<Penjara Suci dan Keharmonisan Kita>
Mentari kian meninggi, bias cahanya menyengat di permukaan bumi, membuat keringat mengucur di dahi, tapi wanita yang mengenakan gamish berwarna hitam serta hijab abu-abu sama sekali tak mengeluh. Dengan mantap ia melangkahkan kaki menyusuri tempat yang dikenal sebagai penjara suci.
Ya, ia sekarang berada di pesantren, tempat pelajar-pelajar terpenjara dengan aturan ketat, tapi jiwa mereka terbang bebas melangitkan Asma-Nya di setiap waktu mereka.
Shilla dengan ramah membalas sapaan santri-santri yang berpapasan dengannya. Ia kemudian melanjutkan langkahnya menuju tempat yang menjadi alasan kakinya melangkah ke sini.
"Assalamualaikum," sapa Shilla dengan ramah saat memasuki ruangan minimalis yang hanya di tempati satu orang saja
Seseorang yang mengenakan baju berwarna abu-abu itu lantas mengalihkan pandangannya dari setumpuk kertas kepada Shilla yang melangkahkan kakinya mendekati meja seseorang itu.Pondok pesantren ini memang tergolong pesantren elit, ruangan ustadz yang mengajar saja dibuat layaknya ruangan para dosen, satu ustadz memiliki ruangan pribadi sendiri. Jika memang harus mengadakan rapat mereka akan berkumpul di kantor utama sebagai pengganti Lobby.
"Waalaikum salam," balas Fakhri ikut tersenyum.
Shilla meletakkan rantang makanan yang ia bawa, sebelum menatanya ia lebih dulu mengecup punggung tangan Fakhri sebagai bentuk bakti istri terhadap suami.
"Aku bawain Mas soup ayam, dan kentang balado," ucap Arshilla di sela-sela kegiatannya menyiapkan makan siang untuk Fakhri.
"Wah, kayanya enak nih," balas Fakhri dengan wajah berbinarnya.
Shilla menghentikan kegiatannya menata makanan di meja kerja Fakhri. Ia melirik suaminya sejenak meminta penjelasan lebih lanjut. "Kalau ga enak?"
"Tetap Mas makan kok, lagian Mas tahu masakan kamu ga pernah mengecewakan," ujar Fakhri menatap Shilla dengan serius.
"Gombal," cibir Arshilla untuk menutupi semburat merah di pipinya.
"Gemes deh." Fakhri menusuk-nusuk pipi chubby Arshhilla dengan jari telunjuknya.
"Mas ... diam!" Arshilla menatap Fakhri dengan mata nyalangnya, sementara Fakhri hanya cengengesan namun, ia tetap menuruti ucapan Arshilla.
Dengan telaten Arshilla menyiapkan seporsi makanan untuk Fakhri yang langsung diterima oleh Fakhri dengan senang hati.
Mereka makan dalam keheningan, tak ada satu kata pun yang terlontar di antara keduanya. Butuh waktu sepuluh menit untuk menghabiskan makanan tanpa sisa, setelahnya Shilla langsung membereskan rantang makanannya dan menyusunnya seperti semula.
"Jangan pulang dulu ya, nanti ada kajian," pinta Fakhri kepada istrinya dengan lembut.
"Kok ngga bilang tadi pagi sih Mas," merengut Shilla tak suka. Pipinya mengembung menyiratkan ketidaksukaannya.
"Kapan?"
"Habis maghrib," balas Fakhri.
Shilla tampak menimang-nimang, ia meletakkan jari telunjuk kanannya ke dagu seolah berpikir keras.
Fakhri mencubit hidung Shilla dengan gemas saat melihat tingkah istrinya itu.
"Aku pulang dulu deh, mau mandi, masa ikut kajian bau asam kaya gini," jawab Shilla setelah lama terdiam.
"Mandi di rumah ustadzah Karin saja," usul Fakhri.
"Oke deh," balas Shilla mengacungkan kedua jempolnya ke arah Fakhri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari yang Tersembunyi[END]
SpiritualFakhriza Ghiffari diajak nikah oleh seseorang yang ia tolong. Demi mempertahankan prinsipnya sebagai seorang ustad ia menikahi gadis amnesia yang tak diketahui asal-usulnya itu. Lalu apa yang akan terjadi setelahnya saat Arshilla Salsabila mendapat...