Chapter 3
"Nothing has left behind except some memories."
***
"Sebenarnya kapan dia pulang, Ally?" Esmeralda membawa beberapa kopernya dari luar. Setelah mendengar kabar bahwa satu minggu belakangan kakaknya tinggal sendiri dan hanya bersama Luca, otomatis gadis berperawakan mungil tersebut datang walaupun jarak antara Washington dan Florida cukup memakan waktu. "Maksudku, apa pekerjaannya sekarang? Sampai dia perlu seperti ini?"
Alicia tersenyum kecut, membantu menarik koper lain. "Dia bekerja di Maine, sebagai bodyguard. Aku dengar majikannya adalah pebisnis kaya raya. Well, kau seharusnya tidak perlu datang, dia sudah berjanji akan pulang hari Senin."
"Benarkah? Dia bekerja dengan pebisnis kaya?" pekik Esmeralda." Jika Mommy dan Daddy dengar—"
Alicia terenyak. "Mommy dan Daddy bahkan tidak mau repot-repot menanyakan kabarku sejauh ini."
"Maafkan aku, maksudku tidak begitu," cerocos gadis berambut cokelat tersebut. "Aku tidak bermaksud membahasnya kalau itu menganggumu. Tapi jika mereka tahu kakak ipar punya pekerjaan yang lebih baik, kalian pasti ... mendapatkan restu dan.."
"Sudahlah," gumam Alicia sembari menarik sebuah senyum lemah. Dia membawa koper Esmeralda ke ruang tengah. Mereka sama-sama terduduk di sofa.
"Maafkan aku."
"Bukan masalah. Lagipula kami baik-baik saja di sini, apalagi Luca. Astaga, dia tumbuh sanagt menakjubkan, dan tidak ada yang sebanding dengan itu."
Esmeralda mengangguk." Aku tahu itu. Jadi, di mana keponakan kesayanganku itu? Hmm?"
"Dia tidur siang."
"Sayang sekali," Esmeralda mengerucutkan bibir. Setelah itu, dia mulai mengambil koper dan membukanya. Terdapat beberapa kado. "Ini untuk keponakanku tersayang."
"Astaga, mengapa repot-repot, Esme?"
"Tidak, tidak, jangan seperti ini. Aku sudah bekerja saat ini jadi simpanlah egomu dan berikan semua hadiahku ini untuk Lucaku tersayang." Esme menyungging senyuman seraya meraih kado yang lebih besar ke pangkuan Alicia.
"Apa ini?"
"Hadiah pernikahan untuk kalian. Maafkan aku karena terlambat, kau tahu membutuhkan waktu lama untuk membawanya." Alicia tertegun, sampai dia merobek kertas pembungkus. "Itu sebenarnya bukan hal yang besar."
Alicia terenyak di sofa tersebut. Sebuah figura besar menampilkan dua sosok yang tengah berpegangan tangan dengan latar sunset. Wajah Alicia masih terlihat jelas, berbeda dengan Jared yang memiringkan wajah ke samping wajah Alicia, hingga hanya terlihat profil hidung dan tawanya yang mengembang. Sisanya, foto tersebut nampak bayang-bayang karena nuansa sunset yang ada.
"Astaga," Alicia terisak pelan. "Ini sempurna sekali, bagaimana kau menemukannya?" Ia menghapus air matanya yang mendadak tumpah. "Aku pikir Mommy telah membakar habis semuanya."
"Tidak semuanya, Ally."
"Aku menyayangimu." Alicia cepat merengkuh tubuh adik satu-satunya dengan isakan lain. "Aku tidak pernah menyangka, kau tahu, aku seberuntung ini karenamu. Di saat yang lain ... begtiu memojokan kami, tapi kau? Kau yang selalu ada di sini, Esme. Aku tidak tahu bagaimana caranya berterimakasih."
"Tidak perlu berlebihan, Ally. Ini sudah kewajibanku," sahutnya dengan senyuman simpul lantas menarik tubuhnya. Ia menyodorkan kotak tisu ke hadapan Alicia yang menerimanya dengan terkekeh haru.
"Kau gemar membuat kakakmu ini menangis seperti ibu yang emosional."
"Jangan menangis. Kalian keluarga yang bahagia dan mengemaskan." Esme turut menghapus tangis Alicia perlahan. "Kalian sempurna dengan memiliki Luca."
"Aku tahu."
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ucap Esme. "Nah, jadi apa yang biasa ibu muda ini lakukan di rumah ini? Apakah kau bahkan memasak?"
"Tentu saja!"
"Wah, aku tidak menyangka. Dahulu kau mana sempat pergi ke dapur," cibirnya dengan canda. "Sekarang kau berubah sekali, hmm? Demi Jared hmm? Aku heran betapa pria itu bisa mengubahmu." Alicia tertawa. "Jadi, mari kita memasak dan tunjukkan apakah ibu muda ini memang pandai." Ia memicingkan matanya.
Alicia tersenyum. "Kau berani sekali menatangku."
*
*
Esme masih sibuk di kamarnya, menata koper serta beberapa baju yang ia bawa. Alicia sempat melewati kamar tersebut hingga berhenti di lantai bawah kemudian meraih gagang telepon. Dia berusaha menghubungi nomor yang ia ingat meskipun tidak ada hasil yang berarti. Siang dan malam, Alicia coba menghubungi Jared, entah via ponselnya atau via telepon rumah mereka, tapi tidak pernah ada jawaban.
"Jadi, dia tetap tidak menghubungimu?" Satu suara terdengar dari balik punggung Alicia yang hampir rapuh. Esme berdecak. "Wah, dia pasti sangat sibuk di sana hingga dia lupa memberi kabar. Maksudku, mungkin mereka akan memberikan bonusnya juga."
Alicia mengangguk. "Mungkin."
"Ayo kita makan! Aku sudah penasaran!" Sementara Esme sudah berjalan menuju dapur, Alicia perlu ke kamar utama seraya menatap boks bayi tersebut. Luca agak mengerang pelan hingga membuka kelopak matanya secara perlahan. Mata tersebut begitu besar, membius dan menyedot perhatian siapapun yang muncul di hadapan Luca.
"Kau sudah bangun, sayang?" Dengan hati-hati, Alicia mulai mengendong Luca, menimangnya sebentar lalu mengikuti langkah Esme menuju dapur. Sejenak Alicia sempat tertegun ke arah figura hadiah yang Esme berikan kepadanya, kini sudah tertempel cantik di dinding kamar tersebut.
Kau ke mana?
Kau tidak ingat kami lagi?
Alicia buru-buru memacu langkahnya sebelum air matanya merembes turun dan Luca mungkin akan menangis di gendongannya. "Tante Esme akan senang sekali, Luca sudah bangun sekarang." Ia mencium gemas kedua pipi bulat Luca yang serupa bakpao tersebut hingga bayi itu tergelak dengan tawa pelan.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking White (2017)
RomanceJared Hawton sudah menikah dengan Alicia Fritz. Segalanya berjalan baik hingga Jared mendapatkan pekerjaan di Maine untuk menjadi seorang bodyguard. Pada awalnya, mereka pikir hal itu menjadi langkah yang menakjubkan; Jared bisa mendukung kebutuhan...