Setahun telah berlalu dengan menyeret cerita-cerita yang telah berdebu lantaran diacuhkan waktu. Secepat itu waktu berlalu, saking cepatnya hingga terkadang lupa untuk sekedar menggenggam kenangan.
"Mma...." Hanya satu kata, bahkan tidak sempurna pelafalannya, tapi mampu membuat Shilla tersenyum dengan begitu lama. Suara itu berasal dari putrinya--Daffiah Shezan Ghiffari, balita berumur satu tahun, belum lancar berjalan juga belum lancar dalam berbicara.
Secara fisik, wajahnya lagi-lagi mirip dengan Fakhri, Shilla hanya kebagian mata dan bentuk kuku saja. Fia itu, 70% Fakhri, 30% Shilla. Secara sifat, tentu saja belum bisa dipastikan dari anak sekecil Fia, tapi sebagai orang tua--Fakhri dan Shilla selalu berusaha mendidik dan menanamkan kepribadian-kepribadian positif. Dari hal-hal kecil seperti membiasakan bismillah sebelum melakukan sesuatu. Memang saat ini belum terlalu berpengaruh, tapi percayalah kebiasaan-kebiasaan kecil sejak dini akan mudah melekat di masa remaja dan dewasanya nanti.
Membiasakan sesuatu dari kecil itu mudah, tidak sesulit ketika membiasakan sesuatu ketika seseorang sudah mulai dewasa karena saat itu dia sudah mulai terbentuk, ketika kita mencoba membiasakan hal-hal baru sama saja dengan mengganti bentuknya. Sesulit merubah persegi menjadi bulat. Butuh banyak proses, butuh banyak kesabaran dan perlu hal-hal ekstra lainnya.
"Assalamualaikum." Suara jagoan mulai terdengar, Si Abang Daffin yang saat ini sudah duduk di kelas dua SD.
"Waaalaikum salam," balas Shilla tersenyum lebar sebagai bentuk penyambutan.
Ah, satu lagi. Daffin itu sampai sekarang belum bisa mengikat dan melepas tali sepatu sendiri, jadi setiap pagi Fakhri yang membantunya mengikat sepatunya, dan pulangnya jika Shilla sedang sibuk dengan kerewelan Fia, maka neneknya--Winda yang membantu Daffin.
"My Chubby, Abang pulang." Setelah melepas sepatu dan tasnya, Daffin langsung mengecupi kedua pipi adiknya. Ternyata sesayang ini seorang Daffin jika memiliki saudara kandung. Ia selalu menginginkan adik sebagai temannya bermain, tapi berbeda dengan sekarang. Definisi adik bagi Daffin bukan hanya sebagai teman bermain, tapi seseorang yang dengannya ia bisa berbagi kasih sayang dan bersama-sama bisa melihat keharmonisan keluarga.
Cup ... Cup ...
"Bersih-bersih dulu, Bang, terus makan." Eits ... Bersih-bersih maksudnya membersihkan diri alias mandi.
"Na'am Umma." Daffin mengikuti ucapan Shilla. Ia berlalu menuju kamarnya, sementara Shilla menyiapkan makanan Daffin agar saat ia selesai nanti makanannya sudah dingin. Sejak enam bulan lalu, Daffin mengaji di rumah tahfidz, dan sejak saat itu juga, ia mulai memperdalam bahasa Al Qur'an--bahasa Arab.
Tak sampai lima belas menit, Daffin sudah kembali turun dan menghampiri Shilla lebih tepatnya mengambil sepiring nasi yang telah disiapkan oleh ibunya.
"Mau makan di mana?" tanya Shilla terheran begitu Daffin tidak duduk di kursi makan.
"Dekat Adek," balas Daffin sambil berjalan mendekat ke arah Fia yang merangkak tanpa arah.
"Yang ada direcokin Fia, Bang," ucap Shilla sembari menggelengkan kepala.
"Umma, baju Adek kotor," adu Daffin selang beberapa detik.
"Baru ditinggal sebentar buat ngambil minumnya Abang."
"Adek mau ganti baju dulu ya, Bang," ucap Shilla menirukan suara anak kecil. Setelahnya, ia langsung membawa Fia untuk mengganti baju.
Selang beberapa menit setelah Shilla dan Fia ke atas, si kepala keluarga datang. "Assalamualaikum."
"Waalaikum salam, Abah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari yang Tersembunyi[END]
EspiritualFakhriza Ghiffari diajak nikah oleh seseorang yang ia tolong. Demi mempertahankan prinsipnya sebagai seorang ustad ia menikahi gadis amnesia yang tak diketahui asal-usulnya itu. Lalu apa yang akan terjadi setelahnya saat Arshilla Salsabila mendapat...