CHAPTER TUJUH BELAS
Veronica menyesap wine pelan. Ekor matanya tidak henti terarah ke pintu. Selama itu, dengan perasaan agak jengkel, Veronica tetap tidak menemukan tanda-tanda Jared akan muncul. Sudah hampir berjam-jam dia menanti sabar, pria tersebut tetap tidak menunjukkan batang hidungnya. Lusa nanti, Veronica akan berangkat ke Santorini untuk melihat penginapan baru ayahnya yang dibangun di sepanjang kaldera dan juga Oia. Jared tentu saja harus ikut bersamanya dan mengawalnya. Bukankah itu pekerjaan Jared? Mengapa pria itu terus harus diingatkan? Veronica tidak paham.
"Nona, anak Tuan Hampton masuk rumah sakit. Kami sudah memastikannya," lapor pengawal lain bersetelan hitam. Sekarang dia berdiri dengan sikap agak membungkuk di depan Veronica.
"Sungguh?" Veronica meringis. "Sakit?"
"Yah, mendadak. Dia bahkan belum genap dua tahun."
Veronica mengangguk dengan tatapan sengit. Jadi begitu. Sejenak dia pun meraih ponselnya dan menempelkan di telinga. "Tolong lacak di mana rumah sakit anak Jared, dan pastikan seluruh biaya rumah sakitnya dibayarkan atas namaku. Aku mau semuanya beres hari ini. Oke." Apa aku harus datang? Veronica pun paham. Jadi mungkin saja Jared sedang berada di sana dan mungkin sekali pria itu tidak tega meninggalkan putranya yang tengah berada di rumah sakit. Veronica bisa saja meluncur pergi sekarang, tapi bagaimana dengan Alicia? Cih, Veronica tidak habis pikir kalau mereka harus bertemu tatap dengan atmosfer tegang di rumah sakit. Catat, Veronica juga benci rumah sakit.
Wanita itu meneguk habis wine-nya. Toleransinya akan alkohol makin tinggi akhir-akhir ini dan karenanya, sulit untuknya mabuk. Veronica akan mencari anggur terbaik di Oia tapi urusah di sini saja masih menggajal.
"Nona, apakah kau akan menjenguknya?"
"Apakah harus?" Ia menaikkan dagunya, agak angkuh. "Aku harus datang, hm?" Datang saja mudah. Muncul di sana mudah. Berhadapan dengan dua sosok itu di satu waktu yang akan menjadi masalah. Veronica sih tidak masalah jika Jared menolaknya tapi jika Alicia nampak ingin meneriaki bahkan melemparinya dengan barang, jelas itu akan memancing perhatian banyak orang. Veronica tidak masalah dengan cap "Wanita Perebut Suami Orang" sungguh, menurutnya itu hanya akal-akalan publik saja agar ada pihak yang disalahkan padahal sang suami sendiri juga turut berdosa, bukan? Oke, Veronica jadi mirip pastor yang pernah bertemu dengannya waktu kecil.
Hanya saja, yah, Veronica hanya ingin membantu dan yah, dia juga ingin memantau bagaimana keadaan bayi mungil tersebut.
.
.
Esme yang ganti berjaga sedangkan Ally bergegas pulang untuk mengepak pakaiannya dan juga pakaian Luca. Tidak sampai situ, dia pun butuh mandi dan juga menyiapkan bekal untuk dibawa ke rumah sakit. Karena hatinya sehancur itu, Ally butuh sesuatu untuk dilakukan dan jelas marah-marah dengan Jared hanya akan menyusahkan diri sendiri. Jadi setibanya di rumah, dia masuk, menutup pintu dan berjalan cepat ke kamar. Dari dalam lemari, Ally mengeluarkan tas besar untuk diisi beberapa potong pakaian, selimut tambahan dan jaket kesukaan Luca. Hatinya teremas lagi, dengan air matanya ikut terjun bebas.
Bayiku.
Ally tidak sanggup membayangkan apapun jika hal buruk menimpa Luca. Astaga, dia bahkan masih begitu kecil! Ally ingin meninju apapun di sekitarnya, hanya saja, dia harus tetap waras. Sehat. Karena dengan itu, dia bisa berjaga dan terus memantau buah hatinya. Lagipula, Ally tidak mau terlihat menyedihkan di hadapan suaminya.
Kalian tahu? Ally sudah hampir memikirkannya; kemungkinan ketika ia dan Jared berpisah. Masalahnya adalah ini tidak bisa dimaafkan, betapa Jared dengan berapi-api menyalahkannya sedangkan Ally tahu kebusukan yang suaminya itu lakukan dengan Veronica. Ally tidak sebodoh bahkan senaif itu untuk lantas berlapang dada atau mengatakan bahwa dia hanya salah sangka. Ini betulan. Jared dan Veronica punya hubungan di luar pekerjaan. Ally terus merasa hatinya menggelagak dalam amarah tidak tertahankan, bahkan hampir menghanguskan batinnya sendiri.
Bisa-bisanya. Bajingan itu. Ally sudah mengorbankan banyak hal demi keluarga mereka—pergi dari rumah, membangkang kepada kedua orang tuanya, berhenti dari pekerjaan dan memfokuskan diri kepada pernikahan mereka. Bahkan dia tidak peduli dengan ucapan teman-temannya yang mengatakan bahwa Jared tidak cukup baik untuk Ally. Naas, Ally sudah termakan bujuk rayu, memuakkan dari pria itu. Memang, pria itu pintar merayu dan pintar mengelabuinya, Ally sudah paham itu. Semakin hari, keinginan untuk menendang jauh pria itu makin membumbung.
Apa artinya pernikahan kalau aku terus merasa sakit dan hancur?
Ally tidak bisa terus disiksa secara mental maupun perasaan oleh Jared. Bagaikan hewan ternak yang terus dikurung, dicambuk, ditendang, Ally benci terus terperangkap bahkan 'dirantai' dengan pernikahan. Sedangkan dia menangisi Luca, pria itu sudah pergi lagi entah kemana, membuat pertikaian mereka tidak menemukan solusi justru makin melebar dan makin menyesakkan.
"Kau masih akan terus menuduhku?"
"Jared, aku tidak menuduhmu begitu saja! Kau memang seperti itu."
Ally menangis lagi, mengusap air matanya yang terasa asin di atas bibir dan cepat meresleting tas biru itu. Ia pun bangkit menuju kamar mandi, menemukan handuk kering di sana dan segera masuk ke dalam bilik shower. Mungkin dia butuh air dingin agar kepalanya tidak meledak.
.
.
Jared mengembuskan asap tipis. Setelah melarikan diri dari rumah sakit karena Ally yang tidak bisa ditenangkan, Jared pun mampir ke satu kedai dan mulai menyalakan rokoknya. Hanya rokok yang mampu membuat dirinya tenang untuk sejenak. "Sialan."
Jared tidak mampu melukiskannya lagi. Mendengar Luca terbaring di rumah sakit sudah membuat dia sedih bukan main. Selama ini dia terus bekerja siang malam dengan Veronica, berusaha agar keluarga mereka makan dan punya tempat tinggal dan Ally justru memperlakukannya seburuk ini. Jared mengertakkan giginya, menyesap rokoknya dengan asap tipis kembali lolos dari celah bibir.
Sejenak, ponselnya bergetar di meja panjang. "Hallo?"
"Aku berusaha meneleponmu sejak tadi. Di mana kau?"
"Vero?"
"Ckck, kita punya jadwal lusa nanti dan besok juga, aku harus menemui ayahku dan kau jelas harus ikut. Apakah kau sudah tidak berniat bekerja lagi? Kau ... tidak mau bertemu denganku?" desaknya. "Katakan, di mana kau sekaran."
Jared menatap bosan sekitar. Kedai ini tidak banyak pengunjung, lebih persis kedai kosong dengan satu dua orang yang datang, duduk santai dan menyesap cerutu mereka pula. Semua wajah nampak penat, hampir mengutuk kehidupan di bibir dan kepala mereka. "Satu tempat. Aku akan pulang."
"Aku akan ke rumah sakit sekarang."
Jared terkesiap. "Untuk apa? Apa yang terjadi?"
"Putramu. Aku sudah tahu, jangan mengelaknya. Aku hanya akan membantu, aku pikir, ini akan meringankan bebanmu pula. Setelah itu, jemput saja aku."
"Veronica, itu tidak perlu."
"Apakah istrimu di sini? Dia menunggu Luca?"
"Jangan!"
Veronica terkekah di ujung sambungan telepon. "Mengapa? Aku hanya ingin menyapanya. Tidak perlu risau seperti itu, aku tidak akan mengunakapkan hubungan kita secara gamblang. Tenang saja." Jared mengerang keras, kemudian menjawab dengan cepat. Sungguh, ini bisa jadi bencana jika... "Kau tidak perlu takut, Jared. Aku jamin semuanya aman terkendali."
Apa dia sudah hilang akal?
"Tapi, Veronica, kau tidak tahu situasinya bagaimana sekarang. Kurasa ini ide buruk, tetap di sana dan aku yang akan mendatangimu, oke, paham? Tidak perlu bersusah payah—"
"Aku sudah sampai. Dah, baby."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking White (2017)
RomanceJared Hawton sudah menikah dengan Alicia Fritz. Segalanya berjalan baik hingga Jared mendapatkan pekerjaan di Maine untuk menjadi seorang bodyguard. Pada awalnya, mereka pikir hal itu menjadi langkah yang menakjubkan; Jared bisa mendukung kebutuhan...