Kepulangan dirinya menjadi momok tersendiri. Sebenarnya, aku ingin lari. Aku ingin melepas ikatan itu. Ikatan yang tanpa sadar menguat.
Sesaat sebelum kepergiannya, aku mengatakan dengan tegas "hijrahlah sebenar-benarnya hijrah!"
Kata itu penuh makna. Aku juga tak tahu apakah dia paham akan isyaratku. Kalimat itu merupakan kode, jika nanti dia pulang dan bertemu kembali denganku, harapku dia tak akan mengulangi ataupun melakukan hal-hal yang telah berlangsung selama dua bulan masa perkenalan itu. Aku ingin dia berhenti melakukan chatting denganku.
Aku paham betul. Aku sadar bahwa aku telah bertindak jauh. Melanggar semua prinsip yang telah aku bangun bertahun-tahun. Aku tak menjadi diriku.
Aku juga sangat lantang mengatakan kepada teman-temanku, bahwa aku senang dia pergi. Persis seperti yang telah aku ungkapkan pada awal tulisan ini.
Ah ... Aku malu. Malu kepada diriku. Siapa dia? Dia berani membuatku bertindak begitu. Inikah cinta? Entahlah. Aku hanya melakukan hal baik menurut versiku meski aku harus banyak berkorban.
Uang, waktu, dan rasa malu. Kemanakah diriku yang dulu? Yang begitu gagah. Ah ... sial! Aku sudah terjebak. Terjebak ke dalam zona nyaman suatu hubungan. Hubungan tak berarah dan unfaedah.
Ini memang salahku. Salah telah menjadikannya bahan risetku. Pada akhirnya, aku memikul beban rasa tak enakan seperti saat ini.
Sebenarnya, aku bersikap seperti ini hanya ingin membalas budi karena dia sudah membagi kisah kelamnya. Kisah kelam yang akan aku terbitkan bersama teman-teman penulis. Penulis? Terlalu keren. Tepatnya, teman-teman yang mencoba memasuki dunia literasi.
Namun, apa yang terjadi? Aku terperangkap ke dalam dunianya. Aku mengambil peran penting dalam hidupnya. Sedia saat dia membutuhkan bantuan. Berpikir keras atas masalahnya. Mencarikan solusi. Memenuhi permintaannya. Melakukan hal bodoh yang bukan aku .
Aku rela membuang rasa malu. Menjemputmu di depan lorong rumah. Mengantarkan makanan. Ah ... Aku benci melakukannya. Batinku memberontak. Ini benar-benar menjatuhkan harga diriku.
Mengapa aku takluk dengan dia? Dia yang tak sama sekali pernah berniat menjemputku. Dia yang selalu membuat kode-kode pemalakan. Ada apa sebenarnya ini? Perasaan macam apa yang aku rasakan?
Aku bodoh, benar-benar bodoh. Aku tekah dibutakan oleh rasa ibaku. Antara iba dan cinta (mungkin) keduanya berbeda sangat tipis.
Dia selalu mengeluhkan nasib dirinya. Itu yang membuatku tak tega. Akhirnya, aku berkorban. Berlagak sok punya. Sok pahlawan. Padahal menderita juga.
Gilanya lagi, aku sempat menangis. Katakanlah aku terbakar api cemburu.
Malam itu, seperti biasa dia mengirimkan pesan. Aku balas seperti biasa. Dia takkan lama membalas. Namun, malam itu tidak. Dia membalas satu jam kemudian. Dia berkata bahwa dia sedang pergi ke rumah mantan pacarnya. Mantannya berniat memberikan hadiah kepadanya atas dasar keinginan orang tuanya si mantan. Si mantan tak menjemputnya ke rumah. Dia yang menjemput. Ditengah perjalanan pulang, dia mengirimkan pesan. Pesan yang mengandung berita buruk bahwa motor yang dia kendarai mogok. Mereka mendorongnya bersama. Singkat cerita motor kembali menyala, mereka singgah ke sebuah resto atas dasar ajakan si mantan. Dia tak nafsu makan. Si mantan menyuapinya, dia menerimanya. Ah ... romantis sekali.
Air mataku tak terbendung setelah mendengar ceritanya. Aku sedih dan merasa terhina. Mengapa aku seolah mengemis cinta padanya? Mengapa selama ini aku yang berkorban? Aku merelakan harga diri dan rasa maluku. Menjemputnya dan mengantarnya lagi. Didepan lorong, menghadapi tatapan sinis dari orang sekitar. Mengapa dia tak pernah berani menjemputku? Pilih kasih.
Dia tak peduli tentang apa yang aku rasa. Sudahlah, dia benar-benar memainkan perannya. Dia menganggapku seperti saudaranya. Bagaimana aku? Pikir saja. Aku tak tahu harus bagaimana.
Ini salahku. Salah sudah membiarkan dia masuk ke dalam hidupku. Dia pernah bertanya, mengapa aku melakukan ini padahal baru saja kenal? Aku hanya menjawab bahwa aku adalah saudaramu.
Aku terlalu mudah mempercayai orang. Aku ...
Kini, aku bingung mengakhiri hubungan gila ini.
Hubungan gila dengan orang yang tak pernah peduli dengan perasaan dan pengorbananku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Tak Pantas Aku Rindukan
Teen FictionCerita ini hanyalah cerita biasa. Dengan masalah yang sering di jumpai. Tidak hanya aku, kamu juga pernah merasakannya.