BAB 2: Pecah!

49 1 0
                                    

Kembali ke cerita.
Aku rasa sudah cukup membahas tentang kpop dan masa laluku.
Hehe ..

***

Dia adalah seorang gadis belia yang manis yang telah dekat denganku sejak setahun terakhir. Tak tau apa mulanya. Tiba-tiba dekat saja.

Setiap hari, dia selalu mengirimkan pesan kepadaku. Membuat jiwa seorang jomblo sepertiku terasa sedikit ramai.

Kami sangat dekat. Hingga dia punya panggilan khusus untukku. Aku merasa spesial.

Kami sering bercerita. Tentang apapun. Dia sering bercerita tentang sekolah dan teman-temannya. Tak jarang juga bercerita tentang kejadian harian yang ia alami setiap harinya. Ya, semacam laporan jadinya. Namun, ia sangat jarang menceritakan tentang keluarganya. Latar belakangnyapun aku banyak tak tau. Aku tak mau bertanya ataupun menyuruhnya bercerita. Aku anggap itu hak dia. Privasi yang harus di jaga.

Katanya sangat dekat, kok ya tidak tahu latar belakangnya?
Tunggu dulu. Dekat itu banyak arti. Bukan hanya tentang ketahuan kita tentang hal itu. Ada bebrapa hal yang sulit untuk di bagi.

Dia sadar akan hal ini. Dia pernah berkata kepadaku bahwa dia akan menceritakannya saat ia siap. Siap? Ntahlah. Lihat saja nanti.

Akhir-akhir ini, terjadi sedikit masalah. Chatting berakhir begitu saja.

***

Setelah lebih dari sepekan berlalu, ia kembali mengirimkanku sejumlah pesan. Yang sangat miris, aku membacanya.

Aku tak tau harus bagaimana meresponnya. Aku bingung. Aku merasa benar-benar salah.

***
Untuk mengungkapkan permohonan maaf atas sikapku itu. Aku tulis surat untuknya. Berharap hubungan kami kan lebih harmonis dari sebelumnya.

"Dear my sweetest

Maafkan aku yang telah mengabaikanmu sepekan terkahir.
Sengaja tak ku balas pesan darimu, karena akan ku tulis langsung di sini.

Kau masih ingat, kapan terkahir kita saling berbalas pesan ?
Ya, tanggal 10 Juni. Tepat 9 hari yang lalu. Kau tak merespon pesan video dariku.
Ada apa ? Kau kesal kan ?
Jujur, aku menunggu respon darimu saat itu.
Keesokan harinya, aku masih tetap menunggu respon darimu. Kuberikan video sebagai umpan agar kau merespon.
Tapi apa ? Kau tetap tak merespon.
Padahal aku sangat menunggunya.

Ingat lagi, esoknya, tanggal 12 juni kau baru meresponku dengan mengirimkanku sebuah emoticon menangis tanpa ada kata satupun.
Kau tak tau apa ini sebuah respon atas video video yang telah aku kirimkan. Ku anggap begitu.
Satu jam kemudian, barulah kau mengirimkanku pesan yang berisi kata-kata: "Umiii aku dah muv on dari korengannn
Kemaren baru nyenggol dikit doang, sekarang insya Allah pengen jauh jauh dari itu semua".
Kira-kira begitulah.

Tapi, aku tak punya niat untuk meresponmu. Aku membutuhkan bukti untuk pesan yang kau kirim itu.

Kau tau, saat kau mengirim itu, jujur aku meremehkannya. Aku tak percaya. Ku anggap ini hoax. Dan benar saja firasatku, kau belum move on.

Kau tau?
Selama kita tidak berchatting, aku terus memantaumu melalui story yang kau bagikan. Kadang sesekali melihat status ke-online-anmu.

Ku dapati memang, kau tak lagi memasang foto profil biasmu. Namun, walpaper tetap foto biasmu. Sedikit kecewa.
Belum lagi, aku lihat dari sebuah screenshot chatting dirimu dan sesorang, kau masih saja punya niat untuk tetap update tentang biasmu.

Itukah move on yang kau bilang ?

***

Beberapa hari berlalu, aku lihat storymu kembali normal. Tak lagi ku dapati sesuatu tentang biasmu.
Aku mulai lega.

***

Hari ini, kau mengirimkanku pesan. Sengaja tak ku respon. Kali ini aku tak kesal lagi denganmu. Kau tau? Aku tersenyum saat menerima pesan darimu. Lihat, betapa senangnya aku. Jujur, aku rindu. Rindu bercanda denganmu. Rindu segalanya.
Namun aku terlalu egois. Aku tak mau memulai chat denganmu sebelum kau mengakui atau mengirim pesan pertanyaan atas sikapku.

Tak lama, benar. Kau mengirimkannya.
Pesan yang aku inginkan. Pesan yang aku nantikan.

Awalnya, aku senang membacanya. Ada 17 pesan beruntun yang kau kirimkan. Satu per satu pesan darimu aku banyak. Semakin ke bawah semakin membuatku benar-benar bersalah atas sikapku selama ini. Tak sadar, air mata kian menetes. Semakin deras, hingga di penghujung pesan.
Saat membuka pesan darimu, aku tengah berada di depan laptopku. Seketika itu, ku shutdown. Aku menangis.

Maaf kan aku. Maaf aku telah egois. Maaf aku telah menahan rinduku. Maaf gak meresponmu. Maaf. Aku salah. Aku tidaklah sebaik yang kau kira. Maaf atas segalanya.

Maafkan aku yang telah menyindirmu dengan keras. Itu semua karenaku rindu. Aku sengaja menasehatimu dengan keras. Aku tak tak seharunya begini menasehatimu. Tak seharusnya memaksa. Tak seharusnya mencecar. Tapi semua orang punya style tersendiri dalam menasehati. Aku tak mau kau terjatuh. Aku tak mau kau tenggelam. Cukup aku saja. Naiklah kepermukaan. Aku tahu, sebenarnya kau menyukai itu hanya karena kau ingin mencari pengalih, mencari hiburan untuk dirimu yang terluka agar kau terlena, sejenak melupakan beban di benakmu. Aku tahu. Aku juga begitu dulu. Tapi ingatlah, semuanya hanya kesenangan semu. Sebahagianya kau dengan biasmu tetap saja kau merasa kosong di hatimu. Sudahlah. Bukan begini cara menghibur dirimu yang rapuh. Banyak cara lain yang lebih bermanfaat di banding biasmu itu.
Janjilah pada dirimu.

Jangan segan jika kau punya masalah. Ceritakan semua kepadaku. Aku akan berusaha menjadi pendengar yang baik. Meski mungkin kau nanti tak dapatkan solusi, tetap ceritakan kegundahanmu. Walaupun kau tau, solusi terbaik hanya dirimu yang tau.
Janganlah bertindak bodoh.
Pikirkan apa yang akan terjadi ke depan jika kau melakukan ini itu. Semua punya akibat. Teruslah berpositif thinking. Meski kau berpikir bahwa kau tak diinginkan. Ingatlah kembali, siapa orang yang akan sedih jika kehilanganmu ? Biarkan orang menganggap buruk dirimu, kau harus tetap bangkit. Tugasmu sekarang adalah membuktikan kepada mereka dirimu yang luar biasa. Keep your spirit on. Jangan jadi pecundang.

Disamping itu, kau tak perlu cemas. Aku tak punya orang lain yang sedekat aku dengan dirimu. Kau tau rahasia yang tak pernah aku bagi dengan siapapun. Mana mungkin aku akan menjauh. Kau tak salah.

Kau masih yang terbaik.

Aku merindukanmu ❤"

***

Aku senang akhirnya dia tersadar, meski butuh waktu beberapa hari. Tak masalah, yang terpenting aku berhasil mengenggammu kembali kepermukaan.

Teringat kembali akan quote lama itu, "jangan terlalu dekat, nanti kalian akan pecah".

Menurutku itu hanya sekedar kata-kata saja. Sudah sewajarnya dalam hubungan tidaklah berjalan lurus. Meski ada konflik di dakamnya, mengingat ini terkait antara watak dua individu yang punya pandangan masing masing. Anggap saja ini sebagai bumbu penyedap untuk menambah harmonis suatu hubungan.

Tidak semua perpecahan benar-benar pecah dan berakhir saling asing. Semua kembali kepada individu. Bukankah seorang muslim haarus menjaaga tali persaudaraannya?

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri
(QS. An Nisa: 36)

Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi
(HR. Bukhari – Muslim)

Dia yang Tak Pantas Aku RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang