Pagi pagi banget, Jihan udah bangun. Tumben tumbenan sih, karena biasanya dia bakalan bangun menjelang jam 9-an, bahkan kadang lebih dari itu.
"Eh, Jihan udah bangun toh. Nyari apaan?" sapa Ibu Bulan yang kayaknya lagi ngulek sambel.
"Bulan kemana, Bu?" tanya Jihan sambil celingak celinguk mencari sosok yang lebih tua daripadanya.
Ibu Bulan menunjuk ke arah pintu rumah belakang tersebut dengan ujung hidungnya. "Di belakang kayaknya, Han. Lagi mainin kucing."
Jihan mengangguk, lalu menggumamkan ucapan Terima kasih kepada Ibu Bulan. Sosok mungil itu pun berlari ke arah pintu belakang rumah yang terlihat terbuka sedikit.
Kriet...
Pintu tua nan lapuk itu berderit pelan, membuat Bulan yang lagi main sama anak anak kucing kesayangannya, menoleh sekilas dan mendapati Jihan berdiri di ambang pintu sambil mengulas senyum manis.
"Lah, tumben udah bangun?" ucap Bulan sambil bangkit dari duduknya untuk menghampiri Jihan. Sayangnya, anak anak kucingnya terlihat enggan untuk membiarkan majikannya menghampiri si tupai mungil itu.
"Heh, nih kucing cemburu rupanya," gumam Bulan saat melihat seekor kucing mungil terlihat memeluk kakinya degan erat. Jihan yang melihat hal tersebut hanya bisa terkekeh pelan.
Jihan akhirnya memutuskan untuk menghampiri Bulan yang terlihat kesulitan melepaskan seekor anak kucing yang nemplok di kakinya.
"Siapa namanya?" tanya remaja tupai itu sambil menunjuk kucing yang masih memeluk kaki Bulan.
"Dori," jawab Bulan singkat sambil melepaskan kuku kuku tajam Dori yang nyangkut di sendalnya.
"Lucu," komentar Jihan sambil mengelus anak kucing tersebut dengan lembut.
"Dia kucing yang paling muda di antara saudara saudaranya." Bulan menjelaskan sambil menangkap kucing lainnya yang hendak kabur darinya.
"Terus, itu siapa?" tanya Jihan lagi sambil menunjuk ke arah kucing yang lain.
Bulan menoleh ke arah yang ditunjuk Jihan. "Oh, itu Soonie. Kucing yang paling tua."
"Terus, yang ini?" Jihan kembali bertanya, dan tentu segera dijawab oleh Bulan.
"Ini Doongie. Lumayan mirip kayak Soonie." Bulan menjawab sambil menyerahkan Doongie kepada Jihan, menyuruh remaja tupai itu untuk menggendong Doongie.
Jihan menerima Doongie, kemudian menggendongnya layaknya anak bayi. "Unch... Lucu!" gumam Jihan sambil mencubit pipi Doongie.
Doongie tampak memasang wajah datar ketika Jihan menguyel uyel pipinya layaknya mochi.
"Han, itu kayaknya Doongie ngambek deh." Mendengar ucapan Bulan, Jihan langsung menatap Doongie dengan intens. Dan benar saja, kucing lucu di gendongannya tampak cemberut, bibir mungilnya terlihat mecucu.
Jihan langsung memasang wajah yang sama seperti Doongie. Cemberut dengan pipi digembungkan. Persis kayak tupai.
"Gak manusia, gak kucing, sama sama lucu!" gumam Bulan, menjerit histeris dalam hatinya.
Karena terlalu asyik ngelihatin Jihan dan kucing kesayangannya, Bulan gak sadar kalau Jihan lagi ngelihatin dia.
"Lan, lo bilang mau nyari Felix...." Ucapan menggantung Jihan sukses membuat Bulan menoleh sambil mengernyitkan keningnya. "Kapan?" tanyanya setelah beberapa saat berdiam diri.
Bulan mengedikkan kedua bahunya. "It's up to you. Kalau lo mau sekarang, ayo. Besok juga, ayo. Gue mah ngikut aja," jawab Bulan, membuat Jihan mengangguk.
"Terus, kita nyari Felix kemana?" Nah, ini dia pertanyaan yang selalu Bulan hindari. Bukan karena kenapa kenapa, Bulan cuma bingung mau jawab apa.
"Eung... Kalau itu sih, gue juga gak tahu, Han," jawab Bulan lirih sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tempat yang sering dikunjungi Felix?"
Bulan kembali menoleh. "Hah?"
Jihan juga ikutan menoleh, membalas tatapan yang lebih tua. "Dimana tempat yang paling sering dikunjungi Felix?" ulangnya, membuat Bulan mengangguk paham.
"Felix paling sering main di taman deket banget sama hutan sebelah sana," jawab Bulan sambil menunjuk ke arah hutan di sebelah utara mereka.
"Selain itu?"
Bulan terlihat berpikir sejenak. "Ada satu lagi. Dia sering main ke ujung desa ini, tepatnya setelah hutan ini."
Jihan menoleh ke arah hutan yang ditunjuk oleh Bulan. "Jadi kalau mau ke ujung desa, harus ngelewatin hutan dulu?" tanyanya, memastikan.
Bulan mengangguk sebagai jawabannya.
Jihan akhirnya ikut mangut mangut. Sepertinya dia menemukan ide.
"Kenapa nanya itu?" tanya Bulan. Ya, dia penasaran aja gitu.
Jihan tersenyum tipis. "Ada deh. Mau tahu aja lo."
Bulan langsung tersenyum kecut. Dia, kan jadi penasaran kalau kayak gini caranya.
"Tenang aja, Lan. Gue bakalan kasih tahu lo, kalau gue udah yakin, oke." Bulan lagi lagi hanya bisa mengangguk saat mendengar ucapan Jihan. Terselip sebuah tanda tanya besar pada benaknya, namun dia tak berani untuk bertanya kepada Jihan.
"Gue masuk dulu ke rumah ya, Lan," pamit Jihan, lalu tanpa menunggu persetujuan Bulan, dia pun masuk ke dalam rumah, mengabaikan tatapan penuh tanya yang Bulan layangkan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream [Minsung]✔
FanfictionGerhana Jihandra Rafandra hanyalah seorang remaja yang lelah dengan hidupnya sendiri. Hidupnya itu kayak gak tenang aja gitu, setiap hari ada aja masalah yang datang silih berganti, seperti tak membiarkannya untuk tenang barang sesaat pun. Jihan le...