Tanpa menghiraukan Jihan yang menahan ringisan akibat luka di matanya, Mama tetep mengoceh panjang lebar mengenai kesalahan yang Jihan perbuat hari ini.
Papa gak gitu banyak ngomong sekarang ini. Atensinya tetep fokus pada Jihan yang terlihat duduk pasrah tanpa ada pembelaan sedikit pun.
"Jihan, kamu kan udah tahu Papa dan Mama mau yang terbaik untukmu. Tapi kenapa kamu malah bolos sekolah? Gimana masa depanmu nanti, hah?!" Mama terus marah marah, tanpa memperdulikan Jihan yang sekarang ini menahan dirinya untuk tidak limbung ke arah meja makan.
Btw, luka di mata Jihan udah diperban. Cuma diperban doang tanpa dibersihkan dan diobati. Dan sekarang ini, efek dari luka tersebut mulai menggelayuti kepala Jihan.
"Kamu denger Mama tidak, hah?!" Mama membentak Jihan, membuat Jihan yang hampir kehilangan kesadaran kembali menatap sayu Mamanya itu.
Brian langsung turun tangan. "Udah, Ma. Jangan dibentak mulu, Jihannya. Kasihan dia," ucapnya Brian, membela Jihan, membuat Mama murka.
"Jadi kamu lebih mentingin anak gak tahu diri kayak dia, daripada aku?!" Ayesha berbalik memarahi Brian, membuat Brian menghela napas berat.
"Bukan gitu, Sayang... Cuma Jihan sekarang ini lagi sakit. Masa mau dimarahin terus? Gak kasihan sama dia?" Papa masih berusaha sekuat tenaga untuk membujuk Ayesha, namun tak berhasil. Ayesha ternyata kepala batu.
"Ck. Kasihan apaan? Dia, mah gak pantes untuk dikasihani," balas Ayesha, membuat hati Jihan merasa sakit. Emangnya dia punya dosa sebesar apa, sih, sampe sampe Mamanya sendiri menghina dia?
Brian menatap Jihan iba. Pengin bantuin, tapi dia gak punya power buat ngelawan Ayesha. Ya, semua itu karena tahta absolut ada di tangan Ayesha semuanya.
Brian selaku Papa dari Jihan, langsung menggenggam tangan anaknya, lalu mengusapnya pelan, memberikan semangat untuk Tupai mungil itu.
Sebenarnya, Brian gak bermaksud untuk menuntut ini itu ke Jihan. Semua itu kehendak Ayesha, dan dia gak bisa berbuat banyak.
Selama ini, Brian itu sayang banget sama Jihan. Bahkan, selama ini juga, Brian hanya akting di depan keluarganya kalau dia benci Jihan, padahal nyatanya enggak. Dan sekali lagi, itu semua karena Ayesha.
"M-ma... Kalau Mama gak mau punya anak kayak Jihan, Jihan mau kok pergi dari rumah ini," ucap Jihan dengan nada tercekat. Brian yang mendengarnya langsung shock parah. Ayesha malah tersenyum manis.
"Oh, gitu ya? Oke, silahkan. Mama gak ngelarang kamu pergi dari rumah ini. Malah lebih baik kalau kamu gak pernah ada di rumah ini," ucapnya dengan nada meremehkan.
Jihan mengangguk, lalu bangkit dari duduknya. Hampir saja dia terjatuh akibat kepalanya yang terserang pusing yang sangat parah. Mungkinkah efek dari luka yang ada di matanya itu?
"Han...." Brian langsung mencekal tangan Jihan yang hendak keluar rumah. "Jangan kayak gini.... Papa jadi merasa bersalah," bisiknya, membuat Jihan menggeleng pelan.
"Gak apa apa, Pa. Jihan bakalan baik baik aja kok," balas Jihan, dan kemudian melepaskan cekalan tangan Brian dengan lembut, lalu berlari ke arah pintu depan untuk keluar dari rumah tersebut.
••••
Sean merasa gelisah. Gak tahu kenapa. Bawaannya pengin pulang mulu, padahal dia masih ada kelas habis ini.
"Woi, ngapa lo? Kok kayak khawatir gitu? Lagi ada masalah?" tanya Bayu, temen deketnya Sean.
"Gak tahu, Yu... Feeling gue gak enak. Apa ada yang terjadi sama Jihan?" jawab Sean, jujur. Cuma sama Bayu doang Sean mau jujur, kalau sama yang lain, tentu tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream [Minsung]✔
FanfictionGerhana Jihandra Rafandra hanyalah seorang remaja yang lelah dengan hidupnya sendiri. Hidupnya itu kayak gak tenang aja gitu, setiap hari ada aja masalah yang datang silih berganti, seperti tak membiarkannya untuk tenang barang sesaat pun. Jihan le...