600[Prioritas]٣٥

665 82 22
                                    

Fakhri menenteng sekantung plastik berisi sekotak makanan yang dipesan istrinya tadi pagi. Tak susah baginya untuk mencari pesanan Shilla, karena memang sang penjual menetap berjualan di depan apotek seperti yang Shilla bilang, dan tempatnya pun sangat ramai, terlalu mencolok untuk dipandang.

"Assalamualaikum," ucap Fakhri memasuki kamar inap Shilla yang sepi. Kemungkinan besar mertuanya dan Daffin sudah pulang mengingat jam sudah pukul sembilan malam.

"Waaalaikum salam," balas Shilla datar. Tentu saja karena ia kesal dengan apa yang ia temukan tadi pagi.

"Buka cadar kamu," pinta Fakhri. Ia begitu peka tanpa perlu dikode. Cukup sekali lihat tentu saja ia sudah paham bahwa ada yang tidak beres dengan istrinya itu.

Shilla menurut, ia melepas cadarnya perlahan, lalu menatap Fakhri dengan nyalang, seakan menantang sang suami untuk menemukan sesuatu yang ia sembunyikan.

Fakhri maju beberapa langkah, ia menyentuh bagian bawah mata Shilla dengan ibu jarinya.

"Kamu nangis? Tadi liat drama?" tanya Fakhri pelan.

"Iya! drama seorang laki-laki yang telah beristri, tapi menceritakan semua kehidupan rumah tangganya ke perempuan lain." Shilla sama sekali tak bisa santai dalam berucap, emosi terlanjur menguasainya.

"Shilla, ngomongnya biasa aja ya. Udah malam," tegur Fakhri sembari menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada orang yang merasa terganggu dengan suara istrinya yang bisa disebut berteriak.

"Biasa aja?! Iya?!" Emosi Shilla semakin meluap-luap, apalagi begitu melihat wajah Fakhri yang tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun, padahal biasanya ia sangat peka terhadap perasaan istrinya.

"Kamu marahnya jangan ke Abah dong, kan--"

"Terus ke siapa?! aku harus marah ke Roseline? Ha?" Potong Shilla dengan cepat, ia tak membiarkan Fakhri menyelesaikan kalimatnya terlebih dahulu.

Fakhri memutar mata sembari berpikir keras, "Bentar, Roseline yang kamu maksud itu ... yang di what's app?"

"Iya. Yang disematkan paling atas sendiri!" Rajuk Shila, ia memalingkan muka ke arah lain agar netranya tak bertubrukan dengan netra sang suami.

Fakhri menyengir lebar, sekarang ia paham bahwa istrinya cemburu, tapi seharusnya hal ini tak perlu dicemburui dan tak pantas dicemburui. Fakhri langsung memeluk Shilla untuk menenangkannya, tak lupa mengecupi seluruh wajah Shilla meskipun istrinya itu berusaha menghindar.

"Masya Allah, istriku yang cantiknya nggak ketulungan. Pertama, dia itu teman Abah. Kedua, dia itu cowok. Ketiga, emm... sebenarnya kami itu lagi ngerencanain proyek bareng, gitu."

"Terus kenapa namanya Roseline? Disematkan lagi, ngapain juga bahas aku?"

"Orang dianya sendiri yang nulis gitu, katanya nama pena, nama terkenalnya dia di wattpad. Kenapa aku bahas kamu? ya karena proyeknya tentang kamu."

"Mak-sudnya?"

"Maksudnya kalau suami pulang itu disambut dulu baik-baik, baru ditanya sembarang dengan cara baik-baik juga."

"Serius Abah!"

"Nanti juga tau. Tunggu dua minggu lagi aja."

"Lama!"

"Sudah, sudah. Ayo makan dulu. Udah lama-lama ngantri nih demi pesanan istri," ucap Fakhri sembari membuka sebuah sterofom.

"Baiknya pak suami."

"Bah, aku masih penasaran. Sebenarnya apa maksud Abah tadi."

"Padahal mau bikin kejutan. Udah percaya aja, semua akan .indah pada waktunya."

"Kalau aku nggak Ridha, nggak akan Abah kasih tau juga? serahasia itu sama istri?"

"Huftt... kamu tuh bikin gemes. Jadi gini, sebenarnya abah itu mau buat kejutan ulang tahun umma dua Minggu lagi, kejutannya sebuah buku tentang kita. Judulnya Bidadari yang Tersembunyi."

"Sejak kapan ulang tahun dirayakan?"

"Bukan dikhususkan buat ultah sih, ya cuma hari spesial terdekat dari sekarang ya ulang tahun umma."

"Terus endingnya mau ditulis gimana? Di antara kita belum ada kejelasan, bisa Abah dulu yang mati, atau justru umma sendiri yang lebih dulu pergi. Abah ingin menyalin kisah kita berdua, sementara skrip aslinya belum selesai hingga akhir, mau mendahului takdir?"
 
"Endingnya kita merawat Daffin dan Fia bersama-sama, menurut Abah itu ending terindah yang pernah terlintas dan berharap juga memiliki takdir seperti itu, sama sekali tidak bermaksud mendahului takdir. Hanya sebuah harapan yang tertulis."

***
Mentok segini😭 nanti yang partnya pendek" gini aku gabung. Dahlah. Semoga kalian betah bacanya. See you. Makasih.

Bidadari yang Tersembunyi[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang