Bulan memberi isyarat kepada Jihan untuk berhenti sejenak sebelum mereka benar benar menerobos hutan belantara tersebut.
"Ada apa, Lan?" tanya Jihan sambil mengernyitkan keningnya samar.
Bulan berbalik dan menatap Jihan sejenak. "Mending kita berdoa dulu. Keadaan di sana belum tentu aman, jadi lebih baik kita minta perlindungan dulu kepada Tuhan."
Jihan mengangguk, lalu mengangkat kedua telapak tangannya untuk berdoa. Bulan pun sama.
"Berdoa selesai," ucap Bulan, membuat Jihan mengakhiri doa singkatnya.
Bulan kembali berbalik menghadap ke arah hutan rimbun dengan Jihan yang juga menghadap ke arah yang sama.
"Gue utang Terima kasih ke lo, Han," gumam Bulan sangat lirih, bahkan Jihan yang berdiri di belakangnya tidak dapat mendengar gumaman tersebut.
"Jadi masuk?" tanya Jihan, gak sabaran.
Bulan mengangguk, lalu berjalan memimpin Jihan menerobos hutan belantara.
Keadaan hutan ini memang rimbun, penuh sama pepohonan, bahkan nyaris gak ada celah kosong untuk jalan setapak. Cahaya matahari pun tidak bisa masuk ke dalam sini.
Bulan terlihat fokus ke jalan yang ia lewati sekarang ini. Tatapannya terlihat berbeda seperti biasanya, kayak ada sorot keraguan di dalam manik tersebut.
Beda lagi dengan Jihan, itu anak excited banget, nengok ke kanan ke kiri dengan decakan kagum yang terus menerus keluar dari bilah tipis tersebut.
"Lo gak takut, Han?" tanya Bulan yang menyadarik kalau remaja mungil di belakangnya ini gak menunjukkan tanda tanda ketakutan.
Jihan menjawab dengan gelengan kepala. "Gue malah lebih takut kalau di rumah gue sendiri, daripada di hutan belantara kayak gini," jawabnya, membuat Bulan semakin miris dengan kehidupan Jihan.
Setelahnya, tak ada lagi percakapan di antara dua anak adam itu. Mereka fokus pada pikiran dan lingkungan sekitar masing masing.
"Kok gue merasa aneh ya, Lan?" Suara Jihan yang terdengar lirih itu, membuat Bulan sontak menghentikan langkah kakinya sejenak, lalu menoleh ke arah Jihan.
"Aneh kenapa, Han?" tanya Bulan sambil menghampiri Jihan yang berhenti di tempat dengan celingak celinguk seperti mencari sesuatu. "Lo nyari apaan sih? Kok tengok kanan, tengok kiri?"
Jihan menggeleng pelan. "Gue ngerasa aneh aja sama keadaan sekarang."
"Aneh gimana, sih? Gue gak paham!"
Jihan tak langsung menjawab, lalu menunjuk ke salah satu arah. Bulan sontak memutar balikkan tubuhnya dengan mata menyipit.
"Kenapa ada cahaya bentuk portal di sana?" tanya Jihan setelah Bulan melihat dengan langsung apa yang kini dilihatnya.
Tubuh Bulan menegak seketika itu. Portal aneh terlihat bercahaya sekitar beberapa km dari tempat mereka berada. Bulan gak tahu pasti itu portal apa.
"Lo tahu itu portal apa? Gue ngerasa janggal," tanya Jihan lagi.
Bukan menggeleng pelan. "Gue selama ini gak pernah nemuin kayak gituan di sini, Han. Ini pertama kalinya gue ngelihat," jawabnya.
Jihan hanya mangut mangut, lalu mengambil langkah lebih dulu, membuat dirinya dan Bulan kini berjalan berdampingan.
"Lanjut jalan lagi aja, Lan. Palingan kita tadi salah liat."
Bulan mengangguki ucapan Jihan, lalu melanjutkan perjalanan dengan berbelok ke arah kanan.
"Han, lo bisa pake insting lo gak, buat nyari Felix?" tanya Bulan ketika dirinya sudah tak familier lagi dengan jalan yang diambilnya tadi.
Jihan mengangguk pelan, lalu memejamkan matanya untuk merasakan keberadaan Felix.
Entahlah, otak Jihan yang menyuruhnya untuk berbuat demikian. Semoga saja apa yang dilakukannya itu benar.
"Belok ke kanan, Lan," ucap Jihan sambil membuka kembali manik kembarnya.
Bulan mengangguk, lalu menggandeng tangan mungil Jihan supaya itu anak gak ngeluyur ke sana kemari kayak setrikaan.
Jihan pun gak menolak, dia malah seneng digandeng kayak gini.
"Han, kalau hidup yang selama ini lo jalani itu cuma mimpi, gimana?" tanya Bulan tiba tiba.
Jihan tampak berpikir sejenak dengan kaki yang masih berjalan mengikuti langkah kaki Bulan.
"Gak kenapa napa, sih. Emang kenapa?" Jihan malah berbalik tanya.
"Lo beneran gak kenapa napa? Terus, apa lo bakalan kecewa kalau itu semua cuma mimpi?" tanya Bulan lagi, tanpa menatap Jihan, mukanya ia palingkan ke arah lain.
"Kecewa? Kayaknya tergantung kehidupan gue setelah mimpi tersebut. Kalau kehidupan gue lebih berat daripada kehidupan yang gue alami di mimpi, mungkin gue bakalan kecewa, tapi kalau kehidupan gue lebih baik, kayaknya sih enggak."
Bulan mengangguk saat mendengar jawaban Jihan.
Jihan juga ikut mengangguk.
Tap...
Jihan mengernyit saat Bulan menghentikan langkah kakinya, lalu menatap Jihan sekali lagi.
"Gimana kalau gue bilang apa yang kita alami sekarang ini mimpi?"
"H-hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream [Minsung]✔
Fiksi PenggemarGerhana Jihandra Rafandra hanyalah seorang remaja yang lelah dengan hidupnya sendiri. Hidupnya itu kayak gak tenang aja gitu, setiap hari ada aja masalah yang datang silih berganti, seperti tak membiarkannya untuk tenang barang sesaat pun. Jihan le...