BAB 4: Admire

36 3 0
                                    

Lupakan semua tentang dia yang kini telah berstatus halal dengan sang pujaan hatinya. Sederhana saja, dia bukan untukku.

Ingatlah bahwa kita ini hidup di planet yang bernama bumi dengan 204 negara didalamnya. Yang mana di huni oleh lebih dari 7 milyar manusia. Masih mau tetap bertahan dan berharap yang jelas-jelas bukan untuk kita. Ya, rugilah!

Selain bumi, juga ada 7 planet lagi yang Allah ciptakan. Kalau tidak ada di bumi, mungkin di planet lain.
Ups..
Alien kali ah.

Jadi, jangan risau. Walaupun sampai akhir hayat Allah tak berikan bidadari/bidadara di dunia, tenang stok di akhirat masih ada dan masih banyak kok.

Disamping itu, berusahalah untuk meng-upgrade ketaqwaan dan jangan lupa untuk berikhtiar. Siapa tahu Allah kasihan, lalu mempertemukan pasangan tulang rusuk kita yang hilang.

***

Kembali ke cerita.

Jauh sebelum aku mengenalnya yang kini adalah jodoh orang, telah lama juga aku mengagumi dia. Dia yang lainnya, selain dirinya itu tadi.

Mungkin, dia yang sekarang telah halal dengan kekasihnya hanyalah sebatas pengalih saja. Pengalih saja bagaimana? Ya, pengalih. Pengalih yang telah membuatku sejenak melupakan dia yang akan aku ceritakan ini, dia yang sejak lama telah aku kagumi.

Dasar aku!
Mudah teralihkan.
Hufftt ...

***

Dia yang satu ini merupakan orang yang luar biasa. Pandangan yang teduh, membuat hati meleleh bak mentega yang dipanaskan.
Ah .. kira-kira begitu.

Sebenarnya, Dia ini kakak kelasku dahulu ketika aku berada di sekolah menengah. Waktu itu aku tak terlalu mengenal dirinya. Ya, kenal sekedar tahu nama saja. Untuk wajahpun, aku hanya melihat dari akun sosial media miliknya pada saat itu. Untuk bertatap secara langsungpun tak pernah.

"Oh, dia orangnya", ucapku saat pertama kali melihat foto dan namanya di sosial media.

***

Meskipun kami berada di sekolah yang sama, kami tak pernah saling sapa. Boro-boro mau bertegur sapa, bertemu saja tidak. Ya wajar, karena waktu itu dia kelas 9 dan aku kelas 7, yang masuk pada waktu yang berbeda. Saat dia keluar, aku masuk. Sulit sekali. Alhasil, hingga sekolah menengah terlampaui kami tak pernah bertemu. Yang ku dapat hanya sekedar tahu tahu saja. Tahu dia hanya via akun facebook-nya

Itu saja.

Sejak saat dia lulus sekolah menengah, tak lagi ku tahu apa dan dimana dia.

***

Saat itu bulan april, organisasi yang telah lama vakum akan dihidupkan kembali.
Menggarap semua anak-anak muda di penjuru kampung, sebagai motor penggerak organisasi ini.

Undangan meet up sudah di sebar ke semua remaja, tanpa terkecuali.

Tibalah malam pertemuan.
Malam itu, semua anak muda berkumpul di masjid, bermusyawarah menentukan struktur kepengurusan organisasi yang baru.

Aku pikir, ini mungkin kesempatan untuk aku bertemu dengannya setelah sekian lama tak terlihat. Aku begitu yakin, karena meet up ini mencakup kawasanku dan kawasannya.

Saat meet up tiba, aku sedikit mencuri pandang untuk mencari wajahnya. Namun sayangnya aku tak melihat dirinya saat itu. Entahlah, mungkin aku saja yang kurang teliti dalam melakukan pengamatan. Aku terlalu malu untuk menampakkan wajahku berkeliling menatap sekitar. Aku lebih memilih menundukkan kepala.

***

Singkat cerita, organisasi itu aktif kembali hingga saat ini. Tak menyangka dia juga menjadi anggota organisasi itu, meski pada malam itu mataku tak menangkap wajahnya.

Senang sekali, kini aku bertemu lagi dengannya. Tak hanya sekali namun berkali-kali. Sungguh suatu anugrah yang luar biasa, setelah bertahun lamanya, akhirnya dia dan aku yang tadinya hanya mengenal via media sosial saja kini bisa bertatap muka secara langsung.

Meskipun acapkali bertemu, namun tak jua tuk saling menyapa. Ya, tadi. Aku terlalu malu. Gengsilah. Hehe..

Sikap pura-pura tak saling melihatpun diterapkan. Aku juga tak tahu, apa mungkin dia benar-benar tak kenal aku. Makanya, bersikap seperti itu. Berbeda dengan aku yang sudah mengetahuinya lalu memilih bersikap tak melihatnya. Hanya Allah yang tahu.

***

Dari kejauhan, ku lihat dirinya nampak akrab bercanda dengan teman-teman. Melihat senyumnya yang menawan, diam-diam aku tersipu.

Dalam hati ingin sekali bertegur sapa, saling senyum lalu berbincang ria. Namun apalah daya, aku terlalu malu dan sadar diri bahwa untuk orang sekelas dia, mana mau melakukan hal itu. Hehe .. pikirku saat itu.

Dia ini benar-benar luar biasa. Salah satu cita-citaku, sudah ia dapatkan. Itu yang membuat kekagumanku kian bertambah. Cita-cita apa? Ya, gitu deh ... cita-cita mulia yang dapat mengangkat derajat kedua orang tua dengan sebuah mahkota. Mahkota dari kerajaan sang pencipta.

***

Pernah suatu hari aku memberanikan diri untuk menyapanya. Dari kejauhan, aku telah mengincar dirinya. Aku berusaha menyiapkan mental untuk menyapanya. Aku sudah menunggunya. Tibalah moment dimana dia melintas didepanku. Saat dia sudah berjarak 5 meter dariku, aku mulai deg-degan.

Karena tidak kuat menahan kuatnya degup jantung ini, akhirnya aku menyerah. Aku tak kuat menahan pandang. Aku lebih memilih mundur, beranjak menjauh dengam memilih melintas di sisi koridor masjid yang lain yang berlawanan dengannya.

Ya Allah, apa aku sudah gila?
Pantaskah aku dengan perasaan ini?

Hmmm ...

Aku tak tahu!

Bersambung ...
Ingat loh! Part ini belum selesai loh. Masih to be continued ..
So stay tune ..

Dia yang Tak Pantas Aku RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang