Setelah pulang sekolah, Jihan langsung ngibrit ke salah satu agensi untuk audisi sebagai bintang iklan--walaupun presentase berhasilnya hanya kecil.
Jihan hampir saja telat. Untungnya, kecepatan larinya bisa meminimalisir insiden terlambatnya dia.
Remaja Tupai itu terlihat memandangi kartu nomor peserta di tangannya sekarang ini. Tadi dia sudah daftar ulang dan mendapatkan nomor urut ke 198. Ya, nomor yang tidak buruk, mengingat peserta yang sudah masuk ke ruang audisi sudah mencapai nomor urut 190.
Jujur aja, Jihan pesimis dengan hasilnya nanti. Dia gak pede sama sekali, apalagi kalau tahu lawan lawannya itu bener bener bagus akting dan pendalaman karakternya dibandingkan dia.
Katakanlah Jihan itu insecure sama dirinya sendiri, karena nyatanya memang begitu. Dia gak pernah pede seumur hidupnya.
"Nomor urut 196, 197, dan 198 silahkan masuk ke dalam ruang audisi." Ah, sial, ini waktunya Jihan untuk menunjukkan kebolehannya. Bolehkah Jihan mundur saja sekarang? Dia bener bener gak ada persiapan sama sekali.
••••
Jihan berjalan lesu menuju rumahnya.
Hasil audisinya bisa dibilang gagal total. Jihan salah memperagakan akting yang diinginkan oleh para juri. Seharusnya dia berakting dengan tema menggunakan shampo, tapi karena grogi, dia malah berakhir menggaruk kepalanya sepanjang akting berlangsung.
Cklek...
"Ma, Jihan pulang!" seru Jihan sambil memasuki rumah mewahnya.
Jihan menghela napas lega ketika mengetahui sang Mama sedang tak ada di rumah sekarang ini. Dia bisa bersantai sejenak sebelum menyiapkan mentalnya dengan segala cacian, makian yang terlontar dari mulut sang Mama.
Dengan langkah tergesa gesa, Jihan berlari ke arah kamarnya dan membuka pintu kamar dengan keras.
Blam!
Bug!
Dalam sekali gerakan, Jihan menjatuhkan dirinya di atas kasur hangat nan empuk miliknya. Bener bener nyaman.
Hari damai yang diinginkannya pun terwujud walaupun nantinya dia juga akan mengalami hal yang sama.
Lagu asik asiknya memejamkan mata sambil mendengarkan musik, Jihan dikagetkan dengan sosok Sean yang membuka pintu dengan kasar. Wajahnya terlihat marah, entah marah kepada siapa.
Jihan jadi was was sendiri. Takut kalau Sean lepas kendali seperti biasanya.
"A-abang...," cicit Jihan saat melihat kilatan amarah terpampang jelas di kedua manik kembar Sean.
"Napa?!" sentak Sean, membuat Jihan mundur takut. "Jangan ganggu gue, gue lagi mode bahaya." Suara Sean mulai merendah, membuat Jihan mau tak mau menurut.
Berjam jam dihabiskan oleh Sean dan Jihan berdiam diri di ruangan yang sama. Gak ada yang berniat untuk memulai topik pembicaraan. Sean masih berusaha menenangkan dirinya daripada berakhir menyesal karena mendorong adiknya sendiri dari lantai dua, sedangkan Jihan gak mau aneh aneh dan berakhir terluka parah di tangan sang Kakak.
"B-bang... Jihan ambilin minum ya," tawar Jihan saat melihat sang kakak malah mengacak acak surainya kasar, terlihat sangat frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream [Minsung]✔
FanfictionGerhana Jihandra Rafandra hanyalah seorang remaja yang lelah dengan hidupnya sendiri. Hidupnya itu kayak gak tenang aja gitu, setiap hari ada aja masalah yang datang silih berganti, seperti tak membiarkannya untuk tenang barang sesaat pun. Jihan le...