Bab 11 : Harap yang Bertumbuh

0 0 0
                                    

Arghhhh ...
Aku muak.
Lagi-lagi air mata jatuh dengan pedihnya.
Walau air mata yang terjatuh tak sebanyak harapanku selama ini kepadanya.

Dia tak salah.
Aku saja yang bodoh.
Bahkan sangat bodoh.
Sudah sering kali menangisinya, tak juga jera.
Tak pernah lelah untuk mencintainya.

Dia tak mencintaimu.
Ada wanita lain yang masih mengisi relung hatinya.
Hatinya bukan untuk aku.
Sekuat apapun berusaha.
Tetap saja bukan diriku yang terbaik.
Aku kalah dalam segala hal darinya.
Aku tak cantik
Aku tak wangi.
Aku tak bersih.
Aku tak peduli penampilanku.
Aku cuek.
Aku masa bodoh.
Tak peduli diri sendiri.
Aku tak menarik.

Seorang teman dari kacamata psikologinya mengatakan bahwa dia begitu lembut kepada aku.
Kelembutannya hanya sebatas teman.
Baginya aku hanyalah teman.
Teman tapi mesra?.
Apa gunanya?

Hubungan ini tak seharusnya ada.
Allah tak suka.
Pada akhirnya, kegundahan selama ini terjawab.
Seseorang mengatakan dia masih menyimpan rasa kepadanya.
Dia mengisi relung hatinya.

Selama ini, aku sudah bersusah payah.
Memagar diri dengan tembok yang tinggi.
Menata dan membangun benteng pertahanan sedemikian hingga.
Mensugesti diri bahwa dia temanku.
Kami adalah teman.
Tak lebih.
Berhenti berharap.
Tapi masih saja.

Kali ini aku tergoda.
Hanya karena wanita pengisi hatinya akan segera menikah.
Dia dikhianati cintanya.
Dia hancur.
Namun, tidak dengan ruang hatinya.
Berharap aku akan masuk memggantikannya.
Oh, tentu saja tidak.

Dia pria sejati.
Sekali mencintanya, tetap utuh hingga kapanpun meskipun bukan menjadi miliknya.
Sudah jelas, dia akan memilih wanita yang dicintanya.
Bukan aku yang mencintanya.

Ah ...
Pedih!
Kami hanyalah sepasang teman yang bersimbiosis mutualisme.
Dia effort bukan karena ada rasa.
Tapi karena ingin balas jasa.

Sudah, berhentilah dengan cara sungguh sungguh!
Jangan lagi membuka atau mencari peluang untuk masuk ke hatinya.
Allah lebih pantas.
Ada Rasulullah saw. Yang menangis untuk ummatnya.
Tapi malah ummatnya tak peduli cintanya Rasulullah saw.

Tutup hatimu darinya.
Jangan cari perhatiaanya.
Tak perlu sok akrab.
Tak perlu cari perhatian.
Tak perlu minta tolong dengannya.
Aku makhluk sosial.
Aku pasti bisa berinteraksi dengan lainnya.
Tak harus meminta bantuannya.

Stop excited saat mendengar orang lain membicarakannya.
Stop peduli.
Tak usah berekspektasi lebih lagi, ini sudah kali kesekian kecewa.
Dia tak tahu.
Aku saja yang terlalu beelebihan.
Dia tak salah.
Berhenti bersikap bodoh.

Perbaiki diri, persiapkan amal.
Hidup bukan tentang pernikahan saja.
Hidup juga tentang kematian.

Sudah ya!
Fix, ini terakhir.
Jangan menaruh harap lagi kepadanya.
Pikirkan jodohmu nanti Nov!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia yang Tak Pantas Aku RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang