Chapter 16 - Keputusan Sudah Bulat

260 47 0
                                    

Hari ini, sesuai dengan ucapan Jihan sebelumnya, mereka akan berpetualan ke hutan seberang sana. Tentu dengan tujuan mencari keberadaan Felix, adik bungsu dari seorang Rembulan.

"Udah siap, Han?" tanya Bulan kepada Jihan yang lagi memasang ransel berisi muatan penuh di punggungnya.

"Udah, Lan!" jawab Jihan sambil menahan beban berat di punggungnya.

"Kuat bawa ranselnya?" tanya Bulan dengan tatapan khawatir. Takut kalau tuh anak bakalan ambruk karena terlalu banyak membawa beban di tas ransel hitamnya.

Jihan menjawab dengan anggukank kepalanya. "Kuat kok!" jawabnya sambil mengacungkan jempol.

"Kalau gak kuat, bilang ke gue ya," pinta Bulan, dan dibalas dengan anggukan kepala oleh Jihan.

"Oke. Tapi kayaknya hal itu gak bakalan terjadi," jawabnya dengan wajah songong.

Bulan berdecak pelan. "Awas aja lo tiba tiba ngeluh capek terus minta tolong buat bawain tas lo, gak bakal gue tolongin!" ancam Bulan kepada Jihan yang tampak menunjukkan kedua jarinya, membuat simbol peace.

Keduanya mulai menuruni tangga, menuju dapur.

Sirius kini sedang memasak di dapur dengan apron merah hitam di pinggangnya.

"Bu, Bulan sama Gerhana pergi dulu, ya. Mungkin pulangnya rada lama," pamit Bulan, sengaja gak ngasih tahu kemana mereka akan pergi.

Sirius langsung menoleh dan mendapati dua anaknya membawa ransel berukuran besar yang diletakkan di punggung masing masing.

"Kalian mau pergi kemana? Mau hiking ke mount everest?" tanya Sirius dengan wajah bingung.

Bulan menggeleng pelan. "Enggak, Bu. Kita mau jalan jalan keliling sekitar doang sih. Sekalian berpetualang," jawab Bulan berbohong lagi.

"Tapi...."

"Kita janji bakalan balik dengan selamat, Bu. Ibu tenang aja." Jihan langsung memotong ucapan Sirius.

Sirius tampak menghela napas pelan. "Kenapa buru buru? Gak besok aja? Ibu masih mau ngobrol sama kalian."

Jujur, Jihan dan Bulan gak tega ninggalin Sirius sendirian di rumah. Tapi karena tekad mereka sudah bulat, dan gak mungkin untuk ditunda lagi, mereka mau gak mau harus tega.

"Kita janji bakalan balik cepet. Tapi gak pasti juga ya, Bu," ucap Bulan sambil mengulas senyuman manisnya.

Sirius menghela napas sekali lagi, lalu mengangguk setengah gak ikhlas. "Ya udah. Janji pulang dengan keadaan baik ya. Ibu gak mau ada yang pulang tinggal nama doang."

Jihan dan Bulan mengangguk bersamaan. Mereka pasti akan kembali dengan selamat, keduanya yakin akan hal itu.

Sirius tersenyum tipis yang terlihat sedikit gak ikhlas, lalu merengkuh kedua anaknya dengan hangat. "Hati hati di jalan. Jangan sampai terluka."

Jihan dan Bulan pun membalas pelukan hangat tersebut. Mereka tersenyum samar, lalu mengangguk, menyanggupi permintaan Sirius.

Pelukan tersebut berlangsung cukup lama. Sampai akhirnya Jihan melepas pelukannya, diikuti oleh Bulan dan juga Sirius.

"Bu, kita berangkat dulu ya. Keburu siang nih, entar panas," pamit Jihan, mewakili Bulan.

Sirius mengangguk sambil mengantar anak anaknya ke depan pintu rumah.

"Jaga diri kalian masing masing," pesan Sirius sebelum akhirnya Bulan dan Jihan benar benar pergi dari rumah tersebut.

Sirius menatap kepergian kedua anaknya dengan sendu. "Ibu tahu kalian mau nyari Felix, tapi Ibu mohon kalian jangan memaksakan diri, apalagi sakit."

Pintu rumah tersebut kembali ditutup oleh Sirius.

••••

Sebelum memasuki hutan, Jihan dan Bulan beristirahat sejenak sambil memikirkan matang matang keputusan mereka ini.

"Lo yakin mau masuk ke sana? Gak akan nyesel nantinya?" tanya Bulan kepada Jihan yang sedang duduk di tanah sambil memeluk kedua kakinya.

"Yakin. Gue gak bakalan nyesel, Lan." Jihan menjawab dengan mantap, bahkan Bulan bisa melihat pancaran binar ketulusan di mata Jihan.

"Lo ikhlas bantuin gue tanpa minta apapun?" tanya Bulan lagi, dan diangguki oleh Jihan.

"Ikhlas," Jihan kembali menjawab dengan mantap. "Tapi kalau ada imbalannya, gue gak nolak kok."

Bulan langsung memasang wajah datar. Ini sih namanya mencari kesempitan di tengah kesempatan. Eh bentar... Kok kebalik?!

"Gue nanya serius, Han....," ujar Bulan, masih dengan wajah datarnya.

Jihan cengegesan. "Gue tadi cuma bercanda, Lan. Gue ikhlas bantuin lo karena kemauan gue. Gue gak minta imbalan apapun dari lo, kecuali satu."

Bulan mengangkat sebelah alisnya. "Apa itu?" tanyanya kepada Jihan yang sedang tersenyum penuh arti.

"Tetep bersama gue sampai kapanpun."

Bulan tersenyum tipis, dan mengangguk. "Pasti,"

"Tapi gue gak janji, Han... Masa depan lo masih panjang, lo gak mungkin tetep di sini," batin Bulan.

"Jadi mau masuk?"

Jihan tentu menjawabnya dengan anggukan mantap yang tak tersirat keraguan padanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lucid Dream [Minsung]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang