Perubahan Yang Didapatkan

12 4 0
                                    


"Aesly ... bagaimana jika operasinya gagal? Bagaiamana jika Mi-Cha kesakitan?" tanya Rara di depan ruang operasi. Sedari tadi ia hanya berbolak-balik merasa khawatir kepada putri sematawayangnya tersebut.

"Pikiranmu itu yang berlebihan, Rara~ya. Mi-Cha akan baik-baik saja. Please, calm down!" desak Aesly yang justru lebih khawatir kepada Rara yang tidak mau berhenti menitikkan air mata sejak Mi-Cha masuk ke ruang operasi.

"Aigo ... mana bisa aku diam? Mi-Cha sedang merasa kesakitan di dalam sana. Dan aku harus diam begitu. Jangan coba menuntunku, Aesly!"

"Hei, daripada kau bolak-balik tidak jelas lebih baik duduk. Aku tahu kau khawatir, tapi akan lebih baik jika kau berdoa untuk keberhasilkan operasinya. Duduklah, Hyu-Ra~ssi!" Suara Aesly meninggi. Ia jengah berbicara lembut tapi akhirnya tak dipedulikan. Dengan memanggil Rara menggunakan nama aslinya serta embel-embel formalitas di belangkanya, berharap Rara akan melemah dan mengurangi kekhawatiran yang berlebih.

Tatapan Rara sontak teralihkan kepada Aesly. Bukan merespons gerutu Aesly memerintahkanya tenang, tetapi panggilan yang seharusnya tidak diucapkan justru keluar begitu saja tanpa seizinya.

"Bisakah kau tidak memanggilku dengan nama itu?!"

Saat ini Rara sudah duduk di samping Aesly, matanya menatap tak suka. Sejak dulu jika harus memilih ia lebih suka dipanggil Rara daripada Hyu-Ra—sebab nama itu hanya akan mengingatkan betapa manisnya perilaku Han-Kang terhadapnya.

"No! Aku akan tetap memanggilmu Hyu-Ra jika tidak mau duduk diam di sini."

"Aku tidak bisa! Aku khawatir, Aelsy~ya!" balas Rara mendengus kesal.

"Aigo! Duduk dan diamlah! Aku pusing melihatmu bolak-balik seperti tadi. Atau aku akan memanggilmu Hyu—" ancam Aesly sengaja. Pantas saja Mi-Cha memiliki sifat keras kepala—ternyata sifat turunan.

"Ne, Oke!"

Saat ini keduanya terdiam. Aesly sibuk melihat tayangan CCTV di salonnya melalui ponsel, ia mengawasi pekerja juga pengunjung salon barunya. Sedangkan Rara, ia memilih memejamkan mata mencoba tenang dan memenuhi pikirannya dengan doa-doa baik yang dipanjatkan untuk operasi ini.

Dua jam sepuluh menit berlalu begitu saja. Seharusnya lampu penanda selesainya operasi dimatikan sejak sepuluh menit yang lalu. Namun tanda-tanda keluarnya dokter belum sama sekali terlihat. Mi-Cha baik-baik saja, bukan?

Rara lebih khawatir dari sebelumnya. Orang tua mana yang tidak mengkhawatirkan tindakan beresiko yang dilakukan anaknya? Apalagi tindakan ini tidak selalu berakhir baik, bisa jadi gagal. Sial, Rara harus belajar mengendalikan pikiran negatifnya mulai besok, bisa-bisa ia mati tertekan hanya karena banyak berpikir hyper.

Saatnya eomma yang memiliki kekhawatiran ini bersorak bahagia. Lampu operasi telah dimatikan, sesuai harapannya. Hanbin yang masih mengenakan baju operasi kebanggannya keluar dengan memperlihatkan wajah ceria.

"Ahjuma, operasi telah dilaksanakan. Mi-Cha akan segera dipindahkan ke ruang pemulihan selama 8 jam lalu baru akan diantar ke ruang rawat inapnya. Perban baru bisa dibuka setelah besok pagi. Saat ini Mi-Cha masih belum sadar karena pengaruh dari obat bius," jelas Hanbin menunjukkan senyum mengembang.

"Kamsahamnida, Dokter. Mianhamnida sempat meragukanmu." Secara jujur Rara mengakuinya, ia merasa bersalah telah merasa khawatir berlebihan.

"Gwaenchanh-a," balas Hanbin lagi-lagi dengan senyum mengembang. Entah karena kebiasannya tersenyum atau sedang mencari simpati dari orang tua Mi-Cha. "Lebih baik Ahjuma istirahat di ruang rawat inap Mi-Cha karena proses pemulihan memakan waktu yang lama," sambung Hanbin memberi saran. Lantas setelahnya, ia pamit dan berlalu dari sana.

(Not) Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang