"Terkadang, apa yang nampak di luar memanglah terlalu manis. Saat pahitnya tiba dan itu bertentangan dengan jalan pikiran, maka mundur perlahan adalah langkah yang di pilih"
Akhir-akhir ini, pulang tengah malam sudah menjadi hal yang tak biasa bagiku. Usaha angkringan yang aku dan teman-teman jalankan, merubah pola hidupku. Aku harus rela bangun pagi untuk berbelanja. Saat siang hari, memasak menu angkringan yang telah diamanatkan. Setelahnya, langsung bertolak ke kedai.
Ya, seperti itulah kegiatan harian angkringan kami. Kami mengelolanya sendiri. Biar rasanya khas. Itu sih ... di samping untuk memperbesar keuntungan juga. Hehe ....
***
Seperti biasa, kedai tutup jam sepuluh malam. Aku biasanya santai saja, karena ada temanku yang akan pulang bersamaku. Namun, selama dua pekan ini, aku akan pulang sendirian. Temanku pergi ke luar kota. Aku terpaksa pulang seorang diri.
Jarak kedai dan rumahku sangat jauh. Ujung bertemu ujung. Tak enak saja, biasa berdua tiba-tiba sendiri. Seperti ada yang kurang.
Usaha kami jalankan berempat. Satu orang sedang pergi ke luar kota. Jadi, tinggal bertiga saja di angkringan. Bertiga sampai maghrib tiba, setelahnya berdua. Temanku yang satunya melakukan job tambahan di waktu itu hingga jam setengah sepuluh malam dia akan kembali ke kedai lagi untuk membantu kami membereskan angkringan.
Kemungkinan, hanya aku dan temanku satunya lagi berjaga. Mbak Ani, begitulah aku menyapanya. Gawai Mbak Ani berdering. Ada panggilan masuk dari sepupunya. Ia mengabarkan bahwa Mbahnya mereka meninggal. Innalillahi wainna ilaihi roji'un.
Mbak Ani harus pulang dan ikut pergi bersama malam itu juga. Artinya, Mbak Ani tak bisa tinggal menjaga angkringan bersamaku malam ini. Alamat, aku bakal solo player ini!
"Dek, maafkanlah. Mbak terpaksa tinggal dulu angkringan, mbak mau ikut takziyah. Kau ajak temenlah suruh main ke sini. Free coffee," ucap Mbak Ani santai.
"Oalah ... hmmm. Oke deh, tak coba hubungin dulu,"
"Iya, sok, lanjut. Ajak yang biasa nongkrong di sini aja,"
"Hmmm ... iya aku tawarkan dulu ke mereka,"
Aku mengirim pesan pada grup khusus kami. Grup Kang Thaitea. Grup yang setahun terakhir terbentuk. Hanya beranggotakan empat orang, dua perempuan (termasuk aku) dan dua lainnya laki-laki. Grup ini terbentuk karena hobi kami yang sama yaitu nongkrong bareng di kedai minuman teh khas Thailand.
Sejak angkringan buka, mereka para member Kang Thaitea sering berkunjung. Setiap akhir pekan mereka datang. Aku rasa tak ada salahnya jika menawarkan mereka saran mbak Ani tadi untuk nongkrong bareng di kedai kami.
Gaes, gua solo nah jaga angkringan malam ini. Kuy kesini, free kopi deh.
Oh oke, otw.
Mereka setuju dan meresponnya dengan cepat. Segampang itukah? Benar-benar luar biasa. Haha ... kalau mendengar sesuatu yang free memang suka seperti itu.
***
Mbak Ani pergi sudah hampir setengah jam yang lalu. Aku masih solo juga. Mereka belum datang. Bagaimana ini? Ah, mereka menipu aku nampaknya.
Pesan yang aku kirimkan tadi, memang direspon oleh mereka para lelaki, sedangkan member perempuan lainnya, tak memberikan respon. Aku maklum saja. Teman perempuanku satu itu masih sangat muda. Usianya tepaut jauh dengan kami bertiga. Lagi pula, dia masih duduk di bangku SMA.
Para lelaki, yaitu Kak Fajar dan Dia, mereka satu masa permainan alias seumur. Sedangkan aku lebih muda dua tahun di banding mereka berdua. Oleh sebab itu, para lelaki lebih responsif dan dengan mudahnya nongkrong di kedai. Selain itu, mereka juga bolang. Haha ....
Dia dan Kak Fajar, kerap kali mengunjungi kedai kami. Saat bulan pertama buka, mereka berdua selalu menyempatkan diri untuk menghirup kopi rumahan yang disediakan ada kedai kami setiap akhir pekan. Mereka begitu baik. Mereka mengawalku saat pulang. Jadi, mereka nongkrong di kedai kami sampai tiba waktu tutup.
Ah ... Senang sekali rasanya punya teman seperti mereka. Tahu saja jikalau temannya ini rada takut. Sebenarnya, kami bertiga pulang ke arah yang sama. Rumah kami berada apda kawasan yang sama. Mungkin itu juga alasan mereka mengawalku. Bukan mengawal, lebih tepatnya konvoi bareng. Kalian mungkin berpikir, jika rumah kami tidak satu arah, maka mereka tidak akan pulang sampai kedai tutup? Pemikiran itu salah. Ini dibuktikan oleh dia.
Dia, yang aku kagumi itu, tidak pulang ke arah yang sama lagi dengan kami. Sejak masuk perkuliahan, dia tinggal di sebuah masjid di dekat bandara kota. Dia menjadi seorang marbot. Sang pemilik masjid sangat memeprcayainya. Itu hal wajar, mengingat potensi yang melekat pada dirinya. Jadi, butuh waktu satu jam perjalanan dari kedai kami ke masjid tempat dia tinggal.
***
Kedai ini membawa cerita tersendiri. Kedai ini juga menjadi saksi bahwa betapa seringnya obrolan terjadi diantara kami, tanpa kecanggungan. Mengalir apa adanya, tanpa menjaga image diri lagi.Pernah suatu ketika, ibunya menelpon saat dia berada di kedai. Dari balik meja bar, aku mendengarkan obrolan dia dan ibunya. Yang aku tangkap, nampaknya ibunya sedang bertanya dimana dia berada. Dia dengan santai menjawab sedang berada di kedaiku. Dia menyebut namaku. Tepatnya, menjual namaku dihadapan ibunya. Entah mengapa ibunya tenang dan tidak mempermasalahkannya. Dia juga tanpa malu berkata seperti itu dihadapanku. Santai sekali pokoknya. Bahkan anehnya, ibunya ingin berbicara langsung denganku. What? Oke, keep calm.
Dia menyerahkan gawainya kepadaku. Aku agak gugup. Segera mungkin aku langsung menyapa ibunya di telepon. Singkatnya, ternyata ibunya bertanya tentang seseorang yang tinggal di dekat rumahku. Ibunya meminta kepadaku kontak orang tersebut.
Pada percakapan itu, sebenarnya aku tak terlalu nyambung. Aku bahkan salah mengenali orang. Haha ... Aku berlagak sok tahu padahal tidak tahu. Ah ... Berlagak sekali diriku dihadapan ibunya. Aku hanya berusaha agar ibunya tidak kecewa. Dasar aku!
Obrolan singkat itu benar-benar membuatku senang bukan kepalang. Moment langka. Dari itu, aku tahu bahwa dia orang yang sangat penurut dan penyayang pada ibunya. Ah ... Idaman sekali.
***
Namun, kesenangan itu terhenti. Aku kehilangan dirinya yang aku kagumi. Dia tak lagi menjadi idaman. Aku mundur perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Tak Pantas Aku Rindukan
Teen FictionCerita ini hanyalah cerita biasa. Dengan masalah yang sering di jumpai. Tidak hanya aku, kamu juga pernah merasakannya.