600 [Anca Keluarga] ٣٠

936 79 2
                                    

Menghadapi perubahan sikap Daffin bukanlah hal yang mudah bagi Shilla.
Ia semakin sulit berinteraksi dengan putranya. Sebenarnya, inti permasalahan mudah sekali ditebak, mengenai seorang anak pertama yang takut orang tuanya tak akan menyayanginya lagi ketika adiknya lahir.

Mungkin cukup mengherankan dan terlalu dadakan untuk Shilla. Daffin yang sebelumnya menyukai anak-anak yang usianya di bawahnya agar bisa dianggap adik olehnya, lalu tiba-tiba menjadi sosok Daffin yang pendiam dan menghindari komunikasi sebagai bentuk 'ngambek'nya.

Terlebih lagi, watak Daffin yang tak gampang melupakan hal-hal yang membuatnya kecewa maupun tidak puas. Secara kasar, bisa disebut pendendam.

Shilla mendekat ke arah Fakhri, ia duduk tepat di sebelah Fakhri yang sedang memeriksa laporan keuangan restoran miliknya. Netranya bergantian menatap laptop yang menampilkan tabel-tabel berisi angka dan diagram statistik lalu mencocokan dengan map-map yang berada di tangannya dan sebagian berada di meja.

"Abah, gimana caranya menghadapi sifat Daffin yang sekarang ini?''

"Nanti juga paham," gumam Fakhri pelan. Sebenarnya ia tak serius mengucapkannya, ia belum bisa berpikir serius untuk mencari penyelesaian dari permasalahan yang ada.

Shilla menatap Fakhri penuh kekesalan. Rasanya ingin sekali ia mengacau berkas-berkas milik suaminya itu.

Huft ... Sekali tarik napas, kekesalannya masih belum berkurang. Sekali lagi, hasilnya masih tetap sama. Ia menahan kekesalannya di tenggorokan hingga menimbulkan geraman.

"Abah, ini bukan hanya soal penjelasan dan pengertian, tapi soal sifat dan watak yang berkelanjutan bisa membawa kebiasaan di masa dewasanya nanti."

Fakhri menaruh map di tangannya, ia menupukkan semua berkas di meja tanpa menshutdown laptopnya. Sekarang, pandangannya terfokus ke arah Shilla. Hanya matanya saja yang bisa terlihat jelas oleh Fakhri, tapi ia sudah cukup paham bahwa saat ini wanita bercadar di hadapannya sedang berusaha tidak meledakkan emosinya.

"Tapi kita juga nggak bisa terlalu keras kepada Daffin, takutnya malah membekas. Perkataan itu lebih menyakitkan dari pada pukulan fisik. Sesuai ajaran Rasulullah, boleh memukul anak asal jangan sampai membekas, maksudnya jangan sampai membekas di dalam hati sang anak." Fakhri berujar tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari Shilla. Ia dapat melihat tatapan menajam milik istrinya berubah menjadi tatapan sayu.

"Apa aku gagal sebagai seorang ibu?" tanya Shilla dengan lirih. Jika dalam musik suara Shilla digolongkan ... sangat lemah.

"Jangan dijadikan kebiasaan dong, Umma. Apa-apa dibawa negatif. Abah juga sudah berapa kali bilang, jangan berprasangka buruk terhadap semua takdir Allah. 'Allah itu tergantung prasangka hambanya'. Jadikan kalimat ini sebagai penyemangat agar terus berhuznudzan terhadap ketentuan-Nya."

"Maaf aku salah. Harusnya aku nggak menambah beban pikiranmu. Kamu pasti capek habis ngurus restoran." Shilla langsung beranjak dan berlalu dari hadapan Fakhri.

"Shilla ...." cegah Fakhri. Ia menyusul Shilla, kedua tangannya bertumpu di kedua bahu Shilla. Menatap istrinya dengan penuh keseriusan. "Tolong dengarkan aku baik-baik. Sudah sewajarnya suami menjadi tempat keluh kesah istri, jujur aku senang banget kamu berbagi semua permasalahan denganku. Aku cuma minta satu, jangan terlalu mikir negatif, kamu sedang hamil sekarang. Tidak baik."

Fakhri beralih merangkul pundak istrinya. Ia menuntun Shilla ke tempat duduknya semula. "Sini duduk. Tenangkan diri kamu."

Fakhri sama sekali tidak melepas rangkulannya, ia justru membuat Shilla bersandar sepenuhnya kepadanya. Sesekali ia mengusap lengan istrinya untuk menenangkannya. "Alaa bidikrillah ... Alaa bidikrillahi taainnul qulub." Dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang.

"Makasih."

Cup ...

"Gimana sudah tenang sekarang?"

"Alhamdulillah."

"Alhamdulillah."

"Mau menjemput Daffin sekarang?"

***
"Gimana sekolahnya hari ini?"

"Kaya kemarin."

"Waktu terus berulang, tapi ia tak pernah berjalan ke belakang. Tujuannya selalu ke depan dan selalu ada perubahan. Yang sering disesalkan adalah hilangnya kesempatan."

"Daffin,"

"Tadi ... tadi Daffin nggak bisa jawab pertanyaan."

"Apa pertanyaannya?"

Pertanyaannya apa guys?

***

***
Nyadar nggak sih, semakin ke sini ceritanya semakin nggak jelas😭 tapi its ok, itu artinya aku masih butuh banyak belajar lagi. Merevisi dan meriset cerita terlebih dahulu, bisa dibuat pembelajaran untuk ke depannya. Makaseh buat yang mau bertahan sampai detik ini. Love you all.

Bidadari yang Tersembunyi[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang