Chapter 9 - Impian Yang Terwujud

342 56 1
                                    

"Ma, Jihan kenapa? Kok nangis?" Bulan yang baru pulang dari ladang, tiba tiba aja nongol di kamar Jihan, mengagetkan sang Ibu.

Ibu tak langsung menjawab, dia menyelimuti Jihan yang kembali tertidur karena kelelahan menangis, lalu mengecup pelan kening remaja Tupai itu.

"Dia habis curhat, Lan," jawab Ibu, lalu memberi isyarat kepada Bulan untuk keluar dari kamar itu karena takut mengganggu Jihan.

Kini keduanya duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di hadapan masing masing.

"Kamu kenal dia bukan karena teman ya, kan?" tebak Ibu, membuat Bulan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Gak usah khawatir. Ibu gak apa apa kok kalau memang Jihan bukan temanmu," lanjut Sirius, alias Ibunya Bulan.

Bulan mengangguk pelan. "Ya, Bu.... Jihan emang bukan temen Bulan. Bulan ketemu sama Jihan di kereta. Dia kayak orang bingung gitu, mana kayaknya juga sakit."

Ibunya mengangguk, lalu mengelus surai biru dongker milik Bulan. "Ibu gak masalah kali Jihan itu temen atau bukan."

Bulan memejamkan matanya untuk merasakan elusan lembut pada surainya. Udah lama dia gak ngerasa kayak gini, apalagi dia tinggal di daerah yang berbeda dengan sang Ibu.

"Ma... Kalau misalnya, Jihan numpang di sini dalam jangka waktu yang lumayan lama, gimana?" tanya Bulan sambil membuka kembali kedua netranya.

Ibu tersenyum manis. "Gak masalah sih. Lagipula, dengan keberadaan Jihan di sini, Ibu jadi keinget sama Felix. Sifat mereka kayak mirip gitu."

Bulan mengangguk. "Emang. Tapi Jihan lebih ngeselin sedikit daripada Felix."

"Itu karena kamunya juga ngeselin," sahut sang Ibu, membuat Bulan cemberut.

"Ibu mah gitu!" Tahu ah, Bulan pundung. Masa dia dikatain ngeselin sama Ibu sendiri? Hei, Bulan gak sebegitu nakalnya sampai sampai bisa dianggap ngeselin.

"Dasar gak sadar diri," - Didip, numpang lewat.

"Udah, ah. Jangan pundung mulu. Emangnya kamu uke?" Bulan malah tambah pundung denger ucapan Ibunya barusan.

••••

Jihan masih tidur sampai sekarang ini, padahal jam udah menunjukkan pukul 6 sore.

"Kebo amat dah nih orang. Tidur kagak bangun bangun," komentar Bulan yang lagi duduk lesehan di samping kasur Jihan sambil ngelihatin wajah Jihan dengan intens.

Bulan mendekatkan bibirnya dengan wajah Jihan, lalu-

"Bangun lo, kebo! Tidur mulu!"

-Dia teriak tepat di samping telinga Jihan.

"Masyaallah, astagfirullah, Allahuakbar!" Jihan latah dan gak sengaja nampol mukanya Bulan.

Bulan langsung kena karma dalam hitungan detik.

"Astagfirullah... Maaf, Lan. Gak sengaja!" Jihan baru sadar kalau yang tadi ia pukul itu wajahnya Bulan. Dia kira tadi itu boneka plushie.

Bulan mengusap wajahnya kasar. Sumpah, gak mau lagi deh ngerecokin Jihan yang lagi tidur. Mukanya yang tampan ini jadi gak tampan karena tabokan Jihan yang gak main main.

"Lo gak apa apa, kan? Lagian sih, orang lagi tidur malah lo gangguin. Kena instan karma, kan!" omel Jihan, gak peduli kalau Bulan lagi natep dia dengan tatapan datar.

"Lo juga. Tidur apa lagi simulasi mati? Kok pules amat?" balas Bulan.

"Bukan, gue lagi cosplay jadi mayat hibernasi!" balas Jihan, gak kalah sewotnya dengan Bulan.

Diem... Gak ada yang ngomong. Jihan lagi mikir, kenapa dia tiba tiba ngomong mayat hibernasi? Kan, mayat emang udah mati, dan gak akan hidup lagi--kecuali kalau hari kiamat udah dateng. Bulan beda lagi, dia masih loading.

"Emang ada ya, mayat hibernasi?" tanya Bulan.

Jihan menggaruk kepalanya. "Eung... Enggak sih."

Bulan cuma mangut mangut. Gak gitu mempermasalahkan soal mayat hibernasi.

"Btw, kenapa? Kok lo tiba tiba nongol di samping gue?" tanya Jihan, balik lagi ke topik pembicaraan yang sesungguhnya.

Bulan teringat tujuan utama dia ke kamarnya Jihan.

"Itu, gue mau bilang, lo dibolehin tinggal di sini sampai kapanpun lo mau."

Salah satu mata Jihan--karena mata satunya lagi diperban--tampak berbinar. Persis kayak anak kucing yang dikasih jatah makanan tambahan dari majikannya gitu. Gemes banget pokoknya.

"Beneran, Lan?" tanya Jihan, masih dengan binar penuh kebahagiaan terpancar dengan jelas di matanya.

Bulan menjawab dengan anggukan kepala.

Jihan langsung memeluk Bulan tanpa aba aba. Membuat yang lebih tua langsung jatuh nyusruk dengan Jihan dipelukannya.

"Makasih banyak, Lan. Maaf kalau gue selama di sini sering ngerepotin lo sama Ibu lo," ucap Jihan, masih dengan tangan memeluk tubuh Bulan.

Tangan Bulan bergerak untuk mengusap lembut surai coklat milik Jihan. "Sama sama, Han. Gak kok, lo gak ngerepotin. Kita malah seneng lo jadi bagian keluarga ini."

"Akhirnya... Impian kecil gue terkabul juga... Menjadi manusia yang diterima oleh manusia lainnya."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lucid Dream [Minsung]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang