Apa Benar?

9 3 0
                                    


Ketukan sepatu terdengar menggema di koridor yang sepi. Dengan sedikit gontai, pria yang memiliki umur di atas tiga puluh pun memasuki ruang ICU yang sudah sangat jarang ia kunjungi. Bukan tanpa alasan, melainkan semakin ia berkunjung, semakin hancur hatinya. Maka ia memutuskan jarang berkunjung demi tidak terus-terusan meratapi nasib.

Menjadi seorang dokter dan paham tentang ilmu ilmiah kedokteran membuat ia memiliki pendapat yang berbeda dengan orang tua Sun-Hee. Mereka sudah sangat menyerah, sedangkan dirinya masih terus berharap. Jika ia bisa melihat keajaiban pada pasiennya, ia yakin keajaiban itu akan datang menghampiri kekasihnya.

Hanbin masuk ke ruang ICU tersebut dan menerbitkan senyum yang dipaksa. Terkadang ia ingin menyerah seperti orang tua Sun-Hee. Namun lagi-lagi, saat melihat pasiennya siuman dari koma, ia berharap itu terjadi pada kekasihnya. Sejujurnya, ia sudah tidak sanggup melihat banyaknya alat bantuan untuk hidup di pasang pada tubuh kekasihnya. Lagi-lagi ia harus meyakinkan diri bahwa pilihannya tidaklah salah.

"Apa kabar, Chagiya?" sapa Hanbin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Hanbin tipe pria yang amat lembut jika berhubungan dengan orang yang disayangnya. Maka dari itu ia pasti akan meneteskan air mata bahkan bisa menangis sesegukan jika melihat mereka tersakiti.

"Kenapa kau tak juga sadar, Chagiya? Apa kau setuju aku bersama Mi-Cha? Jika iya, aku akan coba mendekatinya. Bukannya ia hanya baru tunangan saja? Belum ada kata pernikahan bukan? Jadi, bisa saja aku menyalip jika itu yang kau inginkan. Aku mencintaimu, Sun-Hee~ya! Jika kau tak ingin aku bersama yang lain, maka bangunlah!"

Suara Hanbin terdengar amat putus asa. Banyak harapan yang ia ucapankan tapi tak satu pun harapannya terkabulkan. Terkadang ia bertanya, apakah Tuhan tidak menyayanginya? Atau Tuhan memilih Sun-Hee mendekati-Nya. Hanbin tidak mengerti dengan takdir yang mereka hadapi. Namun ia sangat berharap posisi ini segera berakhir. Jika Tuhan hendak menjemput Sun-Hee, ia akan menerimanya. Jika tidak, ia sangat berharap Tuhan sembuhkan Sun-Hee dengan sesegera mungkin.

"Apa kau tidak bosan tidur terus, Sun-Hee~ya? Ini musim dingin. Kau suka musim ini bukan? Katamu, jika musim dingin tiba, kau ingin ikut festival ice-skating bukan? Terus, kau akan menyambut musim semi yang indah. Apa kau tidak ingin merasakan itu? Bangunlah, Sun-Hee~ya!" Hanbin meracau dan berharap apa yang dijelaskannya bisa membuat kekasihnya terjaga karena sangat ingin melakukan hal tersebut. Namun sayangnya, hal itu tidak terjadi. Hanya sunyi yang menyambut dirinya.

Air mata akhirnya menetes dari mata Hanbin. Ia sudah tidak sanggup lagi melewati ini semua. Tidak ada perkembangan apapun dari kekasihnya. Dirinya benar-benar menyerah. Sampai terbesit ia akan merelakan Sun-Hee dalam waktu dekat. Tanpa pamit seperti biasanya, tanpa ciuman perpisahan, Hanbin pergi dengan perasaan kecewa. Ia tidak mau melakukan kebiasaannya karena takut kekecewaan semakin membuncah di hatinya.

Hanbin menutup pintu ICU dan menyender di sana. Ia menyeka air matanya dengan kasar tanpa memerdulikan orang yang berlalu-lalang di sana. Mengatur pernapasannya dengan baik lantas berlalu dari sana. Entah kapan ia akan mengunjungi Sun-Hee lagi, ia pun tak tahu. Mungkin nanti, saat ia mengikhlaskan kekasihnya tersebut.

***

Malam minggu adalah waktu yang ditunggu Hanbin. Ia hendak menjalankan rencana yang sempat ditundanya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja makannya lantas mengirim pesan pada Mi-Cha.

Ya! Hanbin hendak mengajak Mi-Cha berkencan. Ia mengatakan tempat mereka akan bertemu nanti. Pun memberitahu pukul berapa ia akan melesat ke sana.

Mi-Cha yang sedang menghabiskan waktu dengan memanjakan diri dengan perawatan kecantikan pun terganggu dengan dentingan ponselnya. Saat melihat nomor asing masuk di sana, ia ragu membukanya. Namun dentingan kedua membuat ia memutuskan untuk membukanya. Ia membacanya dan melihat catatan pengirim. Senyumnya mengembang tapi ia ragu untuk menerimanya. Maka ia memutuskan untuk menganggurkan sejenak pesan tersebut.

(Not) Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang