BAB 9: Al-Burhan

13 0 0
                                    

Pengetahuannya tentang dunia panah nampaknya lebih jauh dari aku. Aku tertarik untuk ngobrol banyak tentang hal itu. Bisalah berbagi terkait teknik yang tepat agar nanti tidak terjadi cidera.

"Besok, sebelum ke sekolah. Saya mampir ke lorong rumahmu buat bayar DP busur ya. Pokoknya mau tipe yang simpel aja,"

"Iya, Mbak. Tolong kabari ya,"

"Ah iya, kan panah saya agak rusak ni bagian sambungan besinya. Apa bisa juga ya sekalian benerin panahan di tempatmu?"

"Oh bisa, Mbak. Besok bawa aja, sekalian DP ya,"

"Berapaan? Biar tak bawa sekalian uangnya,"

"Gak, Mbak. Untuk Mbak free aja. Tapi kalau bagian pipanya yang rusak terpaksa nanti ngeluarin duit buat beli bahan pipanya."

"Oke. Nanti liat besok ya. Rasanya cuma bagian pakunya aja yang tak ganti dengan paku biasa,"

"Oh, iya. Pokoknya bawa aja dulu. Biar saya lihat,"

"Eh iya, kayaknya kamu tau banyak tentang panahan. Kayaknya asyik kalau nongkrong sambil nge-th*itea buat bahas ini,"

"Boleh aja, Mbak. Tapi jangan kelamaan, ntar keburu saya berangkat,"

"Lah? Emang mau kemana?"

"Mau dakwah ke luar negeri mbak kalau bisa. India, Pakistan, Bangladesh, dan negera lainnya,"

"MasyaaAllah, kece banget. Itu program dari majelismu atau gimana?"

"Duh, gimana ya jelasinnya. Majelis saya ini Al-Burhan, Mbak,"

"Al-Burhan?"

"Mbak tau gak jamaah tabligh yang sering datang dari masjid ke masjid, bawa kompor, dan lainnya? Nah, aku ikut itu, Mbak,"

Aku terkejut. Tak bergeming. Hampir tak percaya akan apa yang dikatakannya. Beberapa saat kemudian otakku mulai menghubungkan beberapa hal terkait dirinya.

Hmmm.. pantas saja. Wajahnya khas sekali. Wajar saja tampilannya seperti itu. Ternyata ... dia seorang jamaah tabligh.

Jujur aku takut. Sebisa mungkin, aku berusaha menepis itu. Aku bersikap sewajar mungkin dengannya. Bagaimana tidak? Selama ini majelis itu banyak yang di tolak masyarakat dan banyak hal negatif yang aku dengar tentang itu.

Adanya pengakuan dari dirinya tentang siapa dia membuatku kian penasaran. Penasaran ingin mencari tahu tentang majelis itu tadi. Aku ingin menanyakan kebenaran semua hal yang telah masyarakat tujukan kepada mereka.

"Mohon maaf ya, boleh saya nanya tentang majelismu? Kalian sering di tolak bahkan di usir oleh masyarakat, itu bagaimana?"

"Ya begitulah, Mbak. Namanya dakwah. Kami hanya meneruskan usaha nabi terdahulu. Nabi juga gitu ketika melakukan dakwah.

" Ah, betul juga,"

"Mbak tahu gak tsunami di Aceh tahun 2006 silam?"

"Ya, tahu dong!"

"Mbak tahu, apa penyebabnya?"

"Sudah ketentuan Allah itu kan terjadi,"

"Iya, memang. Namun, di sana telah terjadi suatu kedzoliman. Ceritanya gini, beberapa hari sebelum kejadian tsunami, ada beberapa jamaah yang melakukan usaha dakwah di masjid salah satu daerah di sana. Orang-orang tidak suka kehadiran para jamaah. Jamaah selalu kesulitan untuk mencari makan. Pada suatu ketika, mereka yang begitu membenci jamaah tadi, berubah menjadi sangat baik. Mereka memberikan daging kepada para jamaah. Jamaah sangat bergembira. Mereka segera memasaknya kemudian memakannya dengan rasa syukur. Mereka menyangka bahwa orang-orang sudah berubah. Salah seorang datang menemui para jamaah kemudian mempertanyakan daging tadi. Dia bertanya, kemana daging tadi perginya? Mereka menjawab bahwa mereka telah habis memakannya dan kini tengah merasa sangat kenyang. Orang tersebut berkata bahwa itu tadi adalah daging anjing. Sontak saja, para jamaah muntah. Jama'ah merasa kecewa dan meluapkan kesedihannya. Mereka berkata "sungguh kami takkan pernah ridho apa yang telah di perbuat oleh masyarakat kampung ini kepada kami". Mereka pun pergi, tak lama setelah itu tsunami pun melanda Aceh"

"Oh gitu yaa ... Ada versi lain ternyata. First time nih saya dengernya"

***

Aku tak banyak bicara setelahnya. Aku pikir semiua yang terjadi memanglah sudah ketentuan Allah yang mana Allah ingin membersihkan Aceh dari kemaksiatan yang tertumpuk selama ini, bukan hanya semata karena tragedi jama'ah tersebut. Ini sudut pandangku, kalaupun dia ataupun orang lain berpendapat berbeda ya silahkan, tidak di paksakan untuk setuju.

***

Terlepas dari itu, apapun jalan dakwah yang dia pilih itu sudah menjadi pilihannya. Selagi hal itu baik dan dapat menambahkan tingkat keimanannya tak jadi masalah. Hidayah hanya milik Allah. Allah maha pembolak-balik hati manusia. Aku belajar bahwa perbedaan tak selalu berujung kebencian. Perbedaan akan menjadi indah jika kita bersatu. Tujuannya juga sama yaitu Allah. Mengapa harus mengambil pusing? Semua orang pada track-nya masing-masing.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, 'Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan." (HR Tirmidzi)

Dia yang Tak Pantas Aku RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang