"Mungkin kunjunganmu di lain hari akan berbeda cerita. Wallahu a'lam."
Sejak kegiatan di organisasi itulah, instensitas pertemuan aku dan dia meningkat. Namun, tak saling sapa. Hanya pertemuan sekedarnya saya. Berpapasan seeprti amgin lalu. Tak peduli satu sama lain. Alih-alih mau bertukar pandang. Ah ... Jauh!
***
Bagiku, dia masih tetap kakak kelasku. Kekak kelas yamg aku kagumi. Sejak hari itu, aku mulai menobatkan diriku sebagai fans terselubungnya. Mungkin, apa yang nampak aku lihat sekarang adalah bagian aib yang sedang Allah tutupi darinya.
Namun, aku pernah membaca pada bukunya kak Alvi bahwasannya cinta tumbuh dari suatu kekaguman. Entahlah, jodoh siapa yang tahu.
Meskipun kami berada pada grup chatting yang sama, kami tak pernah bertukar pesan secara pribadi. Sekagum-kagumnya aku dengannya, rasanya akan sangat malu jika mengajak ngobrol begitu saja tanpa adanya kepentingan.
***
Dulu, saat Facebook baru booming, dia mengirimkan permintaan pertemanan kepadaku terlebih dahulu. Ya, biasa. Semua ornag juga seeprti itu awalnya. Asal menambahkan pertemanan, asal konfirmasi saja. Tahu secarang langsung dengan yang bersangkutan bukanlah suatu hal penting.
Aku juga hanya sekedar tahu saja tentang dia. Tahu sekedar tahu. Tidak lebih dari itu secara mendetail. Tahu itu pun katena saat pergi dan pulang sekolah, jalan di depan rumahnya menjadi salah satu tempat perlitasan.
Ini juga berkah dari adanya organisasi. Salah satunya, membuat tahu orang yang tidak tahu serta membuat kenal orang yang sudah tahu. Allah itu sungguh luar biasa, mempertemukan kembali kami pada setelah bertahun-tahun berlalu.
***
Selama bertahun-tahun organisasi, untuk saling tegur sapa saja aku sangat canggung. Jadi, kalau berlintasan dengannya, aku diam saja. Hingga tahun 2015 kemarin, tanpa persetujuan, dia datang ke rumahku bersama ibunya.
Inget betul, saat itu masih dalam suasana hari raya idul fitri hari ke lima. Ibu memanggilku secara mendadak.
"Eh, itu ada temen kamu datang sama emaknya." Pekik ibu dari balik pintu kamar mandi.
"Lah? Siapa, Bu? Kok tidka mengabari terlebih dahulu." Jawabku keheranan.
Deg... Deg ... Deg.
Detak jantung tak teratur. Pikiranku sudah berimajinasi jauh ke depan.Waktu itu, aku tengah asyik mengguyur badanku dengan air. Astaga ... Momentum yang tidak pas sekali.
Mengingat kondisiku yang tak memungkinkan untuk keluar, Ibuku secara inisiatif memulai obrolan singkat untuk memgulur waktu.
Lima belas menit kemudian, aku bersiap untuk menemui mereka. Awalnya, aku sempat terbawa perasaan. Wajar saja, ini situasi yang aneh. Seorang pria datang ke rumahku bersama Ibunya pula. Bagaimana tidak baper? Ah .... Pemikiran gila macam apa yang ada di otakku saat itu. Entahlah.
Kabar baiknya, setelah mencoba mengobrol, aku paham maksud dna tujuan mereka bertamu. Ini bukanlah sebuah lamaran. Hahaha.
Ternyata, dia ingin bertanya terkait masalah perkuliahan.
Kebetulan kami lulus melalui jalur yg sama pada universitas yang sama. Hanya berbeda jurusan saja.Pertemuan itu berlangsung sekitar dua kali enam puluh menit. Setelah puas bertanya, mereka pulang.
Saat itu, perkembangan teknologi belum secanggih sekarang. Gawai keluaran pabrik China menjadi penguasa saat itu. Internet masih sulit di akses pada gawai, sistem GPRS yang berlaku saat itu.
Ketika aku membuka aku Facebook, ada inbox darinya.
Disana dia menuliskan "Nov, gua main ke rumah lu ya!" Sebelumnya, sudah terjadi chat tentang masalah perkuliahan itu. Aku yang mengirimnya tautan hasil kelulusan jalur yang kami ikuti bersama.Konyolnya, dia tidak tahu rumahku. Tadi, saat berkunjung dia terlewat. Namun, pada akhirnya dapat juga, hasil bertanya dengan orang sekitar. Haha.
Ketika dia pulang, ternyata dia mengirimkanku pesan kembali.
"Nov, makasih banyak ya!"
Duh..
Perasaanku senang bukan kepalang. Finally, momentum percakapan kami terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Tak Pantas Aku Rindukan
Teen FictionCerita ini hanyalah cerita biasa. Dengan masalah yang sering di jumpai. Tidak hanya aku, kamu juga pernah merasakannya.