<Pillow Talk>
Fakhri bingung harus menggunakan cara apalagi agar mengembalikan istrinya yang dulu. Meskipun yang ada di hadapannya ini adalah orang yang sama, tapi Fakhri merasa seperti berada di hadapan orang lain.
Sudah terhitung tiga hari sejak Shilla kembali menginjakkan kaki di rumah. Selama itu pula Shilla cenderung menghindari Fakhri, ya meskipun Shilla tetap melakukan tugasnya dengan baik. Ia memasak, membereskan rumah dan menyiapkan keperluan Fakhri mengajar. Hanya saja sebagai seorang suami yang 'peka' Fakhri tahu ada yang berbeda dengan istrinya.
"Mas, sarapannya sudah siap," ujar Shilla menampilkan senyum kakunya. Terlihat jelas senyuman itu terpaksa.
Fakhri menghembuskan napas lelah. Ia meraih lengan Shilla yang hendak meninggalkannya menuju ruang makan. Fakhri membalikkan tubuh Shilla hingga tubuh mereka saling berhadapan.
Fakhri mengangkat sebelah tangannya lalu meletakannya di pipi tirus Shilla, dalam artian--Fakhri menangkup wajah Shilla dengan sebelah tangannya. "Aku ga suka senyumanmu tadi. Jangan pernah berpura-pura di hadapanku. Aku tak suka."
"Mas ... kamu tidak akan meninggalkanku 'kan?" Fakhri menoleh ke arah istrinya yang menatapnya penuh harap.
"Pertanyaan macam apa ini," dengusnya kesal. Ia sungguh tak habis pikir dengan istrinya ini. Bagaimana ia masih mengatakan pertanyaan bodoh seperti itu saat dengan jelas Fakhri menolak permintaanya untuk bercerai. Bukankah sudah sangat jelas jawaban tanpa perlu dipertanyakan.
Tangan Fakhri yang semula berada di pipi kanan Shilla beralih ke pundak. "Dengar Shilla, aku mencintaimu dan akan selalu begitu bagaimanapun kondisinya. Aku tak akan meninggalkanmu kecuali kematian yang menjemputku lebih dulu. Aku sudah terbiasa dengan kehadiranmu, aku tak bisa jauh darimu lalu bagaimana bisa kamu berpikir aku akan meninggalkanmu hmm?"
"Kamu terlalu sempurna, Mas. Aku merasa tak pantas untukmu," keluh Shilla menundukkan kepalanya.
"Tahu apa kamu sampai berkata seperti itu. Aku juga manusia banyak dosa, Shill. Hanya saja Allah terlalu baik hingga menutupinya dari orang-orang, termasuk kamu. Hanya kepada Allah kita boleh merendah seperti itu. Tidak untuk manusia," peringatnya.
"Iya," ujar Shilla dengan patuh.
"Aku minta kamu tak mengaitkan lagi masa lalu. Tetaplah menjadi Arshilla yang kukenal enam bulan lalu."
Cup ...
***
"Assalamualaikum," tutur Fakhri memasuki rumah.Shilla yang sedang duduk di sofa ruang tamu langsung menghampiri Fakhri lalu menyalami tangan suaminya sebagai bentuk bakti istri. "Waalaikum salam," balas Shilla dengan senyum cerahnya.
Fakhri berhasil menyakinkan Shilla tadi pagi, sekarang istrinya itu sudah bersikap seperti biasa. Hal yang membuat Fakhri bersyukur sekaligus senang.
"Mau ke pasar malam ga?"
"Ada? mau-mau," seru Shilla heboh dengan mata berbinar.
Shilla langsung menarik tangan Fakhri untuk langsung berangkat, tapi Fakhti tetap diam tak bergeming membuat Shilla menatapnya penuh kebingungan.
"Pakai jaket! udara malam tidak baik untuk kesehatan." Shilla menyengir lebar ke arah Fakhri lalu setelahnya ia mengacir ke kamar.
"Ayo," ajak Shilla yang sudah siap dengan jaket berwarna abu-abu.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di lokasi, hanya berjarak dua kilometer dari rumahnya. Pasar malam di desa sedikit berbeda daripada pasar malam di kota. Tentunya lebih mewah di kota, tapi meskipun begitu tetap saja tak mengurangi tingkat keramaiannya. Buktinya, di pintu masuk mereka harus mengantri dan berdesak-desakan untuk masuk. Fakhri merangkul pundak Shilla untuk mengamankan wanita itu dari dorongan orang-orang di belakangnya.
Shilla menatap kagum sekelilingnya. Ada banyak wahana yang membuat matanya berbinar hingga membuatnya bingung akan naik yang mana.
"Mau naik apa?" Shilla menoleh ke arah Fakhri lalu mengendikkan bahunya pertanda bingung.
"Bianglala?" tanya Fakhri sekali lagi.
"Boleh," jawab Shilla singkat.
Melihat alun-alun dari atas bianglala ternyata mengasikkan. Sejak tadi Shilla terus saja berdecak kagum sembari menunjuk tempat-tempat yang menurutnya menarik. Fakhri hanya tersenyum menanggapi ocehan istrinya.
Usai naik bianglala, komedi putar menjadi pilihan kedua mereka. Setelahnya, Shilla pasrah kepada Fakhri yang mengajaknya berkeliling sambil bergandengan tangan. Di sinilah mereka sekarang. Di depan stan lempar bola berhadiah boneka. Dalam hati Shilla terus berdoa agar Fakhri bisa memenangkan permainan kali ini.
Fakhri mengambil ancang-ancang lalu melempar bola di tangannya ke arah lima botol yang tersusun rapi.
Tuk ...
Shilla menghembuskan napas pasrah saat melihat hanya satu botol yang terjatuh, tapi dua detik kemudian ia bersorak riang saat kelima botol tersebut jatuh pertanda Fakhri berhasil memenangkan permainan kali ini.
"Yey." Fakhri tersenyum geli melihat tingkah Shilla yang seperti anak-anak.
Mereka terus berjalan, hingga Fakhri menarik tangan Shilla menuju sebuah stan aksesoris perempuan. Fakhri menarik Shilla agar semakin mendekat dengan bros-bros yang biasanya perempuan pakai untuk mempercantik penampilannya.
"Pilih yang kamu suka." Shilla mengangguki ucapan Fakhri. Matanya menelisik ke benda-benda berkilau itu.
"Ini," tunjuk Shilla ke sebuah bros berbentuk kupu-kupu.
"Mas!" panggil Fakhri pada pemilik stand ini. "Yang ini sama yang itu," tunjuk Fakhri.
"Lah--" Shilla hendak protes, tapi Fakhri lebih dulu memotongnya.
"Ga papa."
"Cari makan yuk,Mas," rengek Shilla mengguncang lengan Fakhri.
"Di depan tadi ada warung ayam bakar, kita makan di sana saja ya."
***
Fakhri merebahkan dirinya di kasur sementara Shilla masih di kamar mandi memulai ritual malamya."Mas, bisa bicara sebentar?" Shilla duduk di sisi sebelah Fakhri.
Fakhri menganggukan kepalanya pelan, sebenarnya ia lelah ingin segara tidur. Sepulang dari pesantren tadi ia mengajak Shilla ke pasar malam dan baru pulang pukul sembilan malam, tapi sekali lagi ia katakan bahwa kebahagiaan Shilla adalah prioritas utama baginya.
"Mas, aku mau menceritakan tentang diriku dari awal. Aku tidak bisa tenang jika masih ada yang belum Mas ketahui walau hanya sedikit saja,"
"Shilla, aku sudah bilang padamu, aku tak peduli dengan semua masa lalumu, tapi jika itu membuatku semakin mengenal dirimu maka ceritakanlah." Shilla tersenyum mendengar respon Fakhri. Ia tak bisa menutupi rasa harunya, Shilla langsung memeluk Fakhri dengan erat sembari mengucapkan 'Terima kasih'.
Shilla hendak melepas pelukannya dan mulai bercerita, tapi Fakhri lebih menahannya, "begini saja. Aku suka."
"Aku bukanlah anak yang terlahir dari sebuah pernikahan. Ayah dan Ibu berpacaran, tapi saat mereka hendak melanjutkan ke jenjang pernikahan pihak dari ayah melarangnya. Ibu baru sadar jika ia hamil tepat seminggu setelah pernikahan ayah. Ibu kacau dan sangat terpukul saat itu, demi memenuhi kebutuhan hidup Ibu bekerja di bar dan digantikan olehku saat aku berusia lima belas tahun."
"Aku bukan perempuan baik-baik, Mas. Di sana aku bertemu dengan Tania dan Ricko kami semakin dekat dengannya."
"Aww--" ringis Shilla menahan sakit di lengannya.
***
1025 words
Cemburu bilang boss😎😂
Aku mau denger dong, ungkapan kalian untuk :
1. Arsilla Salsabilla :
2. Fakhriza Ghiffari :
3. Tania Martha :
4. Harizt Ardiansyah :
5. Karina :
6. Ricko Verdiano :Jangan kecewakan aku yang terlanjur berharap ke kalian ya guys😢 see you next part😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari yang Tersembunyi[END]
EspiritualFakhriza Ghiffari diajak nikah oleh seseorang yang ia tolong. Demi mempertahankan prinsipnya sebagai seorang ustad ia menikahi gadis amnesia yang tak diketahui asal-usulnya itu. Lalu apa yang akan terjadi setelahnya saat Arshilla Salsabila mendapat...