Chapter 4 - Papa Marah

386 54 0
                                    

Jihan hari ini sudah bisa kembali ke rumah setelah semalaman menginap di rumah sakit.

Dengan dipapah oleh Sean, Jihan berjalan terseok Seok menuju halte bis yang berada tepat di depan halaman rumah sakit.

Jihan memang sudah diperbolehkan pulang, namun kakinya masih sama, masih sakit seperti kemarin malam, apalagi kalau dibuat untuk jalan.

"Han, ini beneran mau pulang? Kaki lo masih sakit, mana kepala lo juga sewaktu waktu juga bisa sakit lagi," tanya Sean khawatir. Takut aja Jihan sakit pas dirinya lagi ngampus.

Jihan menatap Sean datar. "Bang, gue gak apa apa. Gak usah khawatir gitu napa. Cuma terkilir doang, elah, bukan patah kaki atau semacamnya," jawabnya degan nada malas. Emang Sean aja yang terlalu khawatir, padahal Jihannya mah it's okay aja.

"Tapi sama aja!" bantah Sean. "Apalagi kondisi kepala lo itu habis kena paku karatan, Han! Entar kalau tiba tiba lo kena tetanus pas gue ngampus, gimana?"

"Heleh... Mana ada tetanus tetanus-an! Gue mah anaknya setrong! Gak bakalan dah." Jihan berlagak sombong, membuat Sean gantian menatapnya datar.

"Awas aja lo ya, kalau tiba tiba nelpon karena sakit pas gue lagi ngampus!" ancam Sean, namun dibalas dengan juluran lidah dari Jihan.

"Emangnya lo bisa ngebiarin adik lo yang ganteng ini kesakitan di rumah sendirian, hah?! Iso ora?" tantang Jihan, membuat Sean diam saja. Males nanggapin kalau Jihan lagi mode ngeselin.

"Sakarepmu waelah, Han." Terserah Jihan aja lah, Seannya udah keburu pusing duluan.

Selesai berdebat, Jihan dan Sean serentak menoleh ke arah bis yang entah sejak kapan sudah mangkal di depan mereka.

••••

"Lo yakin mau gue tinggal?" tanya Sean untuk sekian kalinya. Jujur aja, si sulung itu rada ragu mau ninggalin adiknya sendirian di rumah.

"Ya, elah. Emangnya gue anak kecil? Tenang aja!" jawab Jihan, sedikit cemberut karena Sean terlalu khawatir sama dirinya.

Sean menghela napas pelan, dan mengangguk. "Ya udah, gue tinggal ya. Kalau ada apa apa, telpon gue," pamitnya sambil mengelus pelan surai coklat Jihan yang selalu menjadi favoritnya.

"Ya, hati hati, Bang!" ucap Jihan ketika Sean sudah beranjak keluar kamar.

Setelah Sean tak terlihat lagi batang hidungnya, Jihan memilih untuk membaca buku pelajaran miliknya sambil berbaring di kasur. Jihan udah gak punya tenaga lebih untuk sekedar duduk di meja belajarnya.

Sebenarnya, Jihan masih harus istirahat, tapi belajar adalah hal wajib yang harus ia lakukan kapan saja. Kalau tidak, tentu dirinya hanya tinggal nama saja.

Sekitar dua jam Jihan habiskan untuk membaca buku fisika yang penuh dengan rumus. Karena ngantuk, terpaksa sudah Jihan harus tidur. Semoga saja tidak ada hal berbahaya yang terjadi saat ia sedang tidur.

••••

Ting tong...

Bel rumah ditekan oleh wanita yang merupakan pemilik rumah tersebut.

Merasa tidak ada jawaban, Mama langsung masuk ke dalam rumah dengan tidak lupa membuka pintu rumahnya yang gak dikunci.

"Tumben gak dikunci. Apa Jihan gak sekolah? Wah, kurang ajar tuh anak, udah dibayarin sekolah mahal mahal, malah bolos!" Mama langsung berspekulasi bahwa Jihan sedang bolos hari ini, padahal kenyatannya tidak seperti itu.

Lucid Dream [Minsung]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang