Chapter 40

656 19 1
                                    

CHAPTER EMPAT PULUH

Waktu kejadiannya sekitar tengah malam tadi. Api terlihat pertama kali oleh pemilik toko sebelah, yang menjual bunga serta hiasan rumah. Mereka cepat menghubungi petugas pemadam kebakaran dan menjinakkan api yang makin meluas. Ally bergegas pulang setelah mendapatkan telepo dari Esme mengenai butiknya yang terbakar dengan ganas.

Di tengah riuh suara ambulans dan sirine pemadam kebakaran. Ally menatap nanar bangunan butik yang ambruk karena api tidak mudah dipadamkan, karena sampai pagi hari sekitar jam tujuh, api masih merambati toko sebelah. Dante ikut menemani Ally, seraya mengusap bahu wanita itu.

"Sejauh ini hanya ada lima korban luka, dan satu korban cedera serius. Mereka sudah dibawa ke rumah sakit, dan kami berharap tidak ada korban lain di dalam," lapor satu petugas dan kembali bergabung dengan rekan kerjanya.

Dante memandang Ally, kemudian mendekap tubuh wanita itu dari samping. "Semoga mereka selamat."

"Ya. Aku akan menjenguk mereka setelah ini."

Dante mengangguk. Petugas tambahan dikerahkan agar api berhasil dipadamkan. Udara pengap bercampur kepulan asap yang perih mengenai mata. Ally sempat terbatuk meski mengenakan masker. Petugas lain meminta agar mereka mundur dan tidak dekat-dekat dengan lokasi kebakaran.

Ally belum mau memikirkan berapa tottal kerugian yang dialaminya akibat insiden ini. Tapi, dia lumayan sedih karena bisnisnya bahkan belum sempat diluncurkan, sekarang tidak ada yang tersisa selain puing-puing serta abu pekat. Ally menangis, kemudian mengusap air matanya kasar. Mimpinya. Sekarang, apa yang harus dia lakukan? Ally berusaha terlihat teguh, padahal dia ingin meraung-raung. Bukan hanya uang dan tenaga, tapi waktu pun dia kerahkan semaksimal mungkin demi kelangsungan butiknya. Jangan lupa bantuan dari ibu mertuanya yang tanpa lelah memberikan banyak masukan agar semuanya berjalan lancar. Ally merasa menyesal karena harus pergi ke pesta pernikahan dan bukan menunggu di butik.

"Tidak ada yang mengira akan ada kebakaran, kan," ujar Dante berusaha menenangkan. Dia mendekap bahu istrinya dan mencium kening Ally. "Jangan menyalahkan dirimu. Polisi akan menyelidiki kasus ini, dan menemukan pelakunya."

Ally mengangguk, dan kembali menonton petugas pemadam yang berlarian untuk memandamkan api.

*

*

Di rumah, Ally terlihat lemas sehingga dia ingin istirahat di kamarnya tanpa diganggu. Wajahnya terlihat pucat dengan mata bengkak, jadi Dante menutup pintu dan mendekati James serta Esme yang menanti penjelasan "Belum ada penyelidikan mendalam, tapi polisi berjanji akan mengupas tunts kasus kebakaran ini. Bukan hanya butik Ally, beberapa toko pun ikut terbakar."

"Ini mengerikan." Esme meringis.

James turut mendengarkan Dante yang menjelaskan situasi di sana. Apalagi menjelang siang, orang-orang makin ramai dan penasaran dengan insiden kebakaran di wilayah yang tergolong elit itu. Ada yang berpendapat mungkin korsleting listrik, ada yang berpendapat ada yang sengaja membakar toko tersebut. Ada banyak gosip di sana sini, dan Dante lebih sibuk menenangkan Ally sampai Ally lumayan tenang. Setelah itu, mereka memutuskan untuk pulang karena sejak tiba di sana, mereka sama sekali tidak istirahat atau bahkan berhenti berdiri.

Esme mengecek Luca sesekali. Sejak kemarin, saat Dante dan Ally hadir ke pernikahan Veronica dan Jared, dia ditemani James yang menjaga Luca. Bocah itu masih tidur dengan nyaman sekarang.

"Aku tidak mau berspekulasi, tapi aku harap pelakunya cepat ditangkap."

"Ya, mengerikan jika sampai terjadi hal serupa."

Dante menyuruh mereka sarapan dan kembali ke apartemen. Hari ini dia cuti untuk menjaga Luca karena kebetulan James dan Esme harus ke kampus nanti selepas makan siang. Esme pamit, bersama James mereka keluar rumah dan menaiki mobil mereka. Dante pun menutup pintu dan menghela napas. Dia butuh mandi.

Tiga puluh menit, dia sudah bersih dan menyiapkan makan siang yaitu ayam goreng, kentang, serta salad. Tidak lama, Luca bangun dan langsung minta digendong. Luca lapar sehingga mereka makan ayam bersama, dengan bocah itu meminta dibuatkan puding cokelat. Dante tersenyum dan menurutinya.

"Mommy?" Luca memandang dengan mata lebar. "Di mana Mommy?"

"Dia sedang tidur, kau bermain bersama Daddy saja ya, Nak." Ia mengusap rambut Luca seraya mencium pipi bocah itu. "Nanti kita beli mainan juga." Mata Luca berbinar. Mereka melanjutkan makan siang dan Dante membereskan serta mencuci peralatan makan. Luca terus memekik heboh ingin mainan, jadi Dante cepat mengambil kunci mobil dan mereka keluar bersama. Sudah lama sepertinya dia tidak pergi berdua dengan putranya.

*

*

Pukul tiga sore hari, Ally terbangun karena kepalanya berputar. Dia meneguk segelas air di dekat nakas, yang tertutup dengan rapat. Sepertinya Dante yang menyiapkannya serta ada memo soal Dante yang mengajak jalan Luca. Ally bangkit, kemudian mengganti pakaiannya. Dia masih terlihat kacau, mata bengkak serta bibir kemerahan habis menangis.

Ini akan berlalu.

Ally merapikan seprai, kemudian mengikat rambutnya. Dia keluar dan mendapati ada makanan yang tinggal dipanaskan untuknya. Aneh juga karena sekarang dia sendirian, padahal biasanya rumah ini ramai dan Esme biasanya menyapanya hangat.

Sambil menunggu makanannya yang sekarang dipanaskan di mikrowave, Ally duduk di meja makan dan mengusap wajahnya. Semua dimulai dari nol lagi, dan Ally tidak tahu harus mulai darimana. Seperti memunguti serpihan berantakan dan dia makin kalut karena akan ada banyak yang menanyai bagaimana kelanjutan bisnisnya itu. Ally sudah memesan gaun indah untuk acara grand opening yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Sekarang, dia mungkin akan tetep mengambil gaun itu tapi entah untuk acara apa.

Setelah makanan matang, dia makan dengan tenang, kemudian mengecek ponselnya. Kebakaran itu menjadi berita di wilayahnya, hingga ada laman berita online lokal yang memuat berita tersebut. Ally terus mengecek dan membaca satu per satu. Setahunya, butiknya dilengkapi dengan alat pemadam otomatis dan detektor asap, dan anehnya semua tidak berfungsi dengan benar. Anehnya lagi, terjadi tengah malam di mana seharusnya listrik tidak begitu krusial dipakai di jam-jam tersebut. Ada petugas penjaga pula yang mengecek tiap dua jam sekali. Mungkinkah korsleting listrik?

Ally penuh dengan asumsi. Dia menyuapi dirinya lagi, dan membaca berita tersebut. Butik yang terlihat cantik dan indah langsung lenyap dalam semalam. Ally bahkan tidak dapat berpikir lagi waktu perjalanan pulang menuju butiknya. Segalanya ada di sana. Bahkan rancangan mentah untuk baju-bajunya, semuanya ludes habis. Ally tidak menampik, bahwa ada sepercik rasa curiga bahwa mungkin saja ada yang merencanakan semua ini. Tapi, siapa?

[]

Breaking White (2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang