Bab 12: Ta'aruf

0 0 0
                                    

"Kita takkan pernah tahu, siapa yang akan datang dan pergi. Kita tak tahu apakah yang terjadi akan menjadi takdir atau bukan. Namun, pastilah ada hikmah di baliknya"

Pertengahan November 2023 lalu, adik sepupuku secara sepihak mencoba mengenalkanku kepada seorang lelaki yang ia dapati dari seorang kenalan wanita, yang kini tengah akrab dengannya. Namanya Mbak Nia, dia ibu dari tiga anak. Anak sulungnya sudah menginjak usia remaja. Ia berada di pesantren dalam kota. Dua anak lainnya masih anak-anak dan tinggal bersamanya. Si sulung mempunyai guru mengaji namanya Ustadz Wijaya. Ustadz Wijaya ini tengah mencari seorang istri. Alhasil, Mbak Nia dan sepupuku mencoba untuk mencomblangkan kami berdua.

Mbak Nia dan Imah, sepupuku, saling bertukar informasi mengenai kepribadian kami namun tidak mendetail. Imah izin kepadaku untuk membagi biodataku kepada Mbak Nia untuk diteruskan kepadanya. Akupun menyetujuinya.

Aku meminta Imah agar kami dapat saling melihat CV masing-masing sebelum lanjut ke pertemuan. Aku lupa memberitahu Imah agar tidak membocorkan pekerjaanku. Aku akan mengatakannya sendiri secara langsung. Sebisa mungkin aku menutup hal yang dapat membuatnya "minder", karena aku punya firasat tentang itu.

Sayangnya, aku terlambat. Imah sudah terlanjur mengatakan hal itu kepada mbak Nia. Mbak Nia pun sudah mengatakan hal itu kepada Ustadz Wijaya. Duh ...

Benar saja, nampaknya Ustadz Wijaya agak "minder". Namun, Mbak Nia menguatkannya. Rupanya Dia mu mencoba. Dia meminta nomor WhatsApp-ku untuk mengirimkan CV dirinya.
Aku telah mendengar kabar ini, terus terang saja, aku menantikan pesan darinya.

Sepekan telah berlalu, dia tak kunjung mengirimkan pesan apapun kepadaku. Aku tak terlalu ambil pusing. Aku menjalani hidup seperti biasa.

***
Mendekati hari HPL kakak perempuanku, pesan yang dulu aku nantikan hadir. Meskipun aku tak fokus, aku langsung mengenalinya begitu saja. Aku memberikan jeda waktu untuk membalas pesannya agar tak terlalu nampak agresif. Hehe ...

Kami mengobrol seadanya dan sepentingnya. Obrolan bersambung selama tiga hari tiga malam. Kami bertukar CV. Aku memintanya untuk mempelajari CV milikku. Aku pikir CV-ku terlalu detail, tak seperti miliknya hanya berupa pesan yang di ketik saja.

Bahaya nih! Seolah aku sedang menunjukkan sikap perfeksionis yang dapat membuat orang mundur. Aku tahu betul, seharunya aku tidak begitu. Aku tulis sederhana saja agar dia nanti saat pertemuan tidak kehabisan bahan berbincang.

Kami saling bertukar foto. Tak lama setelahnya, dia mengakhiri obrolan dengan mengatakan, "Nanti saya tanya-tanya lagi ya ukh, saya mau ngajar dulu"

Hmmm ... Baiklah. Ini membuatku bertanya-tanya. Aku memanglah tak se-good looking wanita zaman sekarang. Aku baru mencoba untuk skincare-an. Aku pikir, jika fisik yang menjadi masalah, setidanya bertemu dahulu barulah dapat menilai secara utuh.

Sepekan berlalu, tak ada lagi pertanyaan di whatsApp. Dia mengikuti instagram-ku. Seperti biasa, aku tak langsung mengikuti balik. Butuh waktu sepekan barulah aku ikuti balik dirinya.

Kami hanya saling memantau via instastory, tak saling memberikan reaksi ataupun berkomentar melalui direct message. Hingga sekarang, sudah dua bulan berlalu, tak ada kabar darinya. Apakah dia menolak ataupun menerima proses ini? Layaknya perasaan yang sedang digantungkan. Salah jikalau aku harus menaruh harap kepadanya.

Aku paham betul, aku bukanlah sesiapa. Aku adalah wanita yang baru hijrah, yang masih sangat awam dari ilmu agama tak seperti dirinya yang sudah banyak mengkhatamkan kitab-kitab. Guru-gurunya pun Maa Syaa Allah. Begitupun dirinya. Seorang pengajar yang punya banyak talenta, pandai berbahasa Arab, bahkan acapkali menjadi salah satu pengisi acara di masyarakat. Ah  ... Perbedaan yang terlalu mencolok.

Apalah dayaku? Akku dan harapku dpaat ditemukan oleh seorang lelaki yang dapat menambah mahabbah cintaku kepada Allah dan Rasulullah. Menjadikan dunia bukanlah segalanya. Akhirat yang utama. Bersama saling menguatkan dan menuntun menuju syuga-Nya Allah. Nampaknya, dirinya terlalu baik untuk aku yang bukan apa-apa. Duniaku yang terlalu kuat, tak seperti dirinya.

Yaa Allah, jika dia bukan untukku, tolong gerakkan hatinya untuk mengatakan yang sebenarnya. Sudahi proses ini. Jangan buat aku menunggu lebih lama lagi. Biarkan aku bebas dan terlepas untuk bertemu dengan jodohku.

Salahkah aku yang mencoba diam? Salahkan pemikiranku uang memgatakan bahwa aku tam punya hak untuk menghubunginya terlebih dahulu untu memastikan ini. Wanita kodratnya di pilih bukan memilih. Jika sudah menjadi takdir bahwa dia yang terbaik untukku, tolong gerakkan hatinya yaa Allah.

Dua bulan berlalu begitu saja, aku sudah lelah.

Dia yang Tak Pantas Aku RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang