Kecewa

30 11 0
                                    


Udah baca bab sebelumnya 'kan? Pasti greget dong.

Nah, kali ini juga enggak kalah greget kok. Siapin kuaci, es teh, atau sisaan buka puasa tadi untuk menikmati naskah kami. Jangan baper, ya. Nanti kamu malah kecewa.

Becanda dungs.

Enjooooyyy

.

.

"Nuna, benar kau diet!?"

Nada suara Joon-Hee mulai meninggi, lantaran ia tak percaya jika nuna-nya mengingkar janji yang pernah ia ucapkan sepuluh tahun yang lalu.

"Mianhae, Joon-Hee~ya1. Aku kira kau sudah tahu sejak kita jogging bersama Arin dan Aren."

Mi-Cha tak berani melihat wajah khawatir dan marah milik Joon-Hee. Matanya sendu menatap kedua tangan yang bertaut di pangkuanya.

"Aku belum tahu sama sekali tentang dietmu ini. Jika aku tahu, kau tak akan pernah terbaring di brankar rumah sakit lagi. Nuna, apa kau lupa pada kejadian sepuluh tahun yang lalu? Kejadian di mana nyawamu hampir direnggut dan Rara Imo akan kehilangan orang tersayangnya untuk kedua kali. Joon-Hee kecilmu menangis memeluk kaki jenjangmu. Kau masih ingat akar permasalahnya, Nuna?" tanya Joon-Hee dengan berapi-api. "Kenapa kau diam? Kau lupa atau—"

"Aku ingat Joon-Hee, aku ingat! Saat aku tersadar alat-alat medis tertempel di seluruh badanku, aku ingat semuanya. Aku ingat bahwa diet adalah akar dari permasalahan itu. Berhenti mengingatkanku tentang kejadian di masa lalu. Aku mohon!" pungkas Mi-Cha disertai tangisan membasahi pipi gempalnya.

Air mata yang awalnya ditahan mati-matian kini mengalir begitu saja. Inilah yang akan terjadi jika Joon-Hee tahu jika Mi-Cha akan melakukan hal nekat. Joon-Hee tidak pernah membentak ataupun sampai membuat sang nuna menangis. Hal seperti ini akan terjadi jika seorang Joon-Hee merasa sangat kecewa kepada Mi-Cha.

Melihat Mi-Cha yang menunduk dengan air mata yang berderai membasai kedua pipinya, Joon-Hee meringis tak tega. Tapi, apa boleh buat ia merasa kecewa.

Joon-Hee melangkah untuk keluar dari ruang UGD. Berusaha mati-matian untuk tidak peduli dengan tangisan Mi-Cha. Sungguh, dalam hati yang paling dalam Joon-Hee berteriak ingin merangkul badan gempal Mi-Cha. Tanpa disadari kedua mata Joon-Hee pun ikut menangis.

"Joon-Hee~ya. Apa kau sudah benar-benar tak peduli denganku? Apa kau semarah itu denganku? Aku menyanyangimu, sangat menyayangimu," cegah Mi-Cha ketika Joon-Hee melangkah pelan menuju pintu. "Joon-Hee, aku minta maaf. Tolong mengerti keadaanku," pintanya lagi sambil terisak.

Joon-Hee menulikan pendengaranya. Dia ingin menenangakan dirinya terlebih dahulu. Sedangkan Mi-Cha yang sudah putus asa karena ucapanya sama sekali tidak dihiraukan, kini berusaha untuk bangkit dari brankarnya. Kondisinya masih sangat lemah, kepalanya juga masih pusing.

"Joo—"

Suara benda jatuh yang menimbulkan pecahan mengalihkan pandangan Joon-Hee ke arah brankar yang ditepati oleh Mi-Cha. Tak menunggu lama, langkah kaki Joon-Hee membuang arah kembali menuju brankar Mi-Cha lagi.

"Nuna!" pekik Joon-Hee lantang.

Di lantai dekat brankar Mi-Cha tampak lemah. Badannya meringkuk sambil memegangi kepala yang terasa pusing. Keadaan sekitarnya buruk. Tiang infus yang tergelatak tepat di samping Mi-Cha ditambah pecahan gelas tercecer asal. Berniat menjadikan nakas sebagai penopangnya berdiri justru membuat benda yang ada di atasnya berantakan di lantai.

(Not) Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang