Bab 8: Masih Menunggu

0 0 0
                                    




"Cinta itu tak dapat dinanti, ambil dia dengan penuh keberanian atau lepaskan dia dengan penuh keridhoan"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cinta itu tak dapat dinanti, ambil dia dengan penuh keberanian atau lepaskan dia dengan penuh keridhoan"

-Ali Bin Abi Thalib-


Malam ini aku memberanikan diri untuk mencoba menarik perhatian darinya. Aku sengaja bereaksi atas story instagram yang dibuatnya.

"Hapenya di charger dulu, baru buat story, haha"

Tak aku sangka, dia membalasnya dengan sangat cepat. Karena koneksi internetku sangat buruk, aku kesulitan dalam membaca pesan baru yang dikirimkannya. Aku sudah berpikir jauh. Aku rasa malam ini, obrolan serius akan mulai. Ternyata tidak. Dia hanya membalas ala kadarnya saja.

"Gak apa apa, detik detik terakhir"

Aku membalasnya dengan sebuah emoticon tertawa. Namun dia hanya membacanya saja.

***

Apa aku terlalu agresif Entahlah. Aku hanya membutuhkan klarifikasi darinya saja. Beberapa hari terakhir, dia sering hadir di mimpiku. Itu yang memicu aku untuk memberanikan diri melakukan chat dengannya.

Memang, ada niatan aku ingin menanyakannya secara langsung perihal salam yang di sampaikan waktu itu. Ingin sekali. Rasa gengsiku terlalu besar. Aku juga takut jika nanti dia akan berpikir bahwa aku betul-betul berharap. Emang iya sih tapi janganlah terlalu fakta.

Argh ... Aku kesal. Sebenarnya ini settingan atau apa? Mengapa dia biasa saja saat aku balas story-nya? Apa dia hanya menahannya saja hingga menunggu waktu yang tepat? Apa ini murni setting-an Bu Reni semata yang coba mencomblangkan aku dengannya?

Ingin sekali aku melemparkan pesan tambahan kepadanya.
" Kak, tidak mau ya nomor ponsel Murabbi-ku?"

Tidak ada maksud lain. Aku hanya ingin kejelasan arah yang aku hadapi sekarang. Jika dia memang ada niatan baik, mengapa sampai detik ini tidak bertanya kepadaku kontak murobbiku tadi? Apa jangan-jangan balasan pesan yang aku sampaikan ternyata belum tersampaikan? Ini yang berpura-pura bodoh sebenarnya siapa?

***

Pemikiranku saat itu sederhana saja. Jika dia memang ada niatan baik, ya ayo ta'arufan dengan cara yang benar. Jika tidak, ya sudah aku akan berhenti mengharapkan dirinya. Mungkin aku akan mulai menerima perjodohan-perjodohan lain yang di tawarkan oleh teman-temanku bahkan murobbiku. Itu saja.

Jika keadaannya terus seperti ini, aku jadi dilema saat teman-teman menawarkan. Ini secara tak langsung aku sudah mengharapkan dirinya. Ending-nya, dia tak pernah mengharapkan diriku. Duh, kan sakit!

***

Mungkin, ada yang bertanya, mengapa aku mengharapkan dia? Jawabnya sederhana saja. Aku sudah tahu sedikit background-nya. Sangat cuek. Tidak menghargai orang lain. Tidak terlalu tinggi. Terlalu dewasa. Sekarang sedang melanjutkan study ke jenjang magister. Tidak merokok. Seorang pengajar TPA juga (katanya). Saudaranya banyak. Dia pernah bernaung pada instansi yang sama denganku. Itulah dia. Dia yang tidak gentle.

***

Sepertinya, aku sudah terlalu jauh berekspektasi. Maafkan aku yang terlalu baper. Maaf saja, jika sekarang aku takkan ragu menerima perjodohan dari pihak lain. Semoga dia tidak menyesal dan semoga apa yang aku lakukan adalah yang terbaik. Satu hal penting bahwa jikalau aku dan dia ditakdirkan bersama, maka sejauh apapun melangkah, Allah pasti akan mempertemukan.

Dia yang Tak Pantas Aku RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang