Rasanya langsung jleb. Saat aku dengar cerita tentang wanita lain dari bibirmu. Rasanya aneh. Kok tiba-tiba perasaan seperti ini muncul. Mungkin ini cemburu? Entahlah aku rasa begitu.
Ini tentang dia yang lain, seorang temanku.
Sudah beberapa tahun teakhir kami bersama. Berbagi tawa dan canda. Terkadang juga berbagi kisah. Walau kisah itu hanya sepintas. Aku sadar terkadang obrolan yang terjadi diantara aku dan dia tak begitu penting dan buang waktu saja. Meskipun begitu, aku menikmatinya. Aku merasa dia teman yang dapat memberikan warna dalam perjalanan hidupku.
Eaaaa ...Bisa dikatakan, aku dan dia cukup akrab. Ya itu tadi, semuanya terjadi karena kami sering melakukan chatting. Hampir tiap hari, meskipun terkadang pesan yang di balas terjeda untuk beberapa waktu.
***
Bingung juga bagaimana kami bisa seakrab ini. Menjalin hubungan 'pertemanan' tanpa ada kecanggungan. Yang aku tahu, sampai detik ini baik aku ataupun dia tidak membawa perasaan 'itu' dalam hal pertemanan ini.
Bagaimana bisa? Halah, omong kosong!
Mungkin itulah yang muncul saat orang mendengar cerita kami, aku pikir kalian yang membaca ini juga demikian.
Memang suatu hal yang mustahil. Seperti yang banyak dikatakan oleh orang-orang, pertemanan antara dua lawan jenis akan berujung adanya rasa saling suka.
Ya, mungkin itu benar. Bisa jadi, dia seperti itu. Aku juga tidak tahu, aku tak pernah menanyakannya.
Lalu bagaimana dengan aku? Apa aku suka dengannya?
Hmmm ...
Sejujurnya, aku menyukainya.
Menyukai sikapnya saat itu. Aku suka karena dia tak pernah mengabaikan pesan yang aku balas. Dia selalu bersikap baik kepadaku. Dia sering mengajakku mengobrol di saat aku terpojok di keramaian (I'm an introvert girl). Dia tahu betul kapan dia harus meninggalkan teman mabarnya demi mendekatiku yang kesepian.Ah ...
Terlalu berlebihan rasanya. Pengungkapanku tentang sikapnya. Sejauh ini, memang itulah yang aku rasakan.Tetapi, aku bukanlah wanita yang secara terang menujukkan gelagat bahwa aku menyukainya. Aku memilih diam dan mengontrol emosiku agar tak terlalu nampak di matanya dan orang lain.
Namun, pernah suatu waktu, aku mendapati teman-teman menggosipkan aku dan dirinya bahwa kami memiliki hubungan yang spesial.
Lah kok jadinya seperti ini ? Padahal selama ini, tak ada seorangpun yang tahu kedekatan kami.
Setelah aku usut, ternyata dia menceritakan kepada teman nongkrongnya tentang kami yang sering melakukan chatting.
Hmmm... pantas saja.
Saat itu, temannya berkata kepadaku bahwa dia bercerita kepada mereka dengan penuh rasa bangga.
Bangga? Aku mulai mengerti situasi ini. Menurutku, dia bisa melakukan hal itu karena dia ingin pamer kepada teman-temannya bahwa dia telah berhasil menjalin hubungan pertemanan denganku yang saat itu sangat tertutup dan sulit akrab dengan orang lain, khususnya laki-laki.
***
Situasi saat itu, benar-benar membuatku terpuruk. Aku takut untuk keluar rumah. Aku takut bertemu dengan teman-teman organisasiku (aku dan dia satu organisasi). Untuk beberapa pekan, aku tak mengikuti kegiatan rutin organisasi. Ini menjadi teror bagiku. Aku malu saat ada yang mengolok-olokku dengan berkata:
"cieee yang lagi deket sama si ..."Meskipun berkali aku menyangkal jikalau aku dan dia hanya berteman saja, mereka (orang-orang yang menggosipkan aku) memandang dengan penuh rasa kecurigaan dan tetap kekeuh dengan gosip mereka.
Batinku memberontak. Aku berpikir keras untuk meminimalisir gosip ini.
Aku mulai membatasi obrolan dengannya. Membalas chat sesingkat mungkin. Menghindari tatapan langsung dan kegiatan lain yang berpotensi membuat gosip kian merebak.
Mungkin, dia bertanya-tanya mengapa aku tiba-tiba berubah. Berubah menjadi kaku dan sedingin es. Hehe ..
***
Mungkin dia sadar, aku mulai berubah. Aku juga jarang komunikasi lagi dengannya. Aku melihat bahwa situasi sudah aman. Tak lagi ada gosip tentang kami. Aku mulai mengobrol santai dengannya. Tak perlu menghindar saat bertemu teman-teman. Ah, akhirnya lepas beban dipikiran.
Mengapa juga aku risau? Bukan apa-apa, aku hanya menjaga agar tidak menjadi conrih yang buruk bagi anak-anak lain. Seolah tidak sesuai dengan apa yang kenakan dan apa yang dilakukan. Aku tak ingin menjadi oknum. Ya memang salahku. Makanya aku cut.
***
Sekian lama tak berchatting, banyak cerita yang terpendam. Dia mamulainya terlebih dahulu. Waktu chatting yang tidak normal dan topik obrolan ngalor ngidul menjadi ciri khas. Dia memulai obrolan.
"Gua lagi ad nih, Nov".
"Yaudah, sok cerita. Kenape?"
" Jadi gini, gua ada suka dengan perempuan. Awal mula pertemuan yang singkat, perasaaan gua ke dia datar. Terjadi hampir 2 bulan sih. Dari aplikasi ojol pas dia ngorder di halte rumah sakit pas mau pulang ke sekolahnya, di daerah kota. Dia salah satu guru di sma swasta. Bermula obrolan pertama kami, karna nyambung kami melanjutkan obrolan di whatsApp dan saat itu kami mulai aktif chat di sana karna dia sering curhat tentang pasangannya. Gua coba jaga jarak dong tapi tiap kali dia ada masalah, dia minta tolong ke gua. Gua jadi yang pertama penyelamat dia. Bahkan di saat dia pergi dari rumah dengan alasan mempertahankan pasangannya dan si pasangannya kaga tau apa-apa, gua semua yang tanggung kehidupan dia. Tapi apa? Dia tetap milih si pasangannya itu meski orangtuanya melarang. Gua sebenernya kasihan Nov. Sejak itulah, gua mulai sedkit menaruh hati pada dia bahkan saya sampai berharap bisa berjodoh dengannya."
"Terus sekarang dia bisa kembali ke 'rumah lamanya' itu piye ceritane? Setelah banyak pengorbanan yang dilakukan?"
"Itu entahlah. Dia memutuskan kontak begitu saja. Kalo gak ke rumah lamanya ya kemana? Gua diabaikan gitu aja. Itu dugaan gua sih"
"Apakah ada tanda-tanda jikalau dia ingin pergi sebelumya?"
"Karna sosial media gua di blok tinggal whatsApp aja kmren tu. Gua gak banyak tau Nov jadinya"
"Apa sempat terjadi pertengkaran?"
"Pas terakhir pergi bareng dia, dia diem aja sih. Gak banyak kata dan senin pagi jam 7an dia bilang kalo dia mau ngejauh dengan alasan gua terlalu baik. Kami pisah tanpa komunikasi. Sempet maen blok-blokan whatsApp juga. Terakhir dia buka blok dan dia bilang dia nyesel. Kami jadi teman biasa lagi. Kami baru aktif komunikasi baru sekitar sebulan yang lalu."
"Oh gituh. Pertanyaan terakhir
Apakah status yg kalian jalani selama ini?""Gimana ya? Deket iya, ngajak nikah iya. Cuma ngak pacaran aja dah. Ucapan ngajak nikah pasti diomongi kalo ketemu"
"Aaaaa ... Dia benar, elu terlalu baik, Kak. Haha"
"Itulah terlalu baik. Padahal dia loh yang selalu bilang ngajak gua nikah. Guanya terkejut terheran heran karna persiapan ngak ada sama sekali. Eh, endingnya gini"
"Ahahahahahaha"
***
Jangan tanya bagaimana perasaan aku saat itu. Aku tidak masalah sih, cuma nampak seperti ada yang mengganjal di hati. Jleb. Ternyata dia banyak stok. Aku saja berlebihan. Mengapa juga dia mau aku wawancarai di chat seperti itu terkait sad story dia? Itu jarna aku berdalih aku bisa jadikan kisahnya inspirasi. Dia tau aku suka menulis.
Di balik itu, hanyalah alibi belaka. Agar aku tak nampak sedih jika mengetahui dia pernah seserius itu dengan seorang perempuan.
Ah ...
Sudahlah.
Intinya, jangan overthinking dengan laki-laki. Tak perlu risau, bisa jadi kau bukan satu satunya Nov.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Tak Pantas Aku Rindukan
JugendliteraturCerita ini hanyalah cerita biasa. Dengan masalah yang sering di jumpai. Tidak hanya aku, kamu juga pernah merasakannya.