"Mungkin ini cara Allah menunjukkan kepadaku bahwa tiada sesuatu yang lebih besar untuk dikagumi kecuali sang pencipta"
Teringat ada pepatah yang mengatakan 'kalau jauh bau harum namun kalau dekat bau busuk'. Ah, kira-kira begitulah. Maknanya apa? Orang bila sudah tinggal dekat akan tau baik buruknya orang tersebut, begitu juga sebaliknya. Bila tinggal berjauhan pastilah yang baik-baik saja sering terdengar. Sebaiknya biarlah yang baik saja yang harus di dengar. Agar hati sehat dan tidak menjadi overthinking juga.
Semakin hari berlalu, semamun sering dia berkunjung ke kedai kami. Busuknya nampak juga. Mungkin selama ini dia masih menjaga image-nya. Berusaha menutupi, namun nampaknya dia sudah tak tahan. Dia goyah di hadapan teman-temannya. Ini bukan aib besar. Namun, bagiku betul-betul tak menyangka.
***
Kala itu, ramai anak-anak remaja masjid berkunjung ke kedai. Dia lebih dahulu sampai bersama Kak Fajar. Tak lama sebagian anak-anak pulang, hanya tersissa beberapa saja. Awalnya, dia bergriliya melakukan hal itu. Dia masih berusaha mencuri waktu agar aku tak melihat tingkahnya. Ada satu anak yang bersamanya, juga anteng saja. Seolah biasa melakukannya bersama.
Kebetulan ada pembeli. Aku tak begitu fokus memperhatikan mereka. Yang aku tahu, mereka tangah duduk dengan masing-masing gelas kopi. Tak sengaja, aku secara spontan berbalik badan hendak mengambil plastik di dekat meja barista. Sontak saja, mataku dan matanya beradu tatap. Aku terpaku. Ingin sekali langsung berkata, namun masih tertahan karena masih ada pembeli.
Setelah pembeli menerima pesanannya, langsung saja aku menanyakan kelakuannya tadi.
"Kak, kakak merokok ya?"
Dengan wajah tak enak, dia menjawab seraya menyembunyikan rokok di balik kakinya.
"Hehe, iya Nov. Sudah lama sih. Kalo lagi pengen aja, bukan jadi rutinitas harian"
"Oh ..., tak sangka ya kak"
"Iya nov, tolong jangan bilang-bilang ke ibu ya, Nov"
Pernyataan yang membuatku speechless. Dilihat dari gelagatnya, dia bukanlah amatir dalam melakukan hal itu. Relevan juga yang dikatakannya tadi kalau dia gak menjadikan itu kebiasaan. Terlihat dari jenis rokok yang dipilihnya. Cl*ssm*ld putih. Bukan jenis yang berat layaknya Dj*e S*m S*e.
Lah kok aku bisa tahu? Tenang, tenang, aku hanya pendengar yang baik. Informasi tersebut aku dapatkan dari cerita temanku. Aku hanya teringat saja. Terlepas itu, apapun bentuk dan kelasnya, jika terkategorikan merusak badan, itu bukanlah hal yang baik. Sebagian ulama juga mengharamkan hal tersebut.
Berdasarkan ekspresinya, dia sebetulnya malu kepadaku. Mungkin dia sudah terasa bahwasannya selepas ini penilaianku terhadapnya. Tak sampai setengah batang, ia segera mematikan rokoknya. Sebelum ini, salah satu teman remaja masjid juga pernah mengatakan kepadaku bahwa dia sebetulnya perokok. Aku tak lantas percaya begitu saja. Aku tak pernah melihatnya melakukan hal itu.
***
Jujur, sangat menyakitkan saat Allah menghendaki aku tahu sisi lain dirinya. Bukan Allah yang membuka aibnya, namun dia sendiri yang membukanya. Padahal Allah sudah menutupinya agar terlihat baik.
Argh, sangat mengecewakan. Sangat disayangkan betul orang se-keren dirinya bisa mencoba hal itu. Apa sih? Tidak habis fikir.
Kalau di tinjau, memang saudara-saudaranya perokok. Mana kuat menahan godaan di dalam kandang sendiri.
Terlepas dari itu, memanglah betul level keimanan dan ketaqwaan hanya Allah saja yang tahu.
Ini bukan masalah besar, tapi aku tak terbiasa dengan hal itu. Untuk aku terlahir dari dalam rumah tanpa asap rokok di dalamnya, aku tak dapat menahan itu. Sesak nafas, bau, dan tidak sehat aku rasa sudah complete.
Cukup!
Aku berhenti mengagumimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Tak Pantas Aku Rindukan
Fiksi RemajaCerita ini hanyalah cerita biasa. Dengan masalah yang sering di jumpai. Tidak hanya aku, kamu juga pernah merasakannya.