"Terkadang apa yang terucap, tak dapat di duga apa jadinya ke depan nanti. Saat Allah katakan kun fayakun, kamu mau apa?"
"Hadeuh, seperti bakal gak jadi lagi deh ...
Set ulang lagi deh, susah sekali rasanya buat kopdar", balasku kepada seseorang di chat whatsApp.***
Beberapa bulan terakhir banyak hal tak terduga telah terjadi. Kisah ini berawal sejak satu tahun berakhir. Kali ini aku akan menceritakan dia, seorang teman dekat yang sudah aku percaya belakangan ini.
***
Awalnya aku tak tahu bagaimana aku dan dirinya bisa sedekat ini. Dulu, untuk menyapanya saja aku enggan. Mengapa? Ini karena usianya jauh di atasku. Selain itu, dia juga teman dari kakak perempuanku.
***
Lagi-lagi, karena sebuah organisasi dan juga kehendak Allah kami bisa bertemu dan saling berkomunikasi senyaman ini.
Awalnya, kami hanya sekedar saling menyapa. Bertegur sepintas lalu. Menebar senyum sesingkat mungkin.
Awalnya ya seperti itu. Tapi siapa tahu ujungnya akan jadi seperti ini, malah hampir membentuk sebuah grup baru dengannya.***
Lahir di kala subuh menyingsing, itulah arti dari namanya. Nama yang cukup familiar, namun aku suka. Suka suasana akan esensi dari namanya. Untuk orangnya, apakah aku suka? Hmmm .. ya, sejauh ini aku menyukainya sebagai temanku.
Saat aku berada di bangku SMA, aku hanya berani ngobrol lewat massenger facebook saja dengannya. Maklum, karena saat itu handphone android belum beredar seperti saat ini dan BBM yang hits pada masa itu hanya untuk orang-orang tertentu saja. Untuk bertemupun, itu hanya pada agenda kumpul organisasi saja.
Obrolan perdana yang kami lakukan saat itu membuatku tertarik. Obrolan itu tentang drama korea. Saat itu Hallyu menjadi bagian dalam keseharian. Aku betul-betul excited dan tertarik saat ada orang yang menyukai hal yang aku sukai. Hanya sebatas itu saja. Obrolan tentang drama korea saja, tak ada yang lain.
Mungkin sifatku saja yang terlalu berlebihan sehingga aku terlalu terbawa suasana dengan kondisi ini. Dalam benakku, setiap orang yang nyambung dan menyukai hal yang berhubungan dengan tanah Korea adalah gengku. Geng yang lama kelamaan akan menjadi teman dekat.
Pemikiranku tentang hal ini bukan tanpa bukti. Aku sudah membuktikannya beberapa kali dalam situasi baru. Pernah saat itu saat masuk SMA, aku tak mengenal sama sekali anak-anak dalam organisasiku di sekolah. Memandang mereka saja membuatku merinding, tatapan mereka sungguh menusuk hati. Padahal, mereka adalah wanita yang sama sepertiku. Namun, semua kondisi berubah saat mereka mulai menyapa dan mendengar kalau aku menyukai korea saat itu. Seketika obrolan begitu asyik dan berlanjut pada kondisi nyaman saat mereka mengetahui aku berada pada fandom yang sama.
***
Kembali ke dia.
Hipotesisku tentang itu benar. Buktinya saat ini kami akrab, meskipun kondisinya sekarang sudah jauh berbeda. Dulu, memang aku menggandrungi dunia korea sampai sampai dunia korea menjadi pengalih atas kejombloanku selama ini. Itu tak lagi berlaku untuk sekarang, dunia korea kini hanya menjadi sisi kelamku. Aku memilih move on, meninggalkan semua ke halu-an pada dunia hallyu.Sekarang, aku dan dia tak lagi membicarakan korea atau semacamnya sebagai topik obrolan. Kami sudah mengobrol biasa membahas hal-hal sederhana.
Oh ya, ada hal yang terlewat yang belum aku ceritakan.
Saat itu, malam acara PHBI di masjid tempat organisasi kami bernaung usai dilaksanakan. Seperti biasa, acara selesai hampir jam 12 malam. Saat itu aku tidak membawa sepeda motorku dan lebih memilih untuk berjalan kaki bersama rekanku yang lain. Teman-teman organisasi memang biasa mempedulikan temannya yang berjalan kaki. Mereka para ikhwan terkadang menawarkan diri untuk mengantar kami para akhwat untuk pulang ke rumah kami. Saat itu, kami berempat saja yang berjalan kaki. Empat orang ikhwan sudah siap dengan sepeda motornya untuk mengantar. Salah satu di antara mereka berempat ada dia.Entah mengapa tiba-tiba aku gugup. Dalam hati tak sadar berucap "Bagaimana jika nanti aku yang mendapat bagian pulang bareng dengannya?", aku bergumam.
Benar saja, apa yang aku gumamkan itupun terjadi. Aku ikut dengannya, karena hanya dia saja yang masih kosong.
Dengan rasa gugup, akupun naik sepedamotornya. Situasi saat itu membuatku salah tingkah. Aku tak tahu bagaimana harus berkata. Nampaknya dia juga seperti itu, sehingga yang terjadi setengah perjalanan di lewati dengan berdiam diri.
Hampir seperempat jalan lagi aku dan dia akan tiba di lorong depan rumahku. Ternyata saat itu dia sadar dari keterdiamannya, dan mulai mengajakku bicara.
"Eh, kamu masih sering nonton drama korea itu ya?"
Aku sedikit terkejut dan terdiam beberapa detik, setelah itu aku barulah mencoba menjawab.
"Ah, iya masih"
Saat itu, aku bingung dan memklih menjawab sesingkat mungkin. Aku takut kegugupanku akan nampak jika aku banyak bicara. Tak ku sangka, dia merespon jawabanku, meskipun dengan kata "hmmm, gitu".
Aku kembali terdiam, tak tahu hatu mereapon seperti apa. Aku pikir, kata-kata seperti itu sangat sulit untuk di berikan respon. Akhirnya, suasana hening kembali terjadi. Kehenungan terus berlanjut hingga tiba di depan lorongku.
"Makasih ya .. ", ucapku kepada dia setelah turun dari sepeda motor miliknya. Dia hanya mengangguk kemudian tersenyum sambil membunyikan klakson sebagai tanda bahwa dia pamit. Diapun pergi menyusul teman-temannya. Setelah itu, aku langsung berlari menuju rumahku.
Kejadiaan malam itu adalah kejadian yang tak terduga. Meski dalam waktu yang singkat, aku senang.
***
Sejak saat itu, aku dan dia terus mengobrol. Yang semula dari massenger kini berpindah ke BBM.
Keakraban aku dan dirinya terus bertambah, ketika ia menjadi downline pada agen pulsaku. Saat itu, aku pernah menjalankan bisnis menjadi agen pulsa kecil-kecil yang bisa membuka cabang bagi orang lain yang juga ingin menjadi agen sama sepertiku. Melalui bisnis itu, kami sering bertemu. Berrtemu untuk melakukan isi ulang saldo. Hehe ..
Komunikasi yang terjalin kian intens. Orangtuanya pun kini sudah tahu akan hubungan aku dan dirinya, hubungan bisnis dan pertemanan.
Media sosiaal semaakin berkembang, obrolan yang tadi hanya dilakukan di massenger dan BBM kini mulai meraambah ke dunia whatsApp. Booming-nya WhaatsApp saat itu tak bisa di tolak, orang-orang mulai bergantung ke applikasi itu untuk mengobrol.
WhatsApp benar-benar mengubah segalanya. Termasuk keakraban aku dan dia.
Hampir setiap hari aku mengobrol dengannya. Terkadang dia membalas menggunakan voice note. Namun, untuk voice call, aku dan dia memiilih tak melakukannya kecuali benar-benar penting. Apalagi videocall, menu tersebut tak pernah tersentuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Tak Pantas Aku Rindukan
Teen FictionCerita ini hanyalah cerita biasa. Dengan masalah yang sering di jumpai. Tidak hanya aku, kamu juga pernah merasakannya.