BAB 6: Bad Boy Part 2

0 0 0
                                    

Baiklah, aku akan mulai cerita tentangnya yang mungkin awalnya aku kurang chemistry.

***

Ini yang membuatku merasa malas jika ingin meet up. Aku sudah menduga, pasti banyak yang tidak on time, banyak cerita yang tak jelas, tidak penting. Benar saja, feeling-ku tepat. Semuanya terjadi.

IKI SIANTURI. Sebuah nama yang cukup menarik. Pertama kali aku mendengarnya, selalu teringat nama sebuah bank.

Dari sejak awal jumpa, sekilas aku lihat laki-laki ini termasuk kategori laki-laki bad boy. Dari sikap dan bicaranya, terlihat bahwa ia adalah orang yang keras dengan ego yang cukup tinggi, tak mau terkalahkan, terus menganggap benar pendapatnya.

Itu penilaian awalku saja. Tinggal melihat ke masa yang datang, akankah penilaianku benar?

***

Dia dengan postur badan yang agak gempal dan gaya rambut yang khas. Gaya rambut yang mengingatkanku pada adik laki-laki satu-satunya di rumahku. Tatanan gaya rambut yang di sisir ke samping kiri dengan bagian atas lebih tebal. Benar-benar mirip dengannya.

Laki-laki yang tidak mau di atur. Bergerak menurut pikirannya. Dengan mengutamakan logika, membuatnya agak sedikit egois dalam beragumen. Postur tubuh yang tidak terlalu tinggi sama sepertiku. Jarang sekali bercerita tentang dirinya.

***

Suatu waktu ketika berada di posko KKN, saat aku tengah mencuci piring, ia membantu. Disana ia mulai bercerita. Dia  berkata bahwa ia batal menjadi anak bungsu. Ia punya adik. Ia juga masih memiliki darah Jepang dari neneknya. Too sin, itulah nama jepangnya. Ia merupakan pria blasteran komering dan batak. Pas. Suatu kombinasi yang apik. Kini ku sedikit mengerti alasan akan keegoisan dan kekerasan hati pada dirinya.

Benar-benar di luar dugaan, dia yang semula dingin menurut pandanganku, tiba-tiba saja bercerita panjang tentang latar belakang dirinya ynag tak penting untuk diketahui.

Aku sering memperhatikannya saat dia tengah sholat. Terkadang memakai celana, terkadang memakai sarung. Mana yang ia suka saat itu ia pakai. Bukan untuk menggurui, tetapi dia sholat dengan begitu santainya. Gerakan sholat yang terbilang cepat. Dan suka memperlambat waktu pelaksanaan sholat. Bahkan ia pernah terlewat sholat karena terlalu sok sibuk dan kecapekan. Ah ... Siapalah aku yang berani berkomentar keburukannya. Padahal aku juga suka demikian.

Oh ya, dia memiliki kulit yang lebih gelap dariku. Giginya yang rapih, membuatku tersenyum juga saat dia tersenyum. Suara tertawanya yang khas. Tidak terbahak-bahak sepertiku. Benar-benar jaim. Aku mulai sedikit menyukainya.

Pria kelahiran bulan November ini merupakan mahasiswa peroleh beasiswa juga sepertiku. Ya, dia memang pintar. Terutama perihal organisasi dan dalam mengurus surat menyurat. Suka bermanja -manjaan dengan teman wanita di posko. Membuatku mulai il-feel.

Dia baik? Tidak jua. Aku tak merasakannya sedikitpun. Belum pernah ia mentraktirku sudah sebulan hidup bersama. Nampaknya ia sangat menghargaiku. Dia begitu manis saat bicara denganku. Sangat jaim sekali. Apa dia juga kangum padaku? Ntahlah. Kurasa tidak. Hanya aku yang terlalu berlebihan.

Selain itu, ia juga tipe pemikir. Sangat dewasa. Berusaha menyelesaikan segala sesuatu dengan usahanya sendiri. Tidak mudah percaya dengan orang. Persis seperti sifatku. Pokoknya kendali harus di pegang olehnya.

Dia seorang gamer. Ini yang tak ku suka. Terkadang ia rela tidur jam 2 dini hari demi meningkatkan rank mobile legend miliknya. Yang lebih parah, terkadang jika punya kesempatan ntah itu di rumah perangkat desa ia tak segan untuk main. Apa coba... Segeralah sadar! Aku tak suka itu. Terlebih, bagaimana pandangan masyarakat nanti?

***

Apakah dia seorang yang agamis? No, dia bukan type yg seperti itu. Dia berani sekali meninggalkan sholat shubuh.

***

Iki, dia mempunyai teman dekat seorang perempuan. Namanya Shan. Salah satu anggota dalam kelompok KKN kami.

Mereka begitu dekat. Bahkan sangat dekat. Saking dekatnya, mereka sering duduk berduaan. Nempel sana, nempel sini.

Jujur, aku sangat risih melihatnya. Pernah, saat itu, karena sudah tak tahan melihat tingkah mereka, aku nyatakan ketidaksukaanku dengan sedikit bercanda. Namun, tak begitu di respon. Malahan, tetap dilanjutkan.

Ya, Allah.... Miris sekali. Dua insan berlawanan jenis saling berdekatan tanpa adanya ikatan halal, tanpa memikirkan dosa dan tanpa menghiraukan pandangan orang terhadapnya. Semua tak akan terjadi, jikalau keduanya saling menjaga. Ya, maklum saja. Bagi jomblo sepertiku, hal tersebut sangat tak senonoh.

Belum lagi, dalam beban moril bahwasannya setiap muslim wajib mencegah kemungkaran dan menyeru kepada kebaikan.
Kemungkaran telah terjadi, mencoba bernegosiasi secara baik namun tak di gubris.

Aku gagal mencegah kemungkaran. Yaa Rabb, apa yang harus aku lakukan? Belum lagi si wanita yang sok manja. Ya Allah, aku tidak suka padanya. Mengapa harus selebay itu untuk minta perhatian orang-orang. Risih sekali.

***

Sebelumnya, aku pernah menegurnya secara nyata dan secara personal. Namun apalah yang hendak aku katakan saat dia berkata, "ya kami serung gituh, kan kami sudah satu kelas selama 4 tahun"

Aku membatin. Ya, Rabb. Mengapa dia begitu bangga. Apa dia tak tahu dampak dari tindaknnya? Bukan wanita muslim yang seharusnya menjaga diri. Tapi malah kok seperti ini jadinya.

Sejak saat itu, aku bersikap seadanya. Lebih memilih melarikan diri saat mereka sedang berduaan. Aku sudah mencoba meminta pendapat anggota yang lain, tapi tetap saja mereka tak terhentikan.

Aku juga bukan wanita yang baik. Aku hanya ingin berpesan saja bahwa jadilah wanita yang baik dimana ayahmu takkan terseret ke neraka karenamu.

Sejak saat itu, aku mulai menjauh dari mereka. Rasa seganku kepada mereka, hilang begitu saja.

Dia yang Tak Pantas Aku RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang