Jihan berjalan dengan terseok seok. Sumpah, kepalanya pusing banget sekarang ini. Bahkan dirinya harus berpegangan dengan pagar rumah orang jika tidak mau limbung dan kemudian pingsan.
Sosok Tupai itu gak tahu mau pergi kemana. Yang penting jauh dari rumah dan gak bisa dijangkau oleh keluarganya.
"Bang Sean... Maafin Jihan ya..."
Jihan berjalan dengan lemah menuju ke tempat sunyi. Mendudukkan dirinya di kursi pinggir trotoar dan kemudian memejamkan matanya untuk meredakan pusing yang mendera.
Sekarang, bukan hanya pusing yang dialami. Perih di bagian mata, lemas di sekujur tubuh, kaki yang ngilu, dan juga perut yang terasa perih karena belum makan dari tadi pagi.
"Huft... Apa keputusan gue udah tepat ya?" gumam Jihan sambil membuka sebelah matanya yang terbebas dari perban sialan.
Jihan menggelengkan kepalanya. "Bener. Pasti keputusan gue bener. Lagipula, siapa juga yang mau punya anak kayak gue? Gak ada, kan? Jadi, mending gue pergi daripada tersiksa..."
Untungnya keadaan sekitar Jihan lagi sepi, jadi Jihan bisa sepuasnya mengeluh tentang hidupnya. Baru pertama kali seumur hidupnya Jihan mengeluh secara terang terangan, baru pertama kali, biasanya enggak.
Jihan terus mengoceh untuk mengeluarkan unek-uneknya yang sudah lama ia pendam. Untunglah dia punya saat saat sunyi seperti ini, jadi dia bisa dengan seenaknya berbicara sendirian tanpa harus dilihatin banyak orang dan disangka gila.
"Huft... Ya Allah... Kok hidup hamba gini? Apa hamba terlalu banyak dosa?" Ujung ujungnya, Jihan ngeluh ke yang Maha Kuasa. Karena hanya ke sanalah, Jihan bisa mengeluh sepuasnya tanpa harus mendengar cacian dan makian dari orang lain.
"Apa dosa yang hamba pernah perbuat, Ya Allah?" Jihan terus mengoceh hingga dirinya merasa ngantuk.
Mumpung lagi sepi, Jihan memutuskan untuk tidur sejenak di kursi tersebut. Ya, lumayan lah kalau dia bisa tertidur sejenak selama beberapa menit.
"Ya Allah... Biarkan hamba merasakan kesenangan hidup walaupun hanya dalam mimpi. InsyaAllah, hamba akan tetap bersyukur kepada engkau," batin Jihan, memohon dengan sungguh sungguh.
Hanya sekitar 5 menitan Jihan bisa merasakan tidur damai yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Cukup menenangkan hatinya yang sedang sedih sekarang ini.
Matahari sekarang ini lagi terik teriknya, membuat Jihan gak tahan dengan sengatan panas matahari tersebut.
"Gue harus nyari tempat teduh nih. Bisa gosong entar gue di sini terus," gumam Jihan, dan kemudian memutuskan untuk berlari menyebrang jalan menggunakan zebra cross.
Jihan menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa tidak ada kendaraan yang lewat di jalanan tersebut.
Baru sampai tengah jalan, Jihan mendengar seruan yang memanggil namanya. Tadinya dia kira, seruan itu menyuruhnya untuk minggir dari sana karena ada mobil lewat. Tapi ternyata bukan. Itu Sean dan Papanya, Brian.
"Ah, sial," rutuk Jihan dalam hati.
Dengan langkah kaki yang memberat, Jihan berlari ke sembarang arah untuk menghindar dari kejaran dua orang tersebut. Semoga saja dia bisa menghindar tanpa mengalami kecelakaan.
••••
Jihan sekarang ini berada dalam sebuah gerbong kereta menuju Gunung Putri. Gak jelas alasannya mengapa Jihan memilih kabur ke Gunung Putri, padahal ada opsi lain yang lebih menguntungkan.
Ya, palingan alasan klesi yang sering digunakan Jihan adalah, karena Gunung Putri jarang dikunjungi oleh orang orang kota, jadi kemungkinan besar Sean dan Papanya tidak akan mengejarnya sampai ke bukit tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream [Minsung]✔
FanficGerhana Jihandra Rafandra hanyalah seorang remaja yang lelah dengan hidupnya sendiri. Hidupnya itu kayak gak tenang aja gitu, setiap hari ada aja masalah yang datang silih berganti, seperti tak membiarkannya untuk tenang barang sesaat pun. Jihan le...