Hari sudah semakin larut, dan udara pun semakin dingin. Bahkan, kini Jihan bisa merasakan persediaan oksigen di dalam sini sangatlah tipis, mengingat bahwa daun daun akan melepaskan karbondioksida bukan oksigen pada malam hari.
Bulan pun sama. Berjalan dengan nafas tersengal sengal.
"Ini kalau kita maksain tidur pun juga gak bisa," jelas Bulan.
"Bener. Yang ada kita bakalan mati karena kebanyakan ngehirup karbondioksida," sahut Jihan, menyetujui ucapan Bulan.
"Tapi masalahnya gue udah capek banget ini. Kagak kuat lagi buat jalan," keluh yang lebih tua, membuat Jihan berpikir dengan cepat.
"Gue gendong aja."
Oke, kalimat Jihan barusan rada gak ngotak sebenarnya. Mengingat ukuran tubuh dia dengan Bulan yang beda jauh.
Bulan langsung menoleh ke arah Jihan yang berada di belakangnya. "Lo gila? Badan cungkring kayak gitu mau gendong gue?"
Jihan mencebik kesal. "Ya, gak usah ngatain gue cungkring juga!"
"Lah, emang kenyataan, kan?" ucap Bulan dengan entengnya.
Nah, kan, malah jadi gelut. Siapa yang perlu disalahkan kalau udah kayak gini?
"Eh, iya iya. Gue bercanda. Ampun..." Bulan langsung buru buru ngeralat pas ngelihat raut wajah Jihan yang berubah sepet. Mana mirip kayak orang yang mau nyeleding lagi. Bulan kan jadi ngeri.
Jihan sepertinya juga gak mempermasalahkan hal itu lebih lanjut. Ya, karena dirinya udah terlalu capek untuk nanggepin Bulan.
"Apa bener Felix ada di sini? Gak mungkin dia kuat bertahan hidup di sini selama 3 bulan. Walaupun di hutan, pasokan oksigen di sini cukup sedikit," tanya Bulan, membuat Jihan ragu sama mimpi yang dia alami.
"Tapi... itu yang Felix bilang di mimpi gue. Apa mimpi gue salah?" bantah Jihan, masih dengan nada ragu tersirat di dalamnya.
Bulan menghela napas pelan. "Gue juga gak yakin. Tapi kayaknya mimpi lo bener."
"Terus kenapa Felix belum ketemu sampai sekarang?"
Bulan mengedikkan bahunya. "Mungkin dia tinggal di hutan bagian pedalaman. Gue juga gak yakin."
Jihan menoleh ke arah Bulan dengan tatapan bertanya. "Emangnya ada hutan kayak gitu?"
Bulan sontak mengangguk. "Ada. Hutan ini dibagi jadi 4 bagian, pinggir depan, tengah atau inti, pinggir belakang, sama yang terakhir hutan pedalaman."
"Hutan pedalaman itu di mana pula? Kok gue jadi bingung?" tanya Jihan lagi, persis kayak wartawan yang lagi nyari berita.
Yang lebih tua menunjuk ke arah bawah. Tepatnya ke arah tanah.
Jihan sontak mengikuti arah telunjuk Bulan. "Tanah? Di bawah tanah?"
Bulan mengangguk. "Iya, di bawah tanah. Biasanya bakalan ada goa goa yang menuju ke bawah tanah sana. Keadaan di sana bagus banget. Ada air terjunnya juga," jelasnya dengan nada antusias.
Jihan bisa melihat binar kagum di mata Bulan. Sepertinya tempat yang dijelaskan Bulan benar benar menarik.
"Sebagus itu ya, sampai sampai lo semangat banget jelasinnya?" tanya Jihan, jadi penasaran.
"Mau gue tunjukkin?" Jihan mengangguk sebagai jawabannya, dan lalu diseret oleh Bulan menuju ke salah satu pohon.
Dan Jihan baru menyadari ada sebuah terowongan kecil di balik pohon tersebut.
"Dulu gue sama Felix sering banget main ke sini. Cuma buat ngelihat air terjun doang." Bulan masih senantiasa menjelaskan.
Dan entah kenapa, Jihan bisa merasakan firasat aneh di dalam terowongan berbentuk goa ini. Bayangan Felix pun datang terus menerus. Jihan berharap ini pertanda bagus.
Karena asik ngelamun, Jihan gak sadar kalau dirinya dan juga Bulan sudah berada di dalam goa yang dipenuhi air terjun cantik dengan jumlah yang cukup banyak. Airnya pun terlihat bercahaya. Sangat indah.
"Woi, ngelamun aja. Kita udah sampai nih," ucap Bulan, membuat Jihan berjengkit kaget.
"Eh, sorry sorr- Wow... keren banget, Lan!" Jihan bahkan sampai berteriak karena kagum.
Bulan tersenyum bangga. "Ya, iyalah. Ini air terjun yang paling digemari sama penduduk sekitar. Tapi sekarang udah nggak lagi."
Jihan jadi menoleh ke arah Bulan, dan bertanya, "Kok gitu sih? Emang kenapa? Padahal ini, kan bagus banget."
Bulan tak langsung menjawab, dia berpikir sejenak untuk mencari kata yang tepat untuk diucapkan.
"Jadi gini... Waktu itu, banyak anak anak desa main ke sini. Ya, namanya anak anak, mereka gak ada yang bisa dibilangin. Mereka nekat terjun ke sini." Bulan memberi jeda sedikit. "Banyak yang hanyut sampai ke desa seberang. Dan semua yang hanyut itu meninggal."
"Terus?" Jihan terlihat gak sabaran, menanti kelanjutan cerita dari Bulan.
"Dari situ, banyak yang menduga kalau air terjun ini terkutuk. Makanya gak ada yang berani ke sini lagi. Padahal gak kayak gitu."
Jihan mengangguk paham. Dia paham, banyak diantara manusia lebih memilih untuk percaya pada mitos, daripada penjelasan yang logis.
Setelah bercerita lumayan panjang, Bulan menyadari kalau Jihan diem aja. Emang sih, dari tadi Jihan juga lebih milih diem, tapi yang kali ini rada beda.
"Han?" panggil Bulan pelan.
"Belok ke kiri, Lan." Bukannya mendapat jawaban, Bulan malah mendapat perintah dari Jihan.
Belum sempet bertanya, Jihan udah menjawab lebih dulu. "Felix ngasih gambaran ke gue kalau dia ada di sebelah kiri air terjun ini."
Bulan langsung menoleh ke arah kiri, ke arah yang dimaksud oleh Jihan.
Dan benar, di sana ada gubuk kecil reot. Bisa aja Felix di sana.
"Ayo kita ke sana." Tanpa aba aba, Bulan menarik tangan Jihan, membuat yang lebih kecil jadi setengah terseret.
"Felix!!" panggil Bulan kala mendapati seorang remaja dengan rambut blonde sedang duduk duduk menghadap ke arah air terjun, bersama dengan remaja lain yang Bulan tidak ketahui namanya.
Yang dipanggil pun menoleh, lalu tersenyum. "Kakak!!" balasnya, membuat senyum Bulan dan Jihan mengembang.
"Kak Jihan!" Felix berseru sambil berusaha untuk berdiri, menyambut kedatangan sosok yang tanpa sengaja membantunya dan Bulan untuk bertemu.
"Felix!" Jihan pun membalas seruan tersebut dengan seruan yang gak kalah semangat.
"Thanks udah mau nemuin aku di sini," ucap Felix sambil memeluk tubuh Jihan yang kini berada di dekapannya.
"Kok kakak lo sendiri malah gak dipeluk sih?" Bulan bertanya dengan wajah cemburu.
Felix tersenyum. Dan Bulan tahu arti dari senyuman tersebut.
"Karena dia orang yang spesial."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream [Minsung]✔
FanfictionGerhana Jihandra Rafandra hanyalah seorang remaja yang lelah dengan hidupnya sendiri. Hidupnya itu kayak gak tenang aja gitu, setiap hari ada aja masalah yang datang silih berganti, seperti tak membiarkannya untuk tenang barang sesaat pun. Jihan le...