1. When We Meet

242 30 8
                                    

'Akan selalu ada hal tak terduga dalam sebuah pertemuan. Termasuk cewek cantik dengan dandanan unik.'

Shaula's Story

~Thierogiara

***

Namanya Shaula, mulanya dia adalah gadis biasa yang menjalani hidup apa adanya sampai akhirnya Shaula bosan menjadi bahan olokan, jadi dia berubah menjadi sosok yang mengolok-olok. Usianya sudah menginjak tujuh belas tahun dan kini Shaula tengah duduk di bangku kelas sebelas SMA. Gadis itu mematut dirinya di depan cermin, rambut yang dulu selalu terikat rapi kini ia biarkan tergerai.

Masa SMP-nya ia habiskan dengan menjadi cupu dan dia ingin menghilangkan imej tersebut. Sekarang circle-nya benar-benar diisi oleh anak-anak keren sekolah. Shaula berteman tak pandang bulu mau laki-laki atau perempuan. Dia berteman dengan semua orang asal orang itu tidak kaum lemah dan tertindas.

Shaula memasang chokker merah ke lehernya untuk sentuhan terakhir. Setelah itu dia menyambar tas dan keluar dari kamar.

Mamanya sudah menggeleng-geleng dramatis di bawah tangga sana. Anaknya itu semakin besar bukannya semakin dewasa, tapi malah semakin aneh.

"Emangnya nggak dimarahin guru kamu begitu?" tanya Sani--Mama Shaula--begitu anaknya sampai di lantai satu.

"Nggaklah!" Shaula malah mengibaskan rambut dengan tak ada ahlaknya.

Sani kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia juga tak tahu menahu apa alasan anaknya itu berpenampilan seperti itu, Sani tak mau terlalu melarang asal Shaula tak memakai obat-obatan terlarang itu masih cukup untuk membuatnya merasa lebih tenang.

Shaula sarapan dengan tenang, untuk menambah kesan cool dalam dirinya ia memutuskan untuk tak banyak omong. Setelah selesai dengan semangkuk oatmeal, Shaula bangkit dari duduknya kemudian menyalami tangan kedua orang tuanya. Tentu saja hari ini dia berangkat sekolah bersama Arsen, cowok itu menjadi pacarnya satu tahun belakangan.

Arsen menghela napas dan hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sang pacar. Namun malas bertengkar sepagi ini, Arsen hanya menghela napas dan menyerahkan helm setelah itu tancap gas menuju sekolah.

Setelah lima belas menit berkendara akhirnya keduanya sampai di sekolah.

"Aku langsung ke kelas ya," pamit Arsen. Dan Shaula langsung mengangguk, dia sedikit membenci cowok itu belakangan, karena Arsen sudah tak pernah lagi ambil peran sebagai sosok seorang pacar, menyebalkan tapi semakin mengebalkan jika melihat wajahnya.

Malas pusing memikirkan cowok yang tak tahu diri seperti Arsen, Shaula memutuskan untuk mengibaskan rambut kemudian berjalan percaya diri di sepanjang koridor menuju kelasnya, dia keren, fiks no debat!!

***

Jam istirahat pertama Shaula dan geng sudah berkumpul di kantin. Geng Shaula didominasi oleh anak-anak hits dan kaya seantero Pengubah Bangsa, mereka yang menjadi back up Shaula makanya bisa songong begitu. Shaula sebenarnya rapuh, dia cukup takut menghadapi dunia, namun sebenarnya orang-orang lemah memiliki pilihan, mau bertahan dengan kelemahan dalam dirinya atau mau melampaui batas untuk menyelamatkan diri sendiri. Setiap orang berhak memilih, tertindas atau menindas, selepas segala tindasan yang ia dapat di bangku SMP, Shaula tak mau lagi mengalami hal yang sama. Jika pun harus menindas, akan ia lakukan demi kehidupan nyaman.

Steve dan Justice, dua teman Shaula, Tiba-tiba bangkit dari duduknya.

"Ada apa?" tanya Lilac, teman Shaula yang perempuan.

"Lihat grup!" perintah Justice, semuanya menurut dan ikut terkejut.

Willen teman Shaula yang lain yang kebetulan tidak ada bersama mereka di kantin di jam istirahat pertama ini tampak babak belur dalam sebuah foto yang dikirimkan nomor tidak dikenal. Entah bagaimana caranya nomor itu bisa masuk ke room chat khusus geng mereka.

Stev :

'Siapa lo?'

Orang itu tak memberitahu siapa dirinya.

08xxxxxxx :

'Datang ke gudang kecil dekat lapangan Berdamai.'

'Gudang itu ada di belakang ilalang.'

'Jangan bawa polisi.'

'Gue cuma main doang.'

'Cepet ke sini sebelum temen lo mati!'

"Sial!" Justice langsung mengambil langkah meninggalkan semua orang. Semuanya langsung mengikuti cowok itu, karena jam istirahat guru piket ikut istirahat pula, maka dengan santainya mereka keluar dan langsung masuk ke mobil.

Karena harus menyelamatkan Willen maka mobil Stev dan Justice harus keluar dua-duanya karena kalau hanya satu, mereka bisa-bisa kehabisan oksigen di dalam sangking sempitnya. Dalam upaya penyelamatan ini, mereka terdiri dari enam orang, empat cewek dan dua cowok. Entahlah bagaimana ceritanya mereka semua berteman, yang jelas didasari rasa nyaman, mereka semua akhirnya membentuk geng.

Kalau kalian mengira Stev atau Justice dua orang melambai, kalian salah besar, keduanya sangat jantan bahkan langganan berkelahi, makanya sampai Willen diculik begini. Cowok-cowok dalam geng Shaula memiliki banyak circle pertemanan, mereka juga sering tawuran dan adu jotos. Mereka adalah pelindung jika para perempuan mengalami kesulitan atau disakiti cowok tidak bertanggung jawab.

Sekitar sepuluh menit berkendara mereka sampai, dua orang laki-laki itu langsung berjalan cepat menuju ke gudang yang ada di belakang lapangan. Sementara para cewek harus hati-hati karena jalan yang dilalui di penuhi ilalang, luka kecil mungkin tak akan terasa di tubuh Stev dan Justice, tapi pasti sangat terasa kalau di Shaula dan kawan-kawan.

"Gini amat," keluh Lilac.

"Wah parah lo temen sendiri." Amora langsung tak Terima dengan keluhan Lilac.

Shaula hanya diam dan berusaha secepat mungkin menuju ke lokasi. Justice menendang pintu kayu membuat gudang kecil itu langsung terbuka. Objek yang pertama kali mencuri perhatian mereka adalah sosok Willen yang duduk terikat di bangku dengan kondisi wajah babak belur.

Seseorang tepuk tangan mengapresiasi tendangan Justice yang mampu membuat pintu kayu ruangan tersebut tergeletak tak berdaya. Shaula mengerutkan alisnya, bisa-bisanya orang itu menyempatkan diri untuk sesuatu yang tidak penting.

"Gue Bara," ujar orang itu memperkenalkan.

"Gue nggak peduli siapa lo, lepasin temen gue." Justice meminta dengan wajah yang masih datar, dia tak akan beramah-tamah dengan musuh.

Sosok bernama Bara itu kembali tertawa. "Gue emang mau lepasin, udah selesai urusan gue juga." Bara lantas memberi kode ke teman-temannya, selanjutnya teman-temannya melepaskan ikatan dari tubuh Willen lantas melempar tubuh itu ke hadapan Justice dan Stev.

"Gue lagi nggak mau berantem, jadi bawa aja temen lo pada." Bara menunjuk Willen kemudian mengibaskan tangannya.

Stev menahan bahu Justice yang sudah emosi, mereka hanya berdua, bunuh diri namanya kalau cari ribut di saat seperti ini.

Bara menyapu pandang menatap ke semua teman-teman Shaula sampai dia menghentikan gerakannya dan fokus menatap Shaula.

Dan saat Bara lengah Justice langsung maju dan menghajarnya dengan membabi buta. Meski kalah jumlah, Stev tetap maju membantu Justice sementara para perempuan menggotong tubuh Willen menuju mobil.

"Mereka berlima Justice cuma sama Stev, gimana tuh?" Shaula sungkan melangkah meninggalkan teman-temannya.

"Kita ke mobil dulu, nanti telepon bantuan!" Amora memberi saran dan Shaula memilih menurut.

***

Haiii.

Jangan lupa vote & comment!

Shaula's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang