Bisakah waktu yang telah usai diulang kembali?
Manusia memang pandai berharap, tetapi kenyataan memiliki andil besar dalam kehidupan seseorang. Jika saja Mi-Cha mampu, ingin rasanya kedua tangan berisinya menghadang kepergian Joon-Hee. Tidak ada yang tahu, tapi perasaan itu nyata hadir dalam diri Mi-Cha, ia gelisah selepas Joon-Hee mengatakan akan pergi selama dua bulan ke Chicago. Mengapa hati Mi-Cha mengatakan Joon-Hee tak akan kembali.
Jika bulan telah digantikan oleh matahari, maka Mi-Cha telah terbangun dari ranjang big size-nya. Kedua mata sipitnya sesekali mengerjap guna menetralkan cahaya matahari yang masuk melalui celah ventilasi. Jantungnya berdegup mengingat hari ini adalah hari terakhir dirinya dengan Joon-Hee bersama, sebelum esok Joon-Hee dan Yon-Jiin dinyatakan lepas landas.
Persetanan dengan vendor yang sedang sibuk-sibuknya. Ia justru meminta izin dan menyerahkan penuh tanggung jawab kepada Arin dan sepupu lainya. Untuk kali ini saja biarkan Mi-Cha menjadi egois.
Ia mendudukkan dirinya, mencari keberadaan benda persegi panjang nan pipih miliknya. Ponsel dengan mata tiga tersebut telah berada di genggaman Mi-Cha. Tanganya sibuk menggeser layar hingga menemukan apa yang dia cari—nomer Joon-Hee. Matanya membulat kala menemukan pesan spam mencapai 99+ dari Joon-Hee. Pasalnya sejak dua hari yang lalu sampai dinner tadi malam Mi-Cha masih enggan membuka ponselnya. Jarinya menekan ikon panggilan, belum sampai lima detik panggilan tersebut telah dijawab.
"Joon-Hee~ya!"
"Ne, Nuna?"
"Pergi bersamaku hari ini. Aku tidak menerima penolakan."
"Kau tak sibuk, Nu—"
"Tidak! Jemput aku pukul delapan."
Sedikit hening dari arah sebrang, Joon-Hee sepertinya memikikan sesuatu yang mana Mi-Cha tidak dapat menebaknya.
"Tapi Nuna, aku sibuk. Banyak barang yang harus kukemas."
Mi-Cha sedikit kecewa oleh balasan Joon-Hee. Apakah ia tak ingin menikmati waktu terakhir bersama denganya.
"Terserah! Kau pilih iya atau tidak sama sekali?!" ujarnya di akhir dengan sedikit gertakan. Ia tahu Joon-Hee tidak akan menolaknya untuk kali ini.
Tanpa pikir panjang Joon-Hee lantas membalasnya, "Ya, ya, Nuna. Aku jemput. Tumben kau menjadi seorang pemaks—"
Belum selesai dengan ucapanya, Mi-Cha telah memutus sambungan telepon tersebut. Lagi-lagi hening dari arah sebrang. Mi-Cha benar mereka harus menghabiskan waktu bersama seperti tahun-tahun lalu sebelum Joon-Hee dan keluarganya pergi ke Chicago, meski untuk kali ini berbeda—kedua orang tua Joon-Hee tidak ikut pergi.
"Nuna. Aku akan sangat merindukanmu," ucap Joon-Hee saat memandangi walpaper ponselnya—berisikan foto masa kecilnya bersama Mi-Cha.
***
Pukul delapan tepat, Joon-Hee telah sampai di kediaman Mi-Cha. Manik matanya menemukan badan gempal Mi-Cha yang sedang duduk di teras rumahnya. Penampilanya lebih santai menggunakan hoddie over size berwarna abu-abu. Apakah Mi-Cha tidak datang ke cage hari ini? Kalimat yang sedang dipertanyakan oleh pikirannya sebelum Mi-Cha menyadari kehadiran Joon-Hee lalu mengembangkan senyuman untuk menyambutnya.
"Ah, ku kira kau tak akan datang," ledek Mi-Cha menatap Joon-Hee lekat, sebab kesibukanya di cage membuat mereka jarang bertemu. Nyaris tidak pernah selama hampir seminggu usai pesta ulang tahun Joon-Hee.
"Mana mungkin, aku menyiakan waktu bersama sebelum dua bulan lamanya kita tidak bisa menatap satu sama lain sedekat ini."
Jarak yang awalnya berjauhan telah dikikis oleh waktu, tidak tahu kapan tapi keduanya sudah sangat dekat. Kedua tangan Joon-Hee telah bertengger di bahu Mi-Cha sedangkan wanita tersebut sendiri tengah menengadah menatap Joon-Hee yang memiliki tubuh lebih tinggi darinya, begitupula dengan Joon-Hee ia menundukk menatap manik mata Mi-Cha yang seperti menyembunyikan kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Perfect [COMPLETED]
Fanfiction"Tidak-tidak. Jangan coba-coba melakukan itu, Nuna. Aku lebih senang jika kau seperti ini." "Tapi mereka bilang aku gendut dan jelek." Sering dikatakan gendut dan jelek membuat Hwang Mi-Cha insecure. Dan saat ia berada di posisi itu, hanya kasih say...