Chapter 36

589 38 2
                                    

CHAPTER TIGA PULUH ENAM

Tak henti-hentinya, Ally menatap takjub bangunan besar tersebut. Sejak menyandang status sebagai istri Dante, dia akan menempati rumah ini dan menjadi nyonya besar. Empat pelayan menyambutnya, dua sopir turut membungkuk hormat. Di sebelahnya, Esme mendorong kereta Luca karena bocah itu terlelap pulas. Dante memimpin jalan, mengedarkan pandangan. "Selamat datang di rumah!"

Selema ini, Ally tak pernah mengharapkan rumah yang amat besar. Dia hanya mau keluarga kecilnya bahagia dan berkecukupan. Tuhan punya banyak kejutan, dan semua terwujud di depan mata.

"Semoga kau suka, Sayang," bisik Dante seraya merangkul pinggang istrinya.

Ally bergerak untuk melihat-lihat tiap ruangan, termasuk master room mereka. Ada ranjang besar ukuran king size dengan tiang empat besar, di sebelahnya ada lemari, cermin dan kursi, kamar mandi dan walking closet yang telah terisi banyak pakaian, termasuk untuk Ally.

Mereka bergerak ke ruang makan, mendapati meja panjang khas kerajaan, beserta cawan lilin, kursi-kursi berjejer rapi, dan Ally turut mengecek dapur serta bagian belakang rumah.

"Ini semua hadiah pernikahan kita. Ibu sebenarnya ingin membuat tingkat lagi, jadi setidaknya ada tingkat empat. Tapi kurasa itu tak perlu sekarang."

"Yah, ini sangat luas."

Dante mengangguk. Dilihatnya Luca, kemudian dia membungkuk untuk meminahkan bocah itu ke kamar khususnya. Ally terhenyak mendapati kamar bercat biru laut, lengkap dengan jejeran mainan, ranjang empuk dengan hiasan lucu, lemari tinggi, dan karpet bulu warna biru lembut.

*

*

Esme melambai pelan. Dia mendekati bangunan fakultasnya, dan Ally mulai mengarahkan setirnya keluar dari area kampus adiknya. Hari ini, Luca diasuh ibu Dante dan wanita itu sangat senang karena bisa mendekatkan diri dengan cucunya. Ally tak dapat berkata-kata sewaktu ibu Dante ingin menggendong Luca yang terlihat tak terganggu pula, padahal dia biasanya kurang cocok dengan orang yang baru ditemui. "Biar aku yang urus, kau harus lihat bangunan cantik itu."

Yah, Ally mundur dari jabatannya sebagai pelayan bar. Dante tak pernah mencegahnya lanjut bekerja, apa lagi pria itu yang membantunya agar tetap bekerja di sana. Namun, keluarga Dante menghadiahi Ally sebuah bangunan yang semula digunakan mereka untuk tempat penyimpanan sementara, namun sekarang tak terpakai. Letaknya cukup strategis tapi perlu pembenahan serius. Rencananya, Ally akan mulai membuka butik di sana. Sejak lama sekali, dia sangat menyukai design, dan sekarang dia ikut kelas menjahit pula. Untuk sementara waktu, bisnis itu akan dikelola bersama ibu Dante yang lebih dahulu terjun ke dunia fashion. Sembari belajar, sembari dia mengembangkan bakatnya. Ibu Dante bahkan tak segan untuk mengajarinya.

Yah, satu per satu impiannya mulai tergenggam. Ally sebenarnya ingin menangis haru sekarang, tapi banyak pekerjaan. Termasuk memindahkan sisa kardus-kardus bekas, mengepel lantai, mengelap jendela, bahkan dia akan mulai menyuruk kontraktor bekerja mulai Senin depan untuk memperbaki bagian depan agar lebih menarik, dan lebih mengundang pengunjung untuk datang.

Ally menekan tombol di layar dashboard, kemudian memasukkan earphone ke kedua telinga. Hari ini jalanan mulai ramai, dan di lampu merah pertama, dia mulai menyahut, "Halo. Ally di sini."

"Kami datang ke bangunan lebih awal. Apakah kau akan kemari dalam waktu dekat?

Sejenak, Ally menyipitkan mata untuk melihat jam di ujung layar. "Yah, sekitar imas belas menit. Tunggu aku." Setelah bercakap-cakap pelan, panggilan berakhir. Ibu akan mampir lusa nanti, dan Ally cukup degdegan karena sejak pernikahan beliau tak menyinggung apa pun. Bahkan sekarang beliau jadi lebih kalem daripada yang Ally sangka. Mungkin dia pun punya kesibukan tersendiri.

Ally menunggu sampai lampu merah berganti, kemudian dia mulai tancap gas lagi, melaju di jalan yang makin padat.

*

*

Dante masih baru dengan status pernikahan ini. Suami. Menikah. Menjadi ayah. Dante menggerakkan cincin yang tersemat di jari manisnya, lantas tersenyum. Bulan madu mereka diundur sebentar karena Ally sibuk mengurus butik barunya, dan dia sendiri punya banyak pekerjaan menggunung. Luca lagi lucu-lucunya dan senang diberi kasih sayang serta perhatian. Ibu sangat senang serta datang rutin ke rumah baru sembari membantu memberesi perabotan lain karena ibu sangat suka menata rumah menjadi lebih hidup dan khas kekeluargaan.

Dante menerima panggilan dari sekretarisnya, lantas keluar dari ruangan. Dia berjalan ke bilik lain, mengobrol singkat dengan beberapa pegawainya. "Penerbangan ke Italia dimajukan sebulan lagi, aku akan langsung meminta yang lain mempersiapkan semua berkas yang diperlukan."

"Tuan, selamat atas pernikahan Anda. Maaf kami tak bisa datang karena di hari itu, keluarga jauh kami beerkunjung," kata dua pegawainya yang tersenyum ramah.

"Tak masalah dan terima kasih."

"Anda terlihat lebih bahagia."

Dante mengulum senyum tipis. Apakah terlihat jelas? Apakah jadi sangat jelas? Dante tertawa pelan, menepuk pelan sisi bahu pria itu, kemudian dia pamit untuk mencari kopi ke lantai bawah. Dante menghela napas dan memasuki lift. Matanya berteubrukan dengan satu sosok yang tersenyum tipis. "Oh kau datang hari ini, Elena?"

"Tuan Dante, selamat pagi dan senang bertemu denganmu."

Elena adalah manajer pemasaran baru mereka, dan sekarang dia tampak lebih ramping. Terakhir kali Dante dengar dia akan menikah, tapi sejauh yang Dante lihat tak ada cincin.

"Kau terlihat luar biasa," puji Dante.

"Trims, mau ke mana? Kopi?"

"Yah."

"Boleh aku bergabung?"

Dante mengangguk. Lift mulai terisi lagi dengan beberapa pegawai lain. Dante memandang miring. "Bagaimana dengan Istanbul? Aku dengar kau berlibur ke sana akhir bulan lalu."

"Ah itu tak jadi, kau tahu dalam hidup ada banyak hal yang tak dapat diprediksi." Suaranya agak sedih. "Dan aku senang dapat bergabung di sini dan bertemu denganmu. Kau tahu, saat aku dengar ada promosi agar pindah kemari, aku sangat senang."

"Hm begitu."

Elena cepat berujar," Aku dengar kau sudah menikah."

"Oh ya. Kau harus bertemu dengan istri dan anakku."

"An—anak?"

"Yah, dia sangat tampan namanya Luca," ujarnya bangga. Dante agak mendongak untuk melihat angka-angka yang berganti dan tepat di lantai satu, mereka keluar berbarengan.

"Aku tak menyangka menjadi ayah adalah satu hal yang kau inginkan." Elena tersenyum tipis.

"Yah, sekarang aku menikmatinya. Kau tahu, beberapa hal dalam hidup tak dapat diprediksikan, kan?" godanya seraya tertawa. Elena turut tertawa renyah, dan mereka berjalan bersisian sampai mendekati satu kafe di luar gedung tersebut. Elene memsan latte seperti biasa dan Dante memesan espresso.

[]

Breaking White (2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang