Sekitar pukul sepuluh malam, Bulan dan Jihan sampai di desa tempat tinggal Bulan.
Sesuai dengan pernyataan Bulan, desa tersebut ternyata tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang karena telah dikunci dengan kunci khusus yang hanya dimiliki oleh orang orang asli sana saja.
Beruntunglah Jihan bertemu dengan Bulan tadi. Kalau enggak, pasti Jihan gak bisa masuk ke desa ini sampai sekarang.
Btw, apakah hanya firasat Bulan saja atau memang langkah Jihan semakin melambat.
"Han, lo kenapa?" tanya Bulan, namun tak dijawab oleh Jihan. "Jihan? Woi, bangun! Jangan tidur sambil berdiri!"
Sekali dua kali, hingga berkali kali, Bulan memanggil manggil Jihan, namun tak ada sahutan. Hingga...
Bruukk!!
Jihan jatuh di pelukan Bulan. Untung aja Bulan punya firasat dan langsung sigap di samping Jihan. Kalau enggak, mungkin Jihan udah nyusruk ke tanah sekarang ini.
"Han? Jihan? Hei!" Bulan kini duduk di tanah dengan Jihan di pangkuannya. Bulan terus menerus memanggil nama Jihan, namun tak ada sahutan dari sang empunya nama.
"Bulan, kamu udah datang, nak?" Bulan yang tadinya sibuk berusaha membangunkan Jihan, langsung menoleh.
Di sana ada Ibunya yang terlihat terjaga dari tidurnya.
"Ibu! Bulan di sini!" seru Bulan sambil melambaikan tangannya ke arah sang Ibu.
Ibu membalas lambaian tangan dari Bulan, lalu mendekati anak sulungnya itu.
"Siapa dia, nak?" tanya Ibu Bulan ketika melihat bahwa Bulan tidak datang sendirian, melainkan dengan seorang remaja lebih muda yang tertidur di atas pangkuan Bulan.
"Temen Bulan, Bu," jawab Bulan singkat, lalu kembali memukul pelan pipi Jihan. "Han, bangun!" serunya, masih berusaha.
"Lan, kayaknya dia pingsan deh. Cepet bawa masuk ke rumah. Nanti Ibu obatin," titah Ibu Bulan, dan kemudian ikut membantu mengangkat tubuh Jihan untuk dibawa masuk ke dalam rumah.
••••
Jihan terbangun ketika sinar matahari menerobos kamar--yang entah milik siapa. Dia gak inget apa apa, selain dirinya yang digendong Bulan selama perjalanan.
Cklek...
Jihan mendengar suara pintu terbuka, namun ia enggan untuk melihat siapa yang datang. Dia masih sangat lelah.
"Eh, Jihan udah sadar toh. Gimana? Masih sakit badannya?" Jihan menoleh dengan wajah bingung. Ini siapa? Kenapa dia gak kenal.
Jihan menyipitkan matanya, berusaha mengingat ingat siapa orang yang sedang berdiri di hadapannya dengan sebuah nampan berisi makanan. Tapi sayangnya, dia tak mengenalinya.
"Saya Ibunya Bulan. Kamu pasti bingung, kan?" Ibu Bulan langsung memperkenalkan dirinya, lalu duduk di pinggir ranjang Jihan. "Makan dulu yuk. Udah siang, mana kemarin kamu juga belum makan seharian, kan?"
Jihan menurut, lalu duduk dengan bersandar di dipan kasur. Namun belum sempat dia meraih makanan yang diberikan, tiba tiba saja perutnya merasa sakit. Kayak perih, tapi juga mual.
"Kenapa?" tanya Ibu Bulan panik ketika melihat Jihan memegangi perutnya dengan wajah kesakitan.
"Gak tahu, Tan.... Sakit banget...," jawab Jihan lirih, masih dengan tangan memegangi perutnya yang semakin sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream [Minsung]✔
Fiksi PenggemarGerhana Jihandra Rafandra hanyalah seorang remaja yang lelah dengan hidupnya sendiri. Hidupnya itu kayak gak tenang aja gitu, setiap hari ada aja masalah yang datang silih berganti, seperti tak membiarkannya untuk tenang barang sesaat pun. Jihan le...