Bab 38 : Benar-benar pergi?

1.8K 99 17
                                    

HAPPY READING
——————————

Hujan deras mengguyur tubuh Vani di malam gelap ini. Cewek itu berjalan di tepi trotoar setelah berlari dari club tadi. Ia ingin berlari mengejar Cakra dan berkata jika semua ucapannya tadi adalah kebohongan.

Seandainya Vani bisa, mungkin sudah ia katakan sebelum mobil Cakra menjauh. Kini Vani hanya mampu menangis tersedu di bawah guyuran hujan.

Pikirannya kacau setelah kepergian Cakra di sekolah tadi. Ia tak bisa berpikir jernih, alhasil ia pergi ke club untuk menenangkan pikirannya.

Vani ragu dengan perasaannya. Dirinya selalu menolak kenyataan bahwa dirinya memang menyukai cowok itu.

Sejak Cakra datang di hidupnya, ia menjadi berbeda. Cowok itu mencoba membawanya pada dunia yang bahkan belum pernah Vani rasakan. Ia belum pernah di perlakukan seperti itu, justru tindakan yang seharusnya manis menjadi asing baginya.

Penolakan dan tindakan yang setiap kali selalu Vani lakukan sebenarnya adalah bentuk peralihan dari dirinya yang mulai nyaman dengan cowok itu.

Sebagai perempuan Vani tentu tahu seperti apa rasanya patah hati. Maka dari itu ia takut jika dirinya membiarkan Cakra masuk ke hatinya dan berujung menyakitinya.

Prinsip Vani, ia akan memberikan hatinya pada orang yang memang benar-benar tulus padanya, tidak untuk main-main.

Apakah orang itu adalah Cakra?

"Gue nyerah Cak. Gue jatuh cinta sama lo."

📍📍

Malam telah berganti pagi. Vani sudah siap berangkat ke sekolah. Beruntung semalam ia berhasil lolos masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan basah kuyup tanpa ketahuan.

Vani menghentikan mobilnya di depan gerbang rumahnya. Cewek itu menatap bunga-bunga yang berjejer rapi di seberang jalan.

Pandangannya mengabur, matanya berair. Sial, ingatan saat Cakra mengungkapkan perasaannya di sini membuat hatinya kembali berdenyut nyeri.

Vani menarik napasnya dalam. Ia tidak boleh seperti ini. Harusnya Vani sekarang bisa kembali menjalani kehidupannya seperti semula karena mungkin cowok itu sudah tidak akan mengganggunya kembali.

Buru-buru Vani menjalan mobilnya sebelum pikirannya menjalar ke mana-mana.

Tak sampai tiga puluh menit, Vani sudah sampai di parkiran sekolah. Cewek itu langsung ke luar dari mobilnya.

"Vani!!" Panggil Zara dari kejauhan seraya menghampirinya dibuntuti Bianca di belakangnya.

"Lo semalem ke mana? Nyokap lo nyariin" tanya Zara langsung.

"Club." Balasnya acuh lalu melenggang pergi begitu saja.

Bianca melotot. Ia langsung menahan lengan Vani. "Lo gila apa? Ngapain ke sana??"

"Lo kalo ada masalah cerita Van. Bukan malah lampiasin ke sana. Sebenarnya lo anggap kita apa sih?"

Vani menatap sendu keduanya. "Gimana gue mau cerita, gue aja bingung kenapa gue ke sana"

C A K R A [SELESAI]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang