(Not) Perfect

34 3 0
                                    


Musim semi telah tiba. Satu bulan penuh Joon-Hee tidak menemui Mi-Cha sebab Seok-Boo memaksa untuk membantu bisnisnya di Daegu. Keluarganya juga telah mengetahui fakta reinkarnaisi anaknya itu, mereka menghormati roh Hang-Kang yang hidup di belahan tubuh putranya.

Hari ini Joon-Hee telah sampai di Seoul lagi. Sebenarnya sudah lama ia ingin mengatakan fakta reinkarnasi ini kepada Mi-Cha. Beberapa kali ia mengubungi Mi-Cha melalui telepon, keduanya berbincang basa-basi dengan rasa canggung yang masih menguasai. Joon-Hee tak ingin memutus hubungan ini, keduanya sudah jauh terikat sejak kelahiran Mi-Cha 30 tahun yang lalu. Bukan hanya sebatas 'nuna dan dongsaeng' semata, tetapi 'appa dan ttal1' juga.

"Hari ini aku harus bertemu Noona. Aku ingin hubungan ini membaik seperti semula. Mian, keegoisanku merusak semuanya," monolognya seraya berjalan kaki menuju rumah sebrang—kediam Hyu-Ra.

Saat tangannya ingin membuka pagar, ingatan jelas tergambar di kepalanya. Seorang laki-laki berpakaian kaos oblong tengah membuka pagar sambil membawa dua bungkus pizza di kedua tangannya. Joon-Hee tersenyum, raga Hang-Kang seakan menguasai dirinya. Ia jelas merasakan bahwa orang yang tergambar di benaknya adalah Hang-Kang—pemilik roh yang hidup di jiwanya.

Ia kembali berjalan pelan usai membuka pintu pagar. Teras berdinding kayu memunculkan ingatan bahagia sepasang sejoli yang menikmati musim gugurnya dengan memakan buah-buahan musim gugur—apel, per, dan kesemek. Lagi ia berjalan memasuki rumah klasik tersebut.

Pintu terbuka lebar, Joon-Hee tidak menunggu izin pemilik rumah untuk menjelajahinya. Kembali ingatan-ingatan kecil mememenuhi pikiranya. Banyak sekali kenangan antara Hyu-Ra dan Han-Kang di ruang keluarga, sehingga tak mudah menyebutkannya satu persatu. Menurut Joon-Hee yang paling berkesan adalah ketika Mi-Cha telah bisa memanggil Han-Kang dengan sebutan appa sedangkan ada keterlambatan memanggil eomma pada Rara. Hal itu tergambar menciptakan gelak tawa antar keduanya. Kali ini suara tawa itu terasa nyata, bukan dari ingatanya tetapi dekat di sekitarnya.

Mi-Cha turun dari lantai dua. Ia mengenakan kaos over size dengan celana di atas lutut. Rambut pendeknya dikucir asal ke bawah. Ia tengah fokus menonton Varety Show favoritnya yang berhasil mengundang tawa tak terduga dari dirinya sendiri.

"Chai Nuna?" Joon-Hee tidak mengenal panggilan yang ia ucapkan, nama itu tiba-tiba keluar dari lisannya.

Mi-Cha yang menyadari ada orang di ruang keluarga lantas menatap bingung. Joon-Hee memanggil siapa? "K-kau? Memanggil siapa?" tanya Mi-Cha heran.

"Memanggilmu. Itu panggilan yang dibuat appa-mu sewaktu kau kecil," ucap Rara yang baru saja pulang dari swalayan. Ia tak sengaja mendengar Joon-Hee memanggil Mi-Cha dengan nama masa kecilnya. "Kalian tak ingin menikmati musim semi? Udaranya sejuk. Sayang jika hanya berdiam diri di rumah," saran Rara memberi kesempatan Joon-Hee agar mengungkapkan semuanya sesegera mungkin.

"Noona, kau ingin pergi bersamaku?"

"Aku ad—"

"Tidak perlu alasan, jangan menolak ajakan orang," sela Rara yang tahu Mi-Cha akan mencari seribu alasan hanya untuk menghindari Joon-Hee. Mi-Cha berdecak kesal lantas kembali menaiki tangga untuk bersiap-siap pergi bersama Joon-Hee.

"Katakan semuanya hari ini. Saat kau dan Mi-Cha kembali ke rumah kalian sudah harus baikan. Jangan ada pertengakaran lagi," tutur Rara setelah memastikan Mi-Cha tidak akan mendengar percakapan mereka.

"Ne, Imo. Kenapa kau memarahi roh suamimu?" goda Joon-Hee menyadari nada bicara Rara lebih akrab daripada biasanya.

"Yang aku marahi jiwanya, bukan rohnya. Suamiku tetap yang terbaik," pungkasnya membuat tawa Joon-Hee pecah.

***

"Noona. Aku minta maaf untuk keegoisanku. Mian, membuatmu tertekan karena keinginanku," ucap Joon-Hee mendahului.

Mereka telah berada di sebuah taman bunga sakura. Musim semi baru menyapa tiga hari yang lalu. Bunga merah muda itu masih sukar menunjukkan warna indahnya pada dunia. Mi-Cha dan Joon-Hee menikmati kuncup-kuncup sakura yang ada di sekitarnya dengan menikmati udara sejuk menusuk kulit putihnya.

"Aniyo, Joon-Hee~ya. Kau tak sepenuhnya salah. Kita egois dalam menyikapi permasalahan ini dan kita seperti anak kecil yang merajuk ketika permintaannya tidak dikabulkan. Bahkan, mengingat umur kita yang sudah cukup dewasa membuatku malu. Kita pernah bertengkar tanpa berusaha menyelesaikannya dengan kepala dingin," balas Mi-Cha berjalan di tengah-tengah kedua pohon sakuran yang berdiri kokoh.

"Hmm, apa kau memaafkanku, Noona?" tanya Joon-Hee penuh harap.

"Kita saling memaafkan," jawab Mi-Cha sambil menatap manik Joon-Hee yang sendu.

Dalam hatinya ia bersorak bahagia. Kedua tangannya mengangkat tubuh mungil Mi-Cha lantas memutarnya bak wahana swing ride. Lalu diakhiri dengan pelukan erat yang berhasil menyatukan mereka kembali.

Di tengah-tengah pelukan erat tersebut, Joon-Hee menguatkan tekad untuk mengunggkapkan kebenaran lainya. "Noona, aku baru menyadari setelah belasan tahun kita bersama. Kau orang yang beruntung bisa dipertemukan dengan seseorang yang telah lama kau harapkan kedatangannya, bahkan dipertemukan dengan jarak yang sangat dekat."

Joon-Hee bermain teka-teki, hal itu membuat Mi-Cha harus menebaknya. Ia benci ketika orang menanyakan sesuatu yang sebenarnya telah ia ketahui jawabanya. "Mian, Joon-Hee~ya, aku tidak sedang ingin main tebak-tebakan. Jika kau ingin mengatakan sesuatu, aku akan mendengarkanya. Tetapi jika tidak, aku tidak akan berusaha mencari jawabanya," balas Mi-Cha mempererat pelukan dengan Joon-Hee.

"Aku adalah reinkarnasi Han-Kang, appa-mu."

Mi-Cha melepaskan pelukan mereka secara sepihak. Ia mengernyit tak paham. "Maksudnya?" tanya Mi-Cha meminta keterangan yang lebih.

"Mimpi yang berulang kali hadir dalam tidurku adalah penggalan cerita antara Park Hyu-Ra dan Hwang Hang-Kang. Kau tahu sendiri siapa pemilik nama itu, Noona. Awalnya aku tak percaya reinkarnasi itu benar adanya, tetapi setelah aku membaca artikel dan cerita-cerita yang mengandung keyakinan reinkarnasi, pemikiranku berubah. Sebenarnya aku juga belum yakin sepenuhnya, tetapi Rara Imo meyakinkanku atas dasar kepercayaanya terhadap budaya reinkarnaisi." Mi-Cha mengernyit lagi, Joon-Hee tahu alasanya. "Ne, Rara Imo sudah mengetahuinya."

Mi-Cha kembali memeluk erat Joon-Hee. Ia ingin merasakan hangatnya seorang appa, meski dalam wujud yang berbeda. Setelah dewasa, Mi-Cha belum pernah melihat wujud asli Han-Kang. Hanya potongan-potongan foto muda Han-Kang yang selalu mengobati rasa rindunya.

Mi-Cha memang sangat mempercayai budaya reinkarnasi. Oleh karena itu tanpa pikir panjang ia mempercayai bahwa Joon-Hee memiliki belahan roh dari appa-nya. Ia menengadah menatap wajah Joon-Hee yang samar-samar berubah menjadi wajah Han-Kang yang ia rindukan. Mi-Cha semakin menangis, sepanjang hidup hanya kenyataan ini yang ia terima dan berhasil membuat dirinya bahagia.

"Appa, jangan pergi," pinta Mi-Cha membelai wajah Joon-Hee yang berubah menjadi ilusi sang appa. "Aku ingin mendapatkan kasih sayang yang sudah lama tak kudapatkan," sambungnya dengan sesengukan.

Tangan kekar Joon-Hee membelai rambut hitam Mi-Cha, ia menyalurkan ketenangan kala melihat Mi-Cha yang terlihat gusar. Hatinya tak tega saat melihat wanita kesayanganya meneteskan air mata. "Berhenti menangis, Noona. Aku akan memberikan kasih sayang itu padamu, aku akan melakukan apapun untuk menebus rasa rindumu terhadap appa-mu. Percayalah." Joon-Hee mulai menenangkan Mi-Cha, ia mengecup kedua kelopak mata Mi-Cha yang basah dilanjutkan pelukan kasih sayang yang mengikis jarak di antaranya.

Tidak ada hidup yang sempurna walaupun kamu mencoba membuat kesempuranaan tersebut. Seperti halnya dengan kehidupan Mi-Cha. Ia menginginkan tubuh yang sempurna tanpa menyadari bahwa ada bagian yang cacat di tempat lain. Tubuhnya sudah sempurna dengan izin Joon-Hee, tapi ia tidak bisa mengikat kembali hubungan percintaan yang awalnya terputuskan. Mereka terpaksa mengakhiri semuanya karena roh reinkarnasi pada jiwa yang lain tidak bisa menikah dengan anak pemilik roh tersebut.

Hidup tidak sesempurna yang diharapkan. Semua akan merasakan cacatnya ....


***


1. Anak.

(Not) Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang