Joon-Hee Pamit

12 6 0
                                    


"Mwo? Dua bulan? Kenapa lama sekali, Mom?"

"Ayolah, Joon-Hee. Bukankah kau juga sudah menyelesaikan PTS-mu dan bahkan kau juga sedang melaksanakan libur musim dingin ? Grandma dan Grandpa sangat merindukanmu. Lagi pula kau juga bisa menggunakan dua bulan tersebut untuk mengisi liburanmu, bukan?"

Tiga hari lalu, nenek dan kakek Joon-Hee dari pihak Aesly menelepon agar berkunjung ke Chicago, beliau sangat merindukan mereka. Sebenarnya setiap tahun mereka akan berkunjung ke Chicago, menginap selama satu bulan lalu kembali ke Korea untuk hidup sebagai warga negara gingseng lagi. Namun sebab kesibukan Seok-Boo selama dua tahun belakangan membuat mereka tidak berkunjung ke Chicago. Bukan sebab Aesly yang tidak berani berpergian sendiri akan tetapi sifat protektif sang suami yang sulit untuk diatasi.

"Kenapa aku sendiri, Mom? Mom dan Dad tiduk ikut? Ish," kesal Joon-Hee tak terima. Joon-Hee belum memiliki pengalaman untuk naik pesawat sendirian. Dengan alasan lain Joon-Hee memiliki sedikit ketakutan tentang pesawat. Tentang cerita tragedi meninggalnya appa Mi-Cha membuatnya memiliki sebuah Aerophobia ringan.

"Mian, Sayang. Mom sangat sibuk dengan salon dan Dad sibuk dengan kantornya. Kau lihat dia jarang sekali pulang. Sudah dua tahun kita tidak berkunjung ke Chicago, pasti keluarga di sana sangat merindukan kita," ujar Aesly memohon.

Pasalnya Aesly sangat disibukkan dengan salon yang baru saja ia buka. Merasa bosan hanya dengan berdiam di rumah, akhirnya Aesly meminta izin kepada sang suami untuk mendirikan sebuah salon. Syukur Seok-Boo mengizinkanya. Sedangkan Seok-Boo, ia sibuk dengan kantornya yang akhir-akhir ini mengalami masalah keuangan. Bnyak klien yang membatalkan perjanjian kerja sama. Dari hasil pengamatan salah satu pegawai yang dipercayai Seok-Boo, itu semua disebabkan karena perusahan lawan—yang sepertinya main curang untuk merebut klien dari perusahaan Lee Group.

"Mom, tapi aku takut jika pergi sendiri. Apalagi ini musim dingin. Bisa-bisa pesawat yang aku tumpangi akan mengalami kecelakaan akibat salju turun," ujar Joon-Hee kala rasa takut tiba-tiba menghamipirinya sedang Aesly justru tertawa remeh kepadanya.

"Aigo, Joon-Hee~ya. Kau sudah dewasa, seharusnya kau tahu bahwa pesawat sudah dirancang sedemikian rupa agar dapat beroperasi kala hujan bahkan salju turun. Jebal!"

Hampir merasa putus asa untuk menyakinkan sang anak, tiba-tiba dari arah pintu utama terdengar suara familiar yang sepertinya akan mampu menggertak pikiran Joon-Hee agar mengiyakan perintah Aesly.

"Joon-Hee~ya. Turuti Mommy, Daddy sudah membelikanmu dua tiket. Untukmu dan Yon-Jiin. Penerbangan kalian dilakukan lusa. Persiapkan keperluan selama dua bulan di sana," tegas Seok-Boo yang berjalan mendekati Joon-Hee yang tampak kesal bukan main.

"Mianhe. Daddy dan Mommy tidak bisa ikut kalian. Jika urusan kita di sini sudah selesai pasti kita akan menyusul," pungkas Seok-Boo seraya mengusap surai hitam anaknya.

Dari raut wajahnya, Seok-Boo terlihat begitu lelah. Tiga hari ia memutuskan untuk tinggal di kantor guna menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Benaknya memikul banyak beban. Dua hari sebelum peringatan ulang tahun Joon-Hee adalah awal munculnya masalah tersebut. Tiga klien sekaligus membatalkan kerja samanya. Mungkin itu alasan mengapa saat pesta Seok-Boo terlihat sering melamun.

Usai mengusap surai Joon-Hee lembut ia mengecupnya sekali. Lantas melangkah menuju ruang bercat merah dan hitam yang tak lain adalah kamar Seok-Boo dan Aesly. "Dan besok jemput Yon-Jiin pukul sembilan di bandara," imbuhnya saat langkah itu terhenti lagi sejenak.

Masih ada perasaan tak terima yang tersimpan di benak Joon-Hee. Jika ini bukan tentang

Aerophobia-nya, bagaimana dengan Mi-Cha-nya? Mungkin untuk waktu satu bulan bukanlah sebuah masalah, tapi ini dua bulan.

(Not) Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang