hati Alexis sakit. Niatnya pulang ke Boston adalah demi membayar rindunya dengan Dante, membina kisah mereka yang sempat terhalang karena jarak, dan sekarang.. berakhir mengenaskan.

Sementara itu di tempat lain, Dante memandang lurus Ally yang tengah terdiam di kursi penumpang mobil. Dari panggilan Rachel, Dante baru tahu kalau Alexis sengaja mereservasi restoran atas nama dirinya dan juga meminta Ally untuk datang. Entah bagaimana, Ally pun menganggap itu adalah Dante, padahal jelas, mereka tidak seharusnya berada di sana apalagi dengan persidangan Ally menjadi fokus utama, bukan?

"Kau .. merasa sakit? Kita bisa mampir ke rumah sakit dahulu."

"Siapa dia? Kekasihmu?" pekik Ally. Air matanya kembali tumpah, tanpa bisa dicegah. Dibanding sakit, Ally merasa syok bukan main. "Jadi, aku ini... kekasih gelapmu? Begitu?"

Apa bedanya aku dengan Veronica?

Ally ingin menyumpahi wajah Dante. Pria bajingan dengan wajah tampan. "Mengapa kau menyembunyikan dariku? Aku merasa ... sialan, aku merasa rendah sekarang karena bisa-bisanya berkencan dengan pria milik orang lain, Dante," katanya kemudian meringis. "Apakah kau tidak pernah memahamiku?"

[]

Breaking White (2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang