Chapter 23

520 38 3
                                    

CHAPTER DUA PULUH TIGA

Ally menduga Dante akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Dengan keduanya berada di mobil yang sama, Dante mungkin akan menodong dengan banyak pertanyaan. Nyatanya, Dante lebih tenang daripada siapapun. Bahkan fokusnya hanya ke jalanan, sikap tubuh serius dan juga bibir terkatup rapat. Ally terduduk resah di kursi penumpang, merasa malu karena tadinya dia pikir Dante akan terus mendesaknya bicara.

Setelah Ally memberikan petunjuk soal rumahnya, Dante pun mengarahkan setir dengan mulus sampai mobilnya berhenti, tepat di depan gerbang kediaman Ally. "Sampai," umumnya pelan. Dante melepas sabuk pengaman dan barulah dia menoleh ke wanita itu. "Selamat malam dan semoga kau tidur dengan nyenyak. Oh, secara teknis, ini sudah pagi," katanya dan tersenyum.

"Um, terima kasih untuk tumpangannya."

"Tentu saja," timpalnya pelan. Dante menghela napas kemudian Ally mulai melepas sabuk pengamannya. Ini saja? Tidak ada basa-basi lagi? Ally meringis dengan pemikiran sempirnya. Setelah meraih knop pintu mobil, ia menoleh cepat.

"Kau .. mau mampir? Maksudku, aku akan buatkan kopi atau semacamnya, kalau kau mau."

"Tidak perlu, Nyonya. Terima kasih."

"Oh, oke." Akhirnya Ally pun turun. Ada perasaan kalut yang menggumpal karena rentetan kejadian ini. Bahkan saat dia menatap Dante sekali lagi, sebelum menutup pintu mobil pria itu, Ally merasa hatinya tercubit kecil.

Entah apa artinya, Ally juga belum tahu. Setelah mobil itu pergi dari rumahnya, Ally pun memijat bahunya. Sejenak, ia agak bingung dengan ruang tamu yang masih menyala, apalagi Esme tidak pernah lupa mematikan lampu ruang tamu dan sudah memberikan kunci cadangan untuknya jadi Esme tidak perlu repot-repot bangun dahulu untuk membukakan pintu. Apakah Esme sudah bangun? Atau dia begadang karena tugas? Ally berjalan perlahan ke dekat pintu lantas memasukkan ujung kunci pintu ke lubangnya.

.

.

Jared mengerang kasar. Dipandanginya sang istri yang baru satu langkah masuk ke ruang tengah. Pria itu sudah bangkit dari posisi duduknya di atas sofa. "Ah, jadi ini yang selama ini kau lakukan selama aku tidak ada. Pantas saja kau sangat sombong kepada bosku, Veronica, ternyata ini yang kau lakukan. Apakah pria itu yang memesanmu malam ini? Kalian menghabiskan waktu dengan puas?" tuduhnya bertubi-tubi.

"Apa maksudmu? Mengapa kau di sini?"

Jared mendekat. Dari aura tubuhnya, Ally sudah merinding. "Aku yang harus bertanya, mengapa kau tidak ada di sini di saat Luca membutuhkanmu? Hei, kau pikir kau bisa seenaknya pergi dari rumah, pulang semaunya dan menjajakan tu—"

Plak.

Suara tamparan memecah waktu dini hari. Dengan hawa masih dingin, banyak orang masih bergelung dalam selimut bahkan kabut mimpi, Ally gemetaran hebat dengan tangan masih menggantung di udara. "Jaga ucapanmu! Aku bukan pelacur!"

"Oh ya?"

Ally menggeram pelan, kemudian menatap tajam. "Aku bukan perempuan seperti itu. Asal kau tahu, aku seperti ini karena kau yang tidk bertanggungjawab, Jared!" Setelahnya, Ally hendak melengos melewati pria itu tapi Jared cepat menangkap pergelangan tangan Ally hingga Ally tersentak.

"Dengar, jangan cari-cari alasan. Pekerjaan apa sampai kau baru pulang di waktu ini?"

"Kau selalu berpikiran buruk, huh?"

"Katakan kepadaku! Pekerjaan apa sampai kau baru pulang sekarang!" Suara pria itu kian meninggi, nyaris membuat Ally takut di tempat. Jared meringis, membuang pandangannya seraya tersenyum licik. "Oh, kau menyalahkanku aku seolah aku tidak pernah ada untukmu. Aku bekerja demi kalian, aku juga tengah bertanggung jawab di sini. Jujur saja, ini menyakitkan justru istriku keluyuran di saat aku tengah bertugas ke tempat lain. Jadi, siapa yang sebenarnya brengsek sekarang?"

"Jared!"

"Ally! Kau harusnya tahu posisimu!"

Ally cepat menyentakkan tangan Jared di tangannya. Ia tidak habis pikir pria ini justru muncul, dengan Ally yang masih diliputi lelah dan ia justru berniat memancing kemarahan Ally? Sungguh. "Aku sudah lelah terus bertengkar denganmu jadi aku mohon dengan sangat untuk pergi dari sini."

"Tapi ini rumahku."

"Persetan dengan itu! Cepat pergi saja, sialan!"

"Beraninya kau!"

Kemarahan itu kian memuncak. Ally tersentak hebat waktu tamparan itu sudah melayang di pipi kirinya. Bahkan dia tidak pernah merasa sehancur itu sampai kakinya jadi limbung. Dia jug tidak pernah tahu di rumah ini justru tamparan yang akan menyambutnya. Setelah semalaman suntuk, menahan sakit di betisnya, terus bergerak dari satu meja ke meja lain, disesaki oleh banyak aroma klub dengan alkohol yang menguar, dan inilah balasannya? Ally merasa air matanya mendidih, bibirnya membuka karena terlalu kaget. "Kau.."

Jared bernapas keras, mengepalkan tangannya dan langsung mengetatkan rahangnya. Ia menggeleng kuat kemudian melewati pintu depan dengan bunyi bantingan keras.

.

.

Esme menggembungkan pipi kemudian menggendong Luca yang baru saja terbangun. Pagi tadi terdengar ribut-ribut di ruang tengah tapi Esme tidak berani muncul atau sekadar melangkah ke sana. Jadi dia pindah ke kamar Luca untuk memastikan bayi itu terlelap tenang, kemudian tidur di sana hingga matahari makin naik.

Di ruang makan, Esme masih menggendong Luca yang setengah mengantuk dan sepertinya cukup kehausan. "Kau sudah pulang."

Ally mengusap matanya dan tersenyum lemah. "Yah, bagaimana tidurmu? Kapan kau ke kampus?"

"Hm, hari ini jadwalku hanya jam 11, Ally." Ia pun hendak menyerahkan Luca ke gendongan Ally namun Ally pamit untuk mandi dahulu. Sejauh Esme melihat, Ally rupanya sudah bersih-bersih bahkan area dapu yang sempat dia lupa bersihkan sehabis makan malam dan memanaskan banyak makanan semalam pun sudah bersih tanpa ada piring kotor satu pun.

Dia pasti sangat sedih.

Esme memangku Luca yang masih setia bergelayut bersamanya. Ia mengusap Luca dengan telinganya mendengar suara kucuran air di kamar mandi tidak jauh. Tentu saja Esme tahu yang terjadi sejauh ini antara Ally, kakaknya, dengan kakak iparnya yakni Jared. Meskipun Esme sudah dewasa, tapi dia belum pernah menikah. Dari pengamatannya, urusan semacam ini hanya bisa didiskusikan tanpa adanya intrupsi dari pihak luar termasuk dirinya meskipun ia adik kandung Ally sekalipun. Apapun keputusannya nanti, aku hanya harus mendukung Ally. Esme merunduk, mengecup puncak kepala Luca dengan lembut. Dan aku akan menjaga Luca sebaik mungkin, bocah ini tidak tahu apapun.

[]

Breaking White (2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang