Chapter 24 - Kebenaran Yang Terungkap

324 48 1
                                    

Jihan terbangun dari tidur singkatnya di kursi jalanan. Dan kemudian, berlari dengan langkah kaki terseok seok, menyebrangi jalan.

Dia harus secepatnya lari sebelum Sean dan juga Brian berhasil menemukannya.

Mungkin karena efek pusing akibat luka di matanya yang belum diobati, si tupai itu tidak menyadari kalau ada mobil sedan berwarna putih melintasi jalanan dengan kecepatan tinggi.

Jihan tetap menyebrangi jalan, meskipun jarak antara dia dan mobil tersebut sudah semakin dekat.

Dan sialnya, ternyata mobil berkecepatan tinggi itu mengalami kerusakan pada remnya. Sehingga kecelakaan pun tak dapat dihindarkan.

Brak!!

Jihan tertabrak mobil, terlempar dan mendarat di bagian atas mobil, lalu berguling dan jatuh ke aspal.

Sedangkan mobil tersebut akhirnya oleng ke arah kanan, dan nyemplung ke sungai. Untung saja, sungai tersebut berukuran kecil, jadi hanya bagian depan mobil saja yang tersentuh air sungai.

"Jihan!!"

Sean dan Brian terlihat berlari lari menuju ke tengah jalan, tempat di mana Jihan terkulai lemah di atas aspal dengan genangan darah yang cukup banyak.

Sean masih berusaha menyadarkan Jihan, meskipun hal itu tak akan bisa terjadi mengingat kepala Jihan mengalami pendarahan hebat.

Lalu bagaimana dengan Brian? Dia lagi menelpon ambulan untuk membawa Jihan ke rumah sakit.

"Papa... Ini Jihan gimana?" tanya Sean dengan wajah ingin menangis.

"Papa udah telpon ambulan. Sebentar lagi mereka datang. Kita tunggu dulu," jawab Brian sambil berjongkok untuk mengangkat tubuh Jihan yang dipenuhi darah.

"Tapi, Pa... Kita gak punya waktu banyak. Jihan bisa aja kehabisan darah." Sean membantah ucapan Brian. Menurutnya, menunggu ambulan akan sia sia belaka.

"Masalahnya An, kita gak bawa mobil. Masa mau kita gendong ke rumah sakit? Waktu yang ditempuh juga sama sama lama, An...," jawab Brian, berusaha untuk tetap sabar dan tegar.

Melihat sang anak ditabrak mobil di hadapan kalian itu terasa menyakitkan. Apalagi sang anak sekarang ini dalam keadaan sekarat.

Dari dalam mobil yang jatuh ke sungai, keluarlah seorang remaja yang mungkin sebaya dengan Sean. Remaja itu berjalan terseok seok ke arah Jihan.

"Ma-maafkan s-saya... Biarkan sa-saya yang membayar semua bi-biaya rumah s-sakitnya," ucap remaja itu terbata bata. Sepertinya sosok tersebut sedang menahan pusing yang mulai mendera kepalanya.

Brian dan Sean sontak mendongakkan kepala masing masing untuk melihat siapa yang menabrak Jihan tadi.

"L-lho? Jul?" Sean tersentak kaget kala melihat sang temanlah yang menabrak secara tidak sengaja. "Lo yang tadi nabrak Jihan?"

Mungkin karena udah gak kuat sama pusing yang mulai menjadi jadi, Julian--teman SMA Sean--pingsan saat itu juga.

"Pa, kita bantuin Julian juga ya... Kayaknya dia nabrak Jihan karena gak sengaja," pinta Sean, setengah memohon.

Brian mengangguk. "Bagaimanapun, mau dia sengaja atau nggak, kita tetep harus bantuin dia. Itung itung buat nambah pahala."

Sean tersenyum mendengar ucapan bijak dari sang Papa.

Tak lama kemudian, ambulan pun datang.

Brian langsung membawa tubuh Jihan di gendongannya ke dalam ambulan, sedangkan Sean, dia membopong tubuh Julian.

Lucid Dream [Minsung]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang